Senin, 14 Januari 2013

BATU BETERI DI KEBUN KOPI

“Disitu dahulunya Desa Tjng. Mulak berada”, demikian Dahlan mengawali ceritanya sambil menunjuk ke arah tiang - tiang rumah dari bahan semen di antara semak belukar dan kebun kopi di pinggir Desa Tanjung Mulak yang terletak tak jauh dari sungai Lematang. Ketika banjir melanda Desa Tanjung Mulak puluhan tahun silam, mereka meninggalkan desa mereka yang diterjang banjir dan berpindah menghuni desa yang saat ini berada di tepi jalan lintas Lahat-Pagaralam yang berjarak sekitar 20 km dari Kota Lahat.
Di desa ini setiap tahun di bulan Mei selalu disesaki masyarakat Lahat yang berbondong-bondong untuk menyaksikan event tahunan Lomba Rakit dan Berayutan. Ketika event tahunan ini digelar, masyarakat dari segala penjuru Lahat berdatangan untuk melihat langsung perlombaan rakit dan berayutan  menyusuri sungai Lematang yang merupakan sungai terbesar di Kabupaten Lahat. Sungai yang kaya akan hasil batu, pasir dan ikannya ini telah dijadikan masyarakat Lahat yang tinggal di sepanjang sungai sebagai sumber kehidupan mereka. Bahkan diyakini sungai ini telah dimanfaatkan sebagai jalur transportasi/ekonomi sejak masa prasejarah yang berkembang pesat di dataran tinggi Pasemah (Kabupaten Lahat sebelum pemekaran).
Akhir-akhir ini di lokasi start lomba rakit dan berayutan juga dimanfaatkan oleh kelompok penggiat rafting yang ada di Lahat sebagai tempat start  rafting. Hampir setiap minggu lokasi ini selalu dibanjiri penggila rafting yang bukan saja datang dari Lahat bahkan dari luar Lahat. Olahraga rafting yang telah menjadi salah satu wisata air di sungai kebanggaan masyarakat Lahat saat ini sedang digandrungi berbagai lapisan masyarakat bahkan pejabat di Kabupaten Lahat. Tentu hal ini akan mengairahkan hidupnya wisata di sungai Lematang.
Dibalik semua event yang diadakan di Desa Tanjung Mulak, tidak banyak masyarakat Kabupaten Lahat yang mengetahui potensi lainnya yang terdapat di Desa Tanjung Mulak. Desa yang secara geografis terletak di tepi  sungai dan di kaki bukit ini menyimpang sejuta pesona alam dan budaya yang tinggi.
“Bisa saja kita pakai sepeda motor lewat jalan ini, sepanjang jalan dari desa sampai kebun kami di seberang sungai Mulak sudah di semen” begitu Dahlan melanjutkan ceritanya. “ Kalau kamu berani pakai sepeda motor menyeberangi jembatan gantung ini perjalanan kita lebih cepat” kata Dahlan ketika kami menyeberangi jembatan gantung beralas papan-papan kayu yang diikatkan pada 2 seling kawat baja dan diperkuat dengan 2 seling kawat baja lainnya dibagian atas. Jembatan gantung dengan lebar sekitar 1 m dan panjang 100 m sempat bergoyang-goyang ketika kami berada di tengah jembatan. Untuk yang belum pernah menyeberangi jembatan gantung seperti ini dibutuhkan nyali yang besar, kalau tidak bisa berjalan merayap bak seorang bayi yang baru belajar merangkak.
Setelah melewati jembatan gantung sungai Mulak  yang bermuara ke sungai Lematang, perjalanan mulai menanjak. Dan baru 5 menit meninggalkan jembatan gantung kami berhenti sejenak untuk melepas lelah karena satu diantara kami sudah kelelahan. Tak berapa lama kemudian pejalanan kami lanjutkan melewati jalan setapak yang menanjak dan sedikit berliku. Sepanjang jalan ini berupa semak belukar dan tak terlihat perkebunan penduduk. Kami menjumpai perkebunan kopi atau karet setelah kami berada di daerah yang sedikit datar.
Dan untuk kedua kalinya kami berhenti lagi melepas lelah tepat di bawah rindangnya   pohon-pohon karet yang sudah mulai dipanen getahnya. Kami baru menempuh setengah perjalanan dari total perjalanan yang harus kami tempuh. Sambil duduk di bawah pohon karet kawan-kawanku membuka botol air mineral untuk membasahi tenggorokan  dan menambah sedikit energi untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.
Merasa cukup melepas lelah kami teruskan perjalanan menyusuri jalan setapak dengan kebun karet dan kopi nan hijau di sepanjang jalan. Suara merdu burung-burung bernyanyi menghibur indahnya perjalananan. Jalan yang kami lalui berupa dataran kebun kopi dan karet di ketinggian 294 mdpl dibagian utara sungai Lematang. Daerah ini merupakan perbatasan kecamatan Pulau Pinang dan Pagar Gunung.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit kami memasuki perkebunan kopi milik Jalal. Ditengah kebun milik Jalal dengan luas sekitar 1 ha terdapat sekelompok batu-batu yang mempunyai nilai budaya sangat tinggi. Disini terdapat budaya megalitik berupa arca manusia menunggang kerbau, arca manusia tanpa kepala, batu datar, menhir dan beberapa tetralith yang menyebar di kebun ini. Batu-batu yang berada di situs  ini oleh masyarakat setempat di sebut dengan Batu Beteri.
Dari temuan yang ada dimungkinkan situs Batu Beteri merupakan sebuah kampung megalitik. Dari berbagai artikel belum pernah menyebutkan adanya tinggalan megalitik di daerah ini, maka suatu kebanggaan tersendiri dapat menemukan kembali tinggalan budaya yang jauh tersembunyi. Menurut penuturan Dahlan yang memandu perjalanan kami memang belum ada orang luar yang berkunjung kesini. “Masyarakat desa sini saja sangat jarang yang pernah melihat tinggalan megalitik ini, apalagi orang luar” demikian yang disampaikan Dahlan.
Memang masih banyak tinggalan prasejarah berupa bangunan megalitik di Kabupaten Lahat yang belum diketahui masyarakat luas. Semoga dengan telah ditemukannya kembali tinggalan megalitik di Desa Tanjung Mulak Kecamatan Pulau Pinang akan mendapat respon positif dari semua pihak yang berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap bangunan megalitik serta dapat juga dijadikan sebagai salah satu aset wisata budaya.
Penemuan ini semakin menguatkan slogan yang telah didengungkan Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata “Panoramic of Lahat” bahwa Kabupaten Lahat merupakan “Bumi Seribu Megalitik”. Dan telah terbukti sampai saat ini di Kabupaten Lahat telah ditemukan ribuan megalitik di 41 situs yang tersebar di beberapa kecamatan. Hal ini membuktikan bahwa pada masa prasejarah masyarakat Lahat telah mengenal kebudayaan yang tinggi. Suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Lahat dan semoga kebanggaan ini dibarengi dengan upaya pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya sebagai tujuan wisata yang berdampak positif bagi peningkatan perekonomian masyarakat di sekitarnya dan pendapatan daerah berupa pajak dan distrubusi. (By Mario,Traveler ke 200 kota wisata dunia).

Dimuat di koran Lahat Pos tanggal 11 Januari 2013

0 komentar:

Posting Komentar