Jumat, 05 Agustus 2016

"CANDI DI TEPI SUNGAI LEMATANG" Jelajah Negeri Mengenal Budaya


Keinginan untuk mengunjungi situs prasejarah atau sejarah dan potensi atau obyek wisata di Indonesia selalu ada dalam rencana perjalananku untuk mengenal dan mencintai kekayaan negeri Nusantara. Dan kali ini aku bersama keluarga kecilku yang terdiri istri dan kedua anakku Toti dan Juan berhasil menjejakkan kaki di komplek percandian terbesar di propinsi Sumatera Selatan.
Di pagi hari nan cerah kami mempersiapkan segala hal untuk perjalanan ke Candi Bumiayu. Dari persiapan kendaraan, kamera dan perbekalan makan dan minum selama dalam perjalanan. Sepengetahuan kami perjalanan yang akan kami tempuh sekitar111 km tidak ada tempat singgah atau rumah makan yang presentatif.
Setelah menempuh perjalanan 88 km dari Lahat atau 46 km dari Muara Enim di persimpangan jalan yang dikenal dengan Simpang Belimbing kami berbelok kiri menyusuri jalan beton yang sudah sedikit rusak bahkan rangka baja banyak yang sudah terlihat, ditambah lagi beberapa titik berlubang dan berdebu. Lalu kami melintas jembatan sungai Lematang yang masuk kecamatan Belimbing Kabupaten Muara Enim kemudian berbelok ke kanan ke arah Bumiayu. Akan tetapi dipersimpangan ini tidak ada petunjuk jalan maka kami stop untuk bertanya.
Dari Simpang Belimbing sampai dengan simpang setelah jembatan sungai Lematang berjarak sekitar 8 km. Dari simpang ini sampai di gerbang Candi Bumiayu berjarak 23 km. Jalan dari simpang jembatan sungai Lematang sampai di Candi Bumiayu berupa jalan beton yang mulus hampir tanpa cacat. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 km kami menemukan pertigaan jalan tanpa tanda petunjuk jalan dan kami berhenti dan bertanya dengan seorang pengendara sepeda motor. Dan pengendara sepeda motor ini yang memandu kami sampai di gerbang Candi Bumiayu.
Dalam perjalanan menuju Candi Bumiayu kami sempat bertanya-tanya karena sepanjang perjalanan kami melihat tulisan pada berbagai bangunan bertuliskan kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim. Dan setelah mendapat penjelasan dari para juru pelihara Candi Bumiayu maka kami baru tahu bahwa sebelum masuk desa Bumiayu merupakan wilayah Muara Enim.
Setiba di komplek Candi 1 Bumiayu kami bertemu seorang juru pelihara dan kami di arahkan untuk menuju kantor mereka. Tiba di kantor kami diterima dengan suka cita oleh para juru pelihara yang berjumlah 6 orang. Mereka sangat ramah dan bersahabat. Yach…. Aku pernah bertemu mereka  pada suatu pertemuan dimana aku di minta menjadi salah satu nara sumber pada beberapa tahun lalu. Aku sangat senang bisa bertemu kembali dengan mereka begitu juga mereka. Setelah ngobrol beberapa saat kami sekeluarga di ajak melihat komplek Candi Bumiayu. Secara umum komplek candi Bumiayu terpelihara dengan baik dan tidak mengherankan kalau koordinator  juru pelihara situs ini mendapat penghargaan Juru Pelihara Terbaik Tingkat Nasional tahun 2015.
Pertama kami menuju Candi 8. Candi 8 terletak di dekat sebuah danau yang ada di kompleks Candi Bumiayu. Danau tersebut berair di musim hujan dan sebaliknya akan kering di musim kemarau. Candi 8 mempunyai bentuk persegi panjang dan merupakan candi induk. Terdapat susuanan bata-bata berhias. Dan di sebelah Selatan sekitar 12 meter dari Candi Induk terdapat Candi Perwara atau pendamping  yang berbentuk bujur sangkar. Candi 8 dilakukan pengupasan atau penggalian tanah gundukan pada tahun 1997.

Pada tahun 1996 sd. 1997 dilakukan pengupasan pada Candi 3 yang berhasil menemukan adanya 1 buah candi induk dan tiga buah candi perwara yang terletak di sebelah Utara, Timur, dan Selatan candi induk. Candi Perwara 1 merupakan candi yang ukurannya paling luas berdenah segi empat.  Candi Perwara 2 terletak di sebelah Selatan candi induk. Lokasinya persis di Selatan candi induk dan sangat dekat. Candi Perwara 3 lokasinya di sebelah Utara dari Candi Perwara 1. Candi berdenah segi empat. Candi induk mempunyai bentuk unik karena berdenah segi dua puluh yang terbentuk dari segi empat. Candi 3 ini dibandingkan dengan candi-candi lainnya diperkirakan yang paling megah bangunan. Candi induknya berdenah 12 persegi dengan sekeliling bangunan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran mulai dari bagian kaki hingga atap.
Tak jauh dari candi 3 terdapat bangunan bertiang kayu dan beratap seng dengan pagar kayu setinggi 1 mtr. Di dalam bangunan ini terdapat banyak seperti arca singa, manusia, fragmen yang sangat indah. Melihat kondisi tinggalan yang begitu menawan dan bernilai karya sangat tinggi teronggok di bangunan yang sangat sederhana dan sangat tidak aman dari berbagai gangguan atau potensi pencurian sangat tinggi maka ada rasa miris, kasihan dan prihatin. Seharusnya tinggalan seperti ini sudah berada di sebuah museum yang super bagus dengan pemeliharaan dan pengamanan yang super ketat.

Kemudian kami menuju ke Candi 2 menyusuri jalan setapak yang terbuat dari bahan tonblok yang tertata rapi tapi sayang di tepi jalan setapak dipasang kawat berduri. Hal ini sangat tidak aman dan dapat membahayakan pengunjung terutama anak-anak. Kalau tujuannya agar tidak ada pengendara motor yang masuk maka dipintu masuk di pasang pemberitahuan kendaraan di larang masuk dan di pasang pagar yang tidak dapat ditembus oleh pengendara motor. Sebelum tiba di Candi 2 kami singgah di sebuah bangunan kayu seperti gudang. Bangunan ini berfungsi untuk menyimpang beberapa tinggalan berupa arca dan fragmen lainnya.

Candi 2 terletak di sebelah Barat Candi 1 atau di sebelah Utara Candi 3. Jarak antara Candi 1 ke Candi 2 dan antara Candi 2 dan Candi 3 hampir sama sekitar 500 mtr. Candi 2 merupakan sebuah kompleks bangunan candi yang terdiri dari sebuah candi induk berbentuk persegi empat , empat struktur bata mempunyai bentuk dan ukuran empat persegi panjang, dan sebuah candi perwara. Di kompleks Candi 2 ini didapatkan empat buah struktur bata yang tidak terdapat di candi lain. Candi induk merupakan bangunan yang telah dilakukan pengupasan pada tahun 2000. Pemugarannya dilakukan pada tahun 2002 dan 2003. Sedangkan pencungkupannya pada tahun 2004.

Selanjutnya kami berjalan kaki menyusuri jalan beton dan melintasi perumahan penduduk menuju Candi 1 dan 7. Candi 1 dan 7 Bumiayu terletak di sebelah barat Sungai Piabung. Candi ini yang pertama akan terlihat ketika memasuki kompleks percandian Bumiayu di sebelah kanan jalan. Kompleks candi 1 terdiri dari satu buah candi induk dan tiga buah candi perwara.
Candi induk merupakan bangunan yang telah dipugar dan dicungkup pada tahun 1993 dan 1996.  Bentuk bangunan berdenah empat persegi panjang dengan arah hadap candi ke arah Timur. Candi Perwara berjumlah tiga buah yang terletak di sebelah Timur candi induk. Candi Perwara 1 terletak di sebelah Utara. Bangunan berupa reruntuhan bata yang menyisakan lapisan bata. Candi Perwara ini dalam kondisi yang paling baik dibandingkan dengan candi perwara lainnya. Candi perwara 2 terletak di tengah dan merupakan reruntuhan bangunan kedua yang kondisinya masih cukup baik. Candi Perwara 3 terletak di sebelah Selatan dan merupakan reruntuhan bata yang mengalami kerusakan paling parah. Bata-batanya telah banyak yang hilang. Namun berdasarkan sisa-sisa struktur yang ada diperkirakan bentuk bangunannya sama dengan bangunan lainnya. Candi 4 terletak sekitar 10 meter di sebelah Timur Candi Perwara dengan posisi sejajar dengan candi perwara II yang berada di tengah. Candi ini diperkirakan berdenah empat persegi panjang.
Candi 7 terletak di sebelah Timut Laut Candi 1 dengan jarak 20 meter. Dari keletakannya sebetulnya Candi 7 ini masih bagian dari candi-candi yang berada di Candi 1. Pada mulanya Candi 7 merupakan gundukan tanah setinggi sekitar 1 meter. Pada tahun 2002 dilakukan ekskavasi dan berhasil menemukan struktur bata yang memanjang dengan orientasi barat-timur.  Candi 7 berdenah dasar empat persegi panjang dengan bentuk tidak lazim karena bagian tengahnya kosong atau tidak ada bata-bata isian. Selain itu di bagian dalam terdapat susunan bata yang membentuk lingkaran.
Di komplek Candi 1 dan 7 terdapat sebuah bangunan berdinding kayu dan berjendela kaca. Di dalam bangunan ini tersimpang berbagai temuan berupa arca/patung dan fragmen. Arca pertama di dekat pintu masuk berupa arca babi dengan bahan tanah warna putih lalu arca singa berbahan tanah merah, berbagai arca manusia dan yang menarik arca seekor gajah ditunggangi seorang manusia kerdil dan paling atas seekor singa. Arca ini berbahan tanah warna merah hitam. Gedung inipun tidak layak untuk menyimpang tinggalan sejarah yang sangat tinggi nilai karya budayanya. Semua tinggalan disini disimpan dengan sangat tidak aman dan rawan pencurian.
Di luar  komplek Candi 1 dan 7 sedang dalam proses pembebasan lahan yang disinyalir merupakan komplek candi. Dan nantikan setelah dilakukan eskavasi maka komplek candi Bumiayu akan bertambah menjadi 12 candi.
Kompleks Candi Bumiayu terletak di Desa Bumiayu, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten PALI, Propinsi Sumatera Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Muara Enim.. Desa Bumiayu berbatasan dengan Desa Tanah Abang Selatan di sebelah Utara, Desa Kemala di sebelah Timur, Desa Siku di sebelah Selatan dan Desa Pantadewa di sebelah Barat.
Kompleks Candi Bumiayu memiliki 10 (sepuluh) gundukan tanah yang diduga berisi struktur bata sisa bangunan kuno. Dari 10 (sepuluh) gundukan tanah tersebut 4 (empat) diantaranya berukuran cukup besar, yaitu gundukan Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan Candi 8. Kawasan situs dialiri oleh Sungai Lematang di sebelah Timur dan dikelilingi oleh sungai-sungai kecil, yaitu: Sungai Piabung, Sungai Lebak Jambu, Sungai Lebak Tolib, Sungai Lebak Panjang, Sungai Lebak Siku dan Sungai Siku Kecil. Keseluruhan sungai-sungai tersebut saling berhubungan membentuk parit yang mengelilingi kompleks percandian Bumiayu dan melalui Sungai Siku bermuara di Sungai Lematang.
Situs Bumiayu pertama kali dilaporkan oleh E.P Tombrink pada tahun 1864 dalam Hindoe Monumenten in de Bovenlanden van Palembang. Dalam kunjungannya di daerah Lematang Ulu dilaporkan adanya peninggalan-peninggalan Hindu berupa arca dari trasit berjumlah 26 buah, , sedang di daerah Lematang Ilir ditemukan runtuhan candi dekat Dusun Tanah Abang, dan sebuah relief burung kakatua yang sekarang disimpan di Museum Nasional. Kemudian pada tahun 1904 seorang kontrolir Belanda bernama A.J Knaap melaporkan bahwa di wilayah Lematang ditemukan sebuah runtuhan bangunan bata setinggi 1,75 meter, dan dari informasi yang diperoleh bahwa reruntuhan tersebut merupakan bekas keraton Gedebong-Undang. JLA Brandes juga melakukan penelitian pada tahun yang sama.Di dalam majalah Oudheidkundig Verslag, FDK. Bosch menyebutkan bahwa di Tanah Abang ditemukan sudut bangunan dengan hiasan makhluk ghana dari terrakota, sebuah kemuncak bangunan berbentuk seperti lingga, antefiks, dan sebuah arca tanpa kepala. Tahun 1923 Westenenk melakukan hal yang sama. Pada tahun 1936 F.M. Schnitger telah menemukan tiga buah runtuhan bangunan bata, pecahan arca Siwa, dua buah kepala Kala, pecahan arca singa dan sejumlah bata berhias burung. Artefak-artefak yang dibawa Schnitger itu sekarang disimpan di Museum Badaruddin II, Palembang
Penelitian yang dilakukan oleh bangsa Indonesia baru dilaksanakan pada tahun 1973 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerja sama dengan Universitas Pennsylvania. Pada penelitian tersebut ditemukan tiga buah runtuhan bangunan yang dibuat dari batu bata. Kemudian pada tahun 1976 dilakukan survei dan berhasil menemukan tiga buah runtuhan bangunan. Penelitian secara intensif dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 1990 yang bekerja sama dengan Ecole Francaise d’Extreme Orient (EFEO). Kemudian penelitian dilanjutkan pada tahun 1991 dengan melakukan pemetaan menyeluruh di kompleks Percandian Bumiayu, serta penelitian biologi dan geologi. Dari hasil penelitian tahap I ini dapat diketahui bahwa situs tersebut dikelilingi parit yang berhubungan dengan sungai Lematang. Sedang dari hasil pengamatan geologi dilaporkan bahwa lokasi kompleks percandian yang terletak di kelokan sungai Lematang ini dalam jangka waktu 20 tahun dikhawatirkan bangunan candinya akan terbawa arus sungai.

Atas kondisi yang ada Candi Bumiayu masih sangat perlu dilakukan pembangunan museum yang layak untuk benda-benda yang sangat bersejarah, petunjuk arah menuju situs agar dapat dijangkau lebih mudah, penataan taman di lokasi situs, lahan parkir yang memakai, pusat informasi bagi pengunjung situs, sarana toilet dan tempat sampah yang memakai, tempat makan dan minum yang representative dan promosi yang gencar baik oleh Pemkab.PALI maupun Pemprop.Sumsel khususnya Dinas Pariwisata.
Situs Candi Bumiayu harus dikenalkan kepada seluruh masyarakat Sumsel khususnya dan Indonesia pada umumnya. Saat ini keberadaan Candi Bumiayu tidak banyak diketahui masyarakat, khususnya masyarakat Sumatera Selatan.

Bilamana Candi Bumiayu dikelola secara profesional dan dijadikan salah satu destinasi wisata di Sumatera Selatan maka bukan hal mustahil Candi Bumiayu yang merupakan komplek candi terbesar di Sumatera Selatan akan menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan disamping destinasi lainnya seperti Megalit Lahat, Gunung Dempo Pagaralam, Danau Ranau OKUS, Air Terjun Bedegung Muara Enim. Jadikan Sumatera Selatan destinasi wisata Nusantara.(Mario Andramartik).

0 komentar:

Posting Komentar