Jumat, 12 Agustus 2016

"PESONA 7 AIR TERJUN" Jelajah Negeri Mengenal Alam

 
Jam di tanganku sudah menunjukkan jam 12.30 siang, teh manis yang disuguhkan oleh Eva Hartoni Kades Karang Dalam sudah hampir habis, tapi Budi dan Haris belum juga datang. Padahal sudah sekitar 30 menit lalu mereka pergi untuk membeli nasi bungkus sebagai bekal kami di air terjun nanti.

Lima belas menit kemudian mereka datang dengan membawa tas plastik berisi nasi bungkus. Segera aku siapkan peralatan kameraku dan perlengkapan lainnya. Aku pakai sandal gunung, Kades tak pakai alas kaki, Anggut hanya memakai sandal dan Ishak Camat Pulau Pinang memakai sepatu boot begitu juga dengan Budi dan Haris.


Tepat jam 12.50 kami bergerak dari rumah Kades Karang Dalam. Kami menyusuri jalan kebun dari sebelah Selatan desa. Setelah menyeberangi sungai kecil dan 5 menit kemudian sampailah kami di lapangan rumput pinggir desa. Dari sini kami harus menyeberangi sungai kecil tanpa jembatan lalu berjalan menanjak. Jalan yang menanjak ini telah disemen pada tahun 1986 tapi saat ini kondisinya sudah banyak yang rusak dan di musin hujan jalan semen ini licin. Seratus meter kemudian kami harus melalui jalanan tanah yang becek.


Perjalanan ke komplek air terjun Karang Dalam sangat mengasikkan walau kondisi jalan kurang memadai. Perkebunan kopi dengan buahnya yang sudah mulai memerah menandakan hampir matang dan akan siap dipanen, menyegarkan pikiran yang penat. Dan juga suara burung-burung menemani perjalanan kami ke air terjun.


Setelah menempuh perjalanan 50 menit dan kamipun sampai di air terjun Pandak. Namun untuk turun ke air terjun ini kami harus menuruni tebing terjal dengan kemiringan 90 derajat, maka satu persatu kami harus bergelantungan di akar-akar pohon. Sedang jalan turun yang selama ini digunakan tak tanpa lagi.  


Air terjun Pandak sesuai dengan namanya pandak yang berarti pendek dan hanya mempunyai ketinggian 5 mtr. Walaupun pendek air terjun ini cukup indah. Ketika kami berdiri di atas air terjun Pandak  dan menghadap arah Barat maka dengan sangat jelas terlihat air terjun Bidadari. Jarak antara kedua air terjun hanya sekitar 50 mtr. Dan kamipun berjalan menyusuri sungai Asam ke air terjun Bidadari yang sebelumnya pernah dijadikan syuting film Si Pahit Lidah. Air terjun ini awalnya bernama air terjun Lebah Lawang dan setelah syuting film dimana ada adegan para bidadari berenang di lubuk air terjun ini maka sejak saat itu air terjun ini disebut air terjun Bidadari.


Sejenak kami menikmati air terjun Bidadari dan perut kami sudah tak bisa lagi diajak kompromi. Kemudian segera kami melahap nasi bungkus yang telah dibeli oleh Budi dan Haris. Kami makan sangat lahapnya ditepi sungai Asam yang berair jernih dengan pemandangan air terjun Bidadari nan elok dan menawan. Tak salah kalau film Si Pahit Lidah mengambil lokasi syuting di air terjun ini.


Setelah puas santap siang dan menikmati keindahan air terjun begitu juga kameraku tak henti-hentinya merekam keindahan air terjun ini. Kamipun berbalik ke air terjun Pandak dan menaiki tebing terjal yang tadi kami lalui, karena tak ada jalan lain.


Kami lalu menyusuri sungai Asam ke arah ilir untuk melihat air terjun Ujan Panas. Perjalanan dari air terjun Pandak ke air terjun Ujan Panas sekitar 10 menit. Kami berhenti di atas air tejun Ujang Panas lalu menuruni tebing terjal dengan kemiringan 90 derajat. Aku dipandu Eva Hartoni untuk menuruni tebing terjal ini. Kami harus bergelantungan di akar-akar pohon untuk bisa sampai di bagian bawah air terjun karena tidak ada jalur lain.  Aku tidak sarankan lewat jalur ini kalau yang bernyali kecil karena sangat beresiko dan berbahaya apalagi bagi wisatawan anak-anak dan wanita.


Air terjun Ujan Panas mempunyai ketinggian 20 mtr dan merupakan air terjun kedua dari arah ilir atau dari arah bawah. Segera kubuka tas kameraku dan kuletakkan diatas tripod. Dan entah berapa kali kameraku menjepret keindahan alam karunia Allah yang diberikan pada masyarakat Karang Dalam. Air terjun ini disebut air terjun Ujan Panas karena di air terjun ini kita akan sering melihat pelangi seperti ketika hujan di siang hari dan ada pelangi.


Sudah 3 air terjun yang telah kami telusuri di aliran sungai Asam dan selanjutnya kami harus menaklukkan air terjun ke-4 yaitu air terjun Sumbing. Disebut air terjun Sumbing karena pada bagian sisinya terdapat celah aliran seperti sumbing.  Celah ini menurut cerita masyarakat setempat merupakan jalan ular naga yang melintasi sungai dan tak jauh dari air terjun ini ke arah ilir terdapat sebuah lubang yang disinyalir tempat berdiamnya ular. Air terjun Sumbing merupakan air terjun pertama dari arah ilir atau air terjun terdekat dari desa yang mempunyai ketinggian 10 mtr.

Jarak air terjun Ujan Panas dengan air terjun Sumbing sekitar 100 mtr. Kami harus menyusuri aliran sungai Asam karena belum ada jalan lain. Sangat beruntung aliran sungai ini tidak dalam dan tidak deras sehingga kami dapat berjalan di atas napal di aliran sungai. Air sungai yang jernih tanpa polusi membuat aku sangat senang menyusuri sungai ini dan tak membuat aku lelah bahkan kegembiraan nan tiada tara yang aku rasakan.

Dari air terjun Sumbing kami kembali ke desa dengan membawa sejuta kenangan indah yang tak terlupakan. Dalam perjalanan kembali ke desa Eva Hartoni bercerita bahwa di atas air terjun Bidadari masih ada 3 air terjun lagi. Akan tetapi hari ini belum dapat dikunjungi mengingat waktu sudah menjelang senja.

Jadi di aliran sungai Asam terdapat 7 air terjun dengan ketinggian, lebar dan keindahan yang berbeda. Dari arah desa atau dari bawah sungai terus ke atas secara berturut-turut air terjun di desa Karang Dalam sebagai berikut yang pertama Air Terjun Sumbing (10 m), kedua Air Terjun Ujan Panas (20 m), ketiga Air terjun Pandak (5 m), keempat Air Terjun Lebah Rawang atau Bidadari (30 m), kelima Air Terjun Terlantang dengan tinggi 15 m dan lebar 15 m (merupakan air terjun terlebar dari ketujuhnya), keenam Air Terjun Sebahak (10 m) dan yang terakhir atau ketujuh Air Terjun Pegadungan dengan tinggi 5 m. Semua air terjun ini mengalir di di satu sungai yaitu sungai Asam yang bermuara ke sungai Lematang.

Sungguh  sangat bersyukur dan bangga sebagai masyarakat Karang Dalam yang mempunyai keindahan alam yang tiada duanya. Dan boleh aku katakan bahwa Karang Dalam akan menjadi kawasan wisata yang diandalkan Kabupaten Lahat dan Sumatra Selatan kelak  kemudian hari.

Selain keindahan ke-7 air terjunnya Karang Dalam juga mempunyai Batu Megalith berupa menhir yang telah berusia 3.000 tahun. Menurut cerita batu ini merupakan cikal bakal desa Karang Dalam yang dibawa dari tanah suci Arab, maka dari itu batu menhir ini disebut juga Batu Haji atau Aji. Dan juga batu menhir ini diyakini ukurannya bertambah dari waktu ke waktu.


Desa Karang Dalam yang berbatasan dengan desa Kuba disebelah Utara, desa Lubuk Sepang di sebelah Selatan, kecamatan Gumay Talang di Barat dan sungai Lematang atau desa Pagar Batu di sebelah Timur juga mempunyai tempat beristirahat dalam perjalanan Lahat - Pagar Alam yang disebut  Jagungan, disini kita bisa melepas lelah dengan duduk santai dan menikmati jagung manis khas Karang Dalam.


Semoga Karang Dalam yang sempat tertidur pulas mulai bangkit untuk mempercantik diri dalam rangka menyambut para tamu yang ingin menikmati keindahan alam Karang Dalam dan keramahan penduduknya.


(By Mario, traveler ke 200 kota wisata dunia).


 


 

0 komentar:

Posting Komentar