Keinginan untuk
mengunjungi situs prasejarah atau sejarah dan potensi atau obyek wisata di
Indonesia selalu ada dalam rencana perjalananku untuk mengenal dan mencintai
kekayaan negeri Nusantara. Dan kali ini aku bersama keluarga kecilku yang
terdiri istri dan kedua anakku Toti dan Juan berhasil menjejakkan kaki di
komplek percandian terbesar di propinsi Sumatera Selatan.
Di pagi hari nan cerah
kami mempersiapkan segala hal untuk perjalanan ke Candi Bumiayu. Dari persiapan
kendaraan, kamera dan perbekalan makan dan minum selama dalam perjalanan.
Sepengetahuan kami perjalanan yang akan kami tempuh sekitar111 km tidak ada
tempat singgah atau rumah makan yang presentatif.
Setelah menempuh
perjalanan 88 km dari Lahat atau 46 km dari Muara Enim di persimpangan jalan
yang dikenal dengan Simpang Belimbing kami berbelok kiri menyusuri jalan beton
yang sudah sedikit rusak bahkan rangka baja banyak yang sudah terlihat,
ditambah lagi beberapa titik berlubang dan berdebu. Lalu kami melintas jembatan
sungai Lematang yang masuk kecamatan Belimbing Kabupaten Muara Enim kemudian
berbelok ke kanan ke arah Bumiayu. Akan tetapi dipersimpangan ini tidak ada
petunjuk jalan maka kami stop untuk bertanya.
Dari Simpang Belimbing
sampai dengan simpang setelah jembatan sungai Lematang berjarak sekitar 8 km.
Dari simpang ini sampai di gerbang Candi Bumiayu berjarak 23 km. Jalan dari
simpang jembatan sungai Lematang sampai di Candi Bumiayu berupa jalan beton
yang mulus hampir tanpa cacat. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 km kami
menemukan pertigaan jalan tanpa tanda petunjuk jalan dan kami berhenti dan
bertanya dengan seorang pengendara sepeda motor. Dan pengendara sepeda motor
ini yang memandu kami sampai di gerbang Candi Bumiayu.
Dalam perjalanan menuju
Candi Bumiayu kami sempat bertanya-tanya karena sepanjang perjalanan kami
melihat tulisan pada berbagai bangunan bertuliskan kecamatan Rambang Dangku
Kabupaten Muara Enim. Dan setelah mendapat penjelasan dari para juru pelihara
Candi Bumiayu maka kami baru tahu bahwa sebelum masuk desa Bumiayu merupakan
wilayah Muara Enim.
Setiba
di komplek Candi 1 Bumiayu kami bertemu seorang juru pelihara dan kami di
arahkan untuk menuju kantor mereka. Tiba di kantor kami diterima dengan suka
cita oleh para juru pelihara yang berjumlah 6 orang. Mereka sangat ramah dan
bersahabat. Yach…. Aku pernah bertemu mereka
pada suatu pertemuan dimana aku di minta menjadi salah satu nara sumber
pada beberapa tahun lalu. Aku sangat senang bisa bertemu kembali dengan mereka
begitu juga mereka. Setelah ngobrol beberapa saat kami sekeluarga di ajak melihat
komplek Candi Bumiayu. Secara umum komplek candi Bumiayu terpelihara dengan
baik dan tidak mengherankan kalau koordinator
juru pelihara situs ini mendapat penghargaan Juru Pelihara Terbaik
Tingkat Nasional tahun 2015.
Pertama
kami menuju Candi 8. Candi 8 terletak di dekat sebuah
danau yang ada di kompleks Candi Bumiayu. Danau tersebut berair di musim hujan
dan sebaliknya akan kering di musim kemarau. Candi 8 mempunyai bentuk persegi
panjang dan merupakan candi induk. Terdapat susuanan bata-bata berhias. Dan di
sebelah Selatan sekitar 12 meter dari Candi Induk terdapat Candi Perwara atau
pendamping yang berbentuk bujur sangkar.
Candi 8 dilakukan pengupasan atau penggalian tanah gundukan pada tahun 1997.
Pada tahun 1996 sd. 1997 dilakukan
pengupasan pada Candi 3 yang berhasil menemukan adanya 1 buah candi induk dan
tiga buah candi perwara yang terletak di sebelah Utara, Timur, dan Selatan
candi induk. Candi Perwara 1 merupakan candi yang ukurannya paling luas
berdenah segi empat. Candi Perwara 2
terletak di sebelah Selatan candi induk. Lokasinya persis di Selatan candi
induk dan sangat dekat. Candi Perwara 3 lokasinya di sebelah Utara dari Candi
Perwara 1. Candi berdenah segi empat. Candi induk mempunyai bentuk unik karena
berdenah segi dua puluh yang terbentuk dari segi empat. Candi 3 ini
dibandingkan dengan candi-candi lainnya diperkirakan yang paling megah
bangunan. Candi induknya berdenah 12 persegi dengan sekeliling bangunan yang
dihiasi dengan ukiran-ukiran mulai dari bagian kaki hingga atap.
Tak jauh dari candi 3 terdapat
bangunan bertiang kayu dan beratap seng dengan pagar kayu setinggi 1 mtr. Di
dalam bangunan ini terdapat banyak seperti arca singa, manusia, fragmen yang
sangat indah. Melihat kondisi tinggalan yang begitu menawan dan bernilai karya
sangat tinggi teronggok di bangunan yang sangat sederhana dan sangat tidak aman
dari berbagai gangguan atau potensi pencurian sangat tinggi maka ada rasa
miris, kasihan dan prihatin. Seharusnya tinggalan seperti ini sudah berada di
sebuah museum yang super bagus dengan pemeliharaan dan pengamanan yang super
ketat.
Kemudian kami menuju ke Candi 2
menyusuri jalan setapak yang terbuat dari bahan tonblok yang tertata rapi tapi
sayang di tepi jalan setapak dipasang kawat berduri. Hal ini sangat tidak aman
dan dapat membahayakan pengunjung terutama anak-anak. Kalau tujuannya agar tidak
ada pengendara motor yang masuk maka dipintu masuk di pasang pemberitahuan
kendaraan di larang masuk dan di pasang pagar yang tidak dapat ditembus oleh
pengendara motor. Sebelum tiba di Candi 2 kami singgah di sebuah bangunan kayu
seperti gudang. Bangunan ini berfungsi untuk menyimpang beberapa tinggalan
berupa arca dan fragmen lainnya.
Candi 2 terletak di sebelah Barat
Candi 1 atau di sebelah Utara Candi 3. Jarak antara Candi 1 ke Candi 2 dan
antara Candi 2 dan Candi 3 hampir sama sekitar 500 mtr. Candi 2 merupakan
sebuah kompleks bangunan candi yang terdiri dari sebuah candi induk berbentuk
persegi empat , empat struktur bata mempunyai bentuk dan ukuran empat persegi
panjang, dan sebuah candi perwara. Di kompleks Candi 2 ini didapatkan empat
buah struktur bata yang tidak terdapat di candi lain. Candi induk merupakan
bangunan yang telah dilakukan pengupasan pada tahun 2000. Pemugarannya
dilakukan pada tahun 2002 dan 2003. Sedangkan pencungkupannya pada tahun 2004.
Selanjutnya kami berjalan kaki
menyusuri jalan beton dan melintasi perumahan penduduk menuju Candi 1 dan 7. Candi
1 dan 7 Bumiayu terletak di sebelah barat Sungai Piabung. Candi ini yang
pertama akan terlihat ketika memasuki kompleks percandian Bumiayu di sebelah
kanan jalan. Kompleks candi 1 terdiri dari satu buah candi induk dan tiga buah
candi perwara.
Candi induk merupakan bangunan yang
telah dipugar dan dicungkup pada tahun 1993 dan 1996. Bentuk bangunan berdenah empat persegi panjang
dengan arah hadap candi ke arah Timur. Candi Perwara berjumlah tiga buah yang
terletak di sebelah Timur candi induk. Candi Perwara 1 terletak di sebelah
Utara. Bangunan berupa reruntuhan bata yang menyisakan lapisan bata. Candi
Perwara ini dalam kondisi yang paling baik dibandingkan dengan candi perwara
lainnya. Candi perwara 2 terletak di tengah dan merupakan reruntuhan bangunan
kedua yang kondisinya masih cukup baik. Candi Perwara 3 terletak di sebelah
Selatan dan merupakan reruntuhan bata yang mengalami kerusakan paling parah.
Bata-batanya telah banyak yang hilang. Namun berdasarkan sisa-sisa struktur
yang ada diperkirakan bentuk bangunannya sama dengan bangunan lainnya. Candi 4
terletak sekitar 10 meter di sebelah Timur Candi Perwara dengan posisi sejajar
dengan candi perwara II yang berada di tengah. Candi ini diperkirakan berdenah
empat persegi panjang.
Candi 7 terletak di sebelah Timut
Laut Candi 1 dengan jarak 20 meter. Dari keletakannya sebetulnya Candi 7 ini
masih bagian dari candi-candi yang berada di Candi 1. Pada mulanya Candi 7
merupakan gundukan tanah setinggi sekitar 1 meter. Pada tahun 2002 dilakukan ekskavasi
dan berhasil menemukan struktur bata yang memanjang dengan orientasi
barat-timur. Candi 7 berdenah dasar
empat persegi panjang dengan bentuk tidak lazim karena bagian tengahnya kosong
atau tidak ada bata-bata isian. Selain itu di bagian dalam terdapat susunan
bata yang membentuk lingkaran.
Di komplek Candi 1 dan 7 terdapat
sebuah bangunan berdinding kayu dan berjendela kaca. Di dalam bangunan ini
tersimpang berbagai temuan berupa arca/patung dan fragmen. Arca pertama di
dekat pintu masuk berupa arca babi dengan bahan tanah warna putih lalu arca
singa berbahan tanah merah, berbagai arca manusia dan yang menarik arca seekor
gajah ditunggangi seorang manusia kerdil dan paling atas seekor singa. Arca ini
berbahan tanah warna merah hitam. Gedung inipun tidak layak untuk menyimpang
tinggalan sejarah yang sangat tinggi nilai karya budayanya. Semua tinggalan
disini disimpan dengan sangat tidak aman dan rawan pencurian.
Di luar komplek Candi 1 dan 7 sedang dalam proses
pembebasan lahan yang disinyalir merupakan komplek candi. Dan nantikan setelah
dilakukan eskavasi maka komplek candi Bumiayu akan bertambah menjadi 12 candi.
Kompleks Candi Bumiayu terletak di Desa Bumiayu, Kecamatan
Tanah Abang, Kabupaten PALI, Propinsi Sumatera Selatan
yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Muara Enim.. Desa Bumiayu berbatasan dengan
Desa Tanah Abang Selatan di sebelah Utara, Desa Kemala di sebelah Timur, Desa
Siku di sebelah Selatan dan Desa Pantadewa di sebelah Barat.
Kompleks Candi Bumiayu memiliki 10
(sepuluh) gundukan tanah yang diduga berisi struktur bata sisa bangunan kuno.
Dari 10 (sepuluh) gundukan tanah tersebut 4 (empat) diantaranya berukuran cukup
besar, yaitu gundukan Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan Candi 8. Kawasan situs
dialiri oleh Sungai Lematang di sebelah Timur dan dikelilingi oleh
sungai-sungai kecil, yaitu: Sungai Piabung, Sungai Lebak Jambu, Sungai Lebak
Tolib, Sungai Lebak Panjang, Sungai Lebak Siku dan Sungai Siku Kecil.
Keseluruhan sungai-sungai tersebut saling berhubungan membentuk parit yang
mengelilingi kompleks percandian Bumiayu dan melalui Sungai Siku bermuara di
Sungai Lematang.
Situs Bumiayu pertama kali
dilaporkan oleh E.P Tombrink pada tahun 1864 dalam Hindoe Monumenten in de
Bovenlanden van Palembang. Dalam kunjungannya di daerah Lematang Ulu dilaporkan
adanya peninggalan-peninggalan Hindu berupa arca dari trasit berjumlah 26 buah,
, sedang di daerah Lematang Ilir ditemukan runtuhan candi dekat Dusun Tanah
Abang, dan sebuah relief burung kakatua yang sekarang disimpan di Museum
Nasional. Kemudian pada tahun 1904 seorang kontrolir Belanda bernama A.J Knaap
melaporkan bahwa di wilayah Lematang ditemukan sebuah runtuhan bangunan bata
setinggi 1,75 meter, dan dari informasi yang diperoleh bahwa reruntuhan
tersebut merupakan bekas keraton Gedebong-Undang. JLA Brandes juga melakukan
penelitian pada tahun yang sama.Di dalam majalah Oudheidkundig Verslag, FDK.
Bosch menyebutkan bahwa di Tanah Abang ditemukan sudut bangunan dengan hiasan
makhluk ghana dari terrakota, sebuah kemuncak bangunan berbentuk seperti
lingga, antefiks, dan sebuah arca tanpa kepala. Tahun 1923 Westenenk melakukan
hal yang sama. Pada tahun 1936 F.M. Schnitger telah menemukan tiga buah
runtuhan bangunan bata, pecahan arca Siwa, dua buah kepala Kala, pecahan arca
singa dan sejumlah bata berhias burung. Artefak-artefak yang dibawa Schnitger
itu sekarang disimpan di Museum Badaruddin II, Palembang
Penelitian yang dilakukan oleh
bangsa Indonesia baru dilaksanakan pada tahun 1973 oleh Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional bekerja sama dengan Universitas Pennsylvania. Pada
penelitian tersebut ditemukan tiga buah runtuhan bangunan yang dibuat dari batu
bata. Kemudian pada tahun 1976 dilakukan survei dan berhasil menemukan tiga
buah runtuhan bangunan. Penelitian secara intensif dilakukan oleh Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 1990 yang bekerja sama dengan Ecole
Francaise d’Extreme Orient (EFEO). Kemudian penelitian dilanjutkan pada tahun
1991 dengan melakukan pemetaan menyeluruh di kompleks Percandian Bumiayu, serta
penelitian biologi dan geologi. Dari hasil penelitian tahap I ini dapat
diketahui bahwa situs tersebut dikelilingi parit yang berhubungan dengan sungai
Lematang. Sedang dari hasil pengamatan geologi dilaporkan bahwa lokasi kompleks
percandian yang terletak di kelokan sungai Lematang ini dalam jangka waktu 20
tahun dikhawatirkan bangunan candinya akan terbawa arus sungai.
Atas kondisi yang ada Candi Bumiayu
masih sangat perlu dilakukan pembangunan museum yang layak untuk benda-benda
yang sangat bersejarah, petunjuk arah menuju situs agar dapat dijangkau lebih
mudah, penataan taman di lokasi situs, lahan parkir yang memakai, pusat
informasi bagi pengunjung situs, sarana toilet dan tempat sampah yang memakai,
tempat makan dan minum yang representative dan promosi yang gencar baik oleh
Pemkab.PALI maupun Pemprop.Sumsel khususnya Dinas Pariwisata.
Situs Candi Bumiayu harus dikenalkan
kepada seluruh masyarakat Sumsel khususnya dan Indonesia pada umumnya. Saat ini
keberadaan Candi Bumiayu tidak banyak diketahui masyarakat, khususnya
masyarakat Sumatera Selatan.
Bilamana Candi Bumiayu dikelola
secara profesional dan dijadikan salah satu destinasi wisata di Sumatera
Selatan maka bukan hal mustahil Candi Bumiayu yang merupakan komplek candi
terbesar di Sumatera Selatan akan menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan
disamping destinasi lainnya seperti Megalit Lahat, Gunung Dempo Pagaralam,
Danau Ranau OKUS, Air Terjun Bedegung Muara Enim. Jadikan Sumatera Selatan
destinasi wisata Nusantara.(Mario Andramartik).
0 komentar:
Posting Komentar