Jumat, 12 April 2013

Pesona Ayek Liem


By Mario Andramartik
Traveler ke 200 kota wisata dunia
Suara siaman terdengar bersaut-sautan dikejauhan, burung bernyanyi menyambut pagi nan cerah. Aku sangat menikmati suasana pagi di perkebunan kopi dengan buah kopi yang masih berwarna hijau. Aku berjalan menyusuri rindangnya kebun kopi. Kadang kala aku harus merunduk atau sedikit berbelok untuk menghindari pepohonan kopi yang tumbuh subur di ketinggian 360 mdpl di dataran tinggi Gumay. Sejak pukul 7 pagi aku keluar rumah bersama dua orang sahabatku untuk menelusuri keindahan alam nan tiada tara dibagian barat Kota Lahat.

Beberapa saat setelah melewati perkebunan kopi kemudian jalanan mulai menurun dan kamipun harus menyusuri dan membuka semak belukar. Dari pengamatanku jalan yang kami telusuri sangat jarang di lalui orang, terlihatAsmarudin yang menjadi pemandu kami terpaksa harus mengeluarkan parang dari sarungnya guna membabat semak belukar yang menghalangi perjalanan kami. Jalanan terus menurun dan suara siaman menemani indahnya perjalanan pagi ini. Sesekali juga aku terdengar burung-burung bernyanyi dengan merdunya. Habitat di sekitar sini masih terjaga dengan baik, lereng terjal yang kami lalui ditumbuhi berbagai tumbuhan antara lain bunga bengkai.
Perjalanan seperti ini sudah aku lakukan beberapa tahun terakhir ini untuk menguak keindahan alam yang dianugerahkan sang Pencipta Alam. Aku sangat senang dan bahagia dapat menikmati keindahan alam yang masih sangat alami dan terdapat di daerah kelahiranku. Sebelumnya aku sempat melihat ratusan tempat-tempat indah yang berada di luar daerahku. Aku merasa ada yang kurang. Kalau selama belasan tahun aku melihat ratusan keindahan alam negeri orang mengapa aku tak tahu keindahan tanah kelahiranku sendiri.
Hari ini untuk ke sekian puluh kalinya, aku harus menembus hutan nan asri dan hijau yang sangat jarang di jamah manusia. Jalanan yang menurun tidak banyak menguras tenagaku, sebelum berangkat aku hanya minum secangkir kopi mix kesukaanku yang selalu disajikan istri tercintaku. Seperti biasa aku berbekal sebotol air mineral yang aku minum setelah selesai penjelajahan.
Tiga puluh menit kemudian kami sampai di ayek Liem dengan airnya nan jernih dan bersih. Kamipun menyusuri tepi ayek dengan melintasi rimbunya semak belukar dan memaksa kami untuk turun ke air. Aku sempat terjatuh ketika mengijak rerumputan yang ternyataadalah lubang. Akupun dipaksa untuk meloncat dari satu batu ke batu lainya juga menyeberangi ayek Liem yang berarus cukup deras. Walau dibantu Bidianda sewaktu aku menyeberang, aku sempat terpeleset. Dan kulihat dengkul bagian kanan kakiku terluka, akan tetapi tak aku rasakan. Rintangan seperti ini tak membuatku jerah dan putus asa.
Bidianda terpaksa melepaskan sepatu dan bajunya, meninggalkannya ditepi sungai untuk melanjutkan menyusuri sungai. Dengan sepuntung rokok ditangan dan sesekali menghisapnya Bidianda tetap semangat. Yudha yang telah beberapa kali bersamaku melakukan jelajah alam tak pernah putus asa. Dia sangat antusias bila aku ajak jelajah alam walau harus menembus medan yang sangat berat. Perjalanan kali ini lebih mudah di banding penjelajahan di dua tempat sebelumnya.
Subhallah, begitulah kata-kata pertama yang terucap dari mulutku ketika aku melihat pesona ayek Liem. Air nan putih, jernih dan bersih bah kapas dengan lebar sekitar 5 m jatuh dengan derasnya dan bersuara gemuruh dari ketinggian sekitar 35 m dan membuat butir-butir air sampai kejauhan 40 m.
Asmarudin dan Bidianda telah berada tepat ditengah pulau, Yudha sedang duduk di atas sebuah batu besar berukuran sebesar mobil jeep sambil mencatat data-data yang dianggap perlu. Sedang aku masih sibuk dengan kamera D80ku merekam setiap sudutayek Liem. Tak cukup dengan satu dua jepretan, aku terus berburu mengambil sudut-sudut terindah.
Setelah sekian kali jepretan, aku kembalikan kameraku ke dalam tas kamera dan aku berjalan menuju ke Asmarudin, Bidianda dan Yudha yang telah lebih dulu berada di tengah pulau. Sesampai di sana aku disuguhkan durian yang baru saja dibuka, tapi sayang duriannya masih mentah. Durian ini telah ada di pulau ini terbawa aliran sungai. Kami berempat menikmati durian mentah dan sebungkus roti.
Tepat dihadapan kami tersuguh pesona nan indah “Air Terjun Panjang”.Air terjun berair jernih, bersih dan berarus deras jatuh membentuk sebuah telaga dan mengalir ke arah kanan dan kiri sehingga membentuk sebuah pulau di tengahnya. Menurut Asmarudin dahulunya pulau tempat kami berada berupa aliran ayek Liem akan tetapi karena perubahan alam dan terbentuklah pulau dengan luas sekitar 10 m persegi. Pulau berbatu kerikil tepat berada ditengah ayek Liem dan menghadap ke air terjun.
Setelah beberapa saat menikmati durian mentah  kemudian aku ambil lagi kameraku dan aku arahkan ke air terjun. Aku minta kawan-kawanku untuk berpose ria dengan background air terjun. Beberapa kali aku harus membersihkan lensa kameraku dari titik-titik air yang jatuh dari air terjun.
Setelah merasa puas, kamipun bergegas dan kembali menyusuri tepi sungai. Kami beberapa kali berhenti untuk berpose ria di tepi ayek Liem. Tak terasa telah 2 jam lebih berada di air terjun dan ayek Liem. Lalu kami kembali ke arah jalan balik ke arah pondok. Kami sempat berkali-kali stop untuk sejenak melepas lelah. Sejak keluar dari sungai Liem kami harus menanjaki jalan nan terjal. Aku sempat melihat seekor burung seukuran burung belibis berwarna biru, tapi sayang aku tak berhasil memotretnya. Suaranya masih sangat jelas terdengar sehingga rasa lelahku terobati.
Air terjun Panjang di ayek Liem tepat berada di desa Pulau Pinang kecamatan Pulau Pinang kabupaten Lahat atau berjarak sekitar 20 km dari Lahat. Untuk mencapai air terjun ini tidaklah susah. Dari Lahat ke arah barat atau arah Pagaralam dan ketika sampai di desa Pulau Pinang belok kanan ke arah komplek megalith Tinggi Hari.
Dari simpang ini jalanan mulai menanjak dan berliku. Disebelah kanan jalan bukit dan di sebelah kiri berupa jurang dengan pemandangan sungai Lematang dan persawahan yang menambah indahnya perjalanan. Jalan beraspal yang baru saja diperbaiki menjelang Festival Sriwijaya memudahkan akses menuju ke lokasi ini. Sepuluh menit kemudian terlihat jalan setapak di sebelah kanan dan aku melaju dengan sepeda motorku mengikuti arah yang ditunjukkan. Kami menyusuri jalan setapak yang telah dikeraskan dengan semen oleh masyarakat dari dana PMPN.Jalan setapak ini sangat membantu masyarakat menuju ke kebun-kebun mereka, sehingga mereka dapat mencapai kebun mereka lebih cepat dengan sepeda motor
Untuk menuju air terjun Panjang harus di tempuh dengan berjalan kaki. Maka sepeda motorku, aku titipkan di pondok Asmarudin yang dijaga oleh anaknya sambil menunggu durian jatuh. Dari pondok Asmarudin menuju air terjun dengan berjalan kaki dibutuhkan waktu 40 menit. Sebenarnya bisa di tempuh lebih cepat akan tetapi perjalanan kali ini merupakan perjalanan perintis dimana setiap saat Asmarudin harus menebas semak belukar guna membuka jalan.
Perjalanan kembali ke pondok sempat terhenti beberapa kali karena kami kelelahan dan ketika sampai di pondok segala letih dan lelah terbalaskan dengan sebotol air mineral dan beberapa buah durian yang baru saja jatuh. Durian pertama dibuka, terlihat daging durian berwarna kuning menggoda untuk segera melahapnya. Tak salah, durian pertama sangat enak dan lezat lalu durian kedua,ketiga dan keempat telah kami lahap. Ingin rasanya membuka durian yang kelima tapi hari sudah siang dan kami bergegas menyiapkan diri untuk kembali ke Lahat membawa sejuta kenangan yang tak terlupakan akan pesona ayek Liem dengan air terjun nan indah menggoda mata dan liuk ayek Liem beserta jeram-jeram yang menantang adrenalin.
Air terjun Panjang yang berlokasi tak jauh dari komplek megalith Tinggihari sangat ideal untuk dikembangkan menjadi tujuan obyek wisata yang menjadi satu paket tujuan wisata alam dan wisata budaya megalith. Alam nan asri, hijau, alami dan tanpa polusi sangat menjanjikan untuk didatangi wisatawan bilamana di tata dengan baik dan profesional

5 komentar: