Selasa, 12 April 2016

"TABIR KEAGUNGAN LELUHUR" Jelajah Negeri Mengenal Budaya


Pagi nan cerah menyapa kami sekeluarga dan seakan   mengajak kami untuk menikmati indahnya pagi. Aku dan keluarga telah siap menyapa pagi nan indah untuk melakukan traveling melihat keindahan panorama alam kabupaten Lahat nan asri dan indah di bagian hulu Kota Lahat.
Perjalanan selama 30 menit sangat nyaman, jalanan yang masih sepi dan udara perbukitan yang segar menambah indahnya perjalanan. Tak terasa kami telah memasuki desa Lebuhan. Desa ini sangat asing bagi kami sekelurga. Kami belum pernah memasuki desa ini. Aku mengetahui desa ini dari seorang sahabat yang tinggal di Kota Agung. Mulanya aku bertanya tentang keberadaan situs-situs megalitik yang ada di Kecamatan Kota Agung dan Kecamatan Tanjung Tebat yang dia ketahui dan sabahatku bercerita ada juga bebatuan di desa Lebuhan tapi belum mengetahui secara pasti bentuk dari bebatuan tersebut.
Di awal Mei 2014 di hari libur aku mengajak keluargaku ke desa Lebuhan. Setelah memasuki desa aku terbaca sebuah tulisan Desa Pamsimas Desa Padang Perigi. Sekarang aku baru tahu bahwa desa Lebuhan secara resmi bernama Desa Padang Perigi di Kecamatan Tanjung Tebat Kab.Lahat. Lebuhan sendiri berarti belebuh atau membuat sawah.
Aku bertanya kepada beberapa penduduk desa, apakah di desa ini ada batuan yang berbentuk patung orang atau hewan, lesung atau lumpang atau bentuk lainnya. Seorang ibu menjawab pertanyaanku “ dek katek kalo batu-batu loh itu, ade di sawah kami batu biase”.Lalu seorang bapak menambahkan “ kalo batu-batu bebentuk ade di Penarang (Batu Bute Muara Danau), ade pule di Pagar Alam. Setelah mendengar keterangan dari penduduk aku minta untuk diantarkan ke batu biasa yang disebut ibu tadi. Dengan diantar Firsah seorang anak yang masih duduk di bangku SMA, aku dan keluarga serta keluarga sahabatku yang berasal dari Kota Agung kami menyusuri pematang sawah menuju batu biasa yang di maksud sang ibu di desa tadi.
Aku berjalan pada barisan paling depan bersama Firsah sedang istri dan anak-anakku berada di belakang kami. Setelah berjalan sekitar 500 meter, istri dan anak-anakku tertinggal cukup jauh dan aku katakan kepada mereka kalau tak kuat jangan paksakan, kembali saja ke desa. Aku masih berjalan di bagian depan bersama Firsah sedang  istri dan anak-anakku tertinggal makin jauh. Sekitar 200 meter lagi dari batu yang akan kami datangi, kami sempat berhenti untuk menunggu istri dan anak-anakku, tetapi setelah menuju selama 10 menit dan mereka tidak ada maka kami melanjutkan perjalanan.
Akhirnya Firsah membawaku ke batu yang di masksud ibu di desa sebagai batu biasa.Yach memang hanya sebuah batu berbentuk persegi dan datar di tengah sawah. Batu ini biasa di sebut Batu Datar. Kemudian Firsah membawaku ke batu lainnya. Betapa terkejut, kaget, prihatin dan bangganya aku setelah melihat batu yang berada di depan kami. Sebuah batu dengan lebar sekitar 80 cm tapi ada lekuk-lekuk pada bagian atasnya. Batu ini hanya terlihat 10 cm dari atas tanah. Aku menggelilingi batu ini dan akhirnya aku mengambil kesimpulan bahwa batu ini adalah sebuah arca manusia dengan bagian badan ke bawah tertimbun tanah dan bagian kepala telah lepas, aku bisa lihat dari patahan batu bagian atasnya.
Dan tak lama kemudian seorang ibu menghampiri kami dan mengatakan bahwa batu tersebut adalah sebuah arca manusia sedang bagian kepala telah lepas dan saat ini berada di parit sawah. Aku berjalan menuju lokasi kepala arca akan tetapi aku tidak dapat melihatnya karena telah tertimbun tanah dan di dalam parit. Lalu ibu yang ternyata adalah pemilik lahan,  memperlihat batu lainnya yang berjarak 5 meter dari arca. Di sepanjang parit ada 2 buah batu tapi ibu ini tidak dapat memastikan bentuk dari kedua batu tersebut karena tertutup rerumputan dan tanah.
Ketiga batu ini telah aku dokumenkan dengan kameraku dan aku catat titik koordinat, elevasi dan catatan lainnya. Kemudia ibu ini juga memberi keterangan ada batu lainya di sekitar sawah ini yaitu di perkebunan coklat yang berjarak sekitar 200 meter. Dan akupun menuju perkebunan coklat yang dimaksud. Disini aku bertemu Yustam sang pemilik kebun. Yustam memberi keterangan tentang batu yang ada di kebunnya berupa batu datar. Kemudian kami kembali ke arca semula bersama Yustam. Aku minta kepada Yustam untuk membersihkan batu-batu yang tertimbun rumput dan tanah tersebut.
Setelah sebagian rerumputan dan tanah di angkat dari batu oleh Yustam maka terlihat jelas bahwa batu-batu tersebut Arca Manusia. Aku sangat terkejut dengan penemuan ini dan juga heran mengapa arca ini tidak banyak di ketahui masyarakat desa Lebuhan atau Padang Perigi. Dan juga masyarakat tidak tahu nama atau bentuk arca-arca ini. Aku bertanya lebih lanjut tentang kemungkinan ada temuan lainnya dan Yustam mengatakan bahwa masih ada 1 lagi arca tak jauh dari arca yang sudah terlihat tetapi arca ini masih tertimbun dibawah sawah. Jadi di situs ini ada 4 arca manusia.
Wououo....... sangat menakjubkan ada 4 arca di sebuah  situs. Tak sia-sia setelah berjalan di terik mentari dan menyusuri pematang sawah aku dapat melihat tinggalan budaya leluhur yang sangat berharga dan tinggi nilai-nilai budaya. Pada kedua arca terlihat bagian lengan atau kaki dengan gelang-gelang seperti pada arca di Tinggi Hari Gumay Ulu, Lahat.
Malam harinya aku menghubungi kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi Bpk Winston Douglas Mambo dan beliau sangat antusias atas temuan ini dan 3 hari kemudian hasil temuan aku email ke beliau dan juga ke Balai Arkeologi Palembang. Lalu 2 minggu kemudian team BPCB Jambi langsung meninjau situs.

Temuan ini merupakan temuan peninggalan masa prasejarah terbaru dan menjadi situs ke 43 di Kabupaten Lahat yang tergabung dalam Megalitik Pasemah. Tidak mengherankan bila Kabupaten Lahat pada tahun 2012 mendapat rekor MURI sebagai Pemilik Situs Terbanyak dan berjuluk Bumi Seribu Megalitik. Hal ini menunjukkan betapa banyaknya tinggalan megalitik di Kabupaten Lahat dan sudah selayaknya dikenal dan dikenalkan kepada seluruh dunia dengan memanfaatkan megalitik sebagai obyek wisata sesuai dengan UU No.11 tahun 2010 Pasal 85 ayat 1, berbunyi “ Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
Megalitik Pasemah telah terkenal di seluruh dunia dan sejak tahun 1850 telah di teliti oleh L. Ullman dan tahun 1932 telah di bukukan oleh Van der Hoop dengan buku berjudul “Megalithic Remain in South Sumatera”. Bahkan pada buku berjudul Indonesia yang di tulis oleh Lonely Planet dan terbit di Australian menyebut bahwa The Pasemah carving are considered to be the best example of prehistoric stone sculpture in Indonesia and fall into two distinct styles. The early style dates from almost 3.000 years ago and features fairly crude figures squatting with hands on knee or arms folded over chest.The best examplesof this type are at a site called Tinggi Hari, 20 km from Lahat, west of the small river town of Pulau Pinang. Jadi kalau masyarakat dunia sudah mengenal Megalitik Pasemah (Lahat, Pagar Alam dan Empat Lawang) bagaimana dengan masyarakat Sumatera Selatan dan Indonesia???
Semoga dengan temuan terbaru ini akan menggugah seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan dan Indonesia untuk semakin mengenal, mencintai, memelihara, melestarikan, mengembangkan, memanfaatkan  dan bangga sebagai bangsa Indonesia yang telah memiliki budaya yang maju pada ribuan tahun lalu.(Mario Andramartik).

0 komentar:

Posting Komentar