Kamis, 04 Januari 2018

"AIR TERJUN 2 TINGKAT NAN MEMIKAT" Jelajah Negeri Mengenal Alam


Keinginan untuk melihat keindahan alam desa Kebun Jati kecamatan Kota Agung  kabupaten Lahat sudah ada sejak pertama kali pada tahun 2010. Ketika itu aku bersama kawan-kawan Panoramic of Lahat mengadakan pameran dan lomba photo. Salah satu peserta lomba photo membawa photo air terjun di desa Kebun Jati. Sudah beberapa kali berencana untuk melihatnya dan keinginan tersebut baru terwujud setelah 7 tahun berlalu.
Di akhir Desember lalu secara tidak sengaja aku bertemu dengan peserta lomba photo yang membawa photo air terjun di desa Kebun Jati, namanya Okta. Lalu kami bercerita dan kami sepakati untuk melihat air terjun di desa Kebun Jati yang tidak lain adalah kampung halaman ibu Okta.
Pukul 08.00 wib kami meninggalkan Kota Lahat menuju desa Kebun Jati kecamatan Kota Agung. Dari Kota Lahat menuju ke arah Pagaralam. Dalam perjalanan kami melihat banyak juga kendaraan bermotor terutama sepeda motor ke arah Pagaralam untuk menikmati libur tahun baru. Sedang kami melakukan jelajah alam ke air terjun. Di km 33 tepatnya di simpang Asam kami belok kiri ke arah Kota Agung sedang kalau belok kanan ke arah Pagaralam. Jalan dari Simpang Asam ke arah Kota Agung beraspal cukup bagus dan sepi  kendaraan. Di desa Sukarami sebelum desa Kota Agung belok ke kanan dan terus mengikuti jalan aspal ini. Setelah perjalanan sekitar 10 km maka akan bertemu desa Kebun Jati.
Setiba di desa Kebun Jati, Okta membawa Bayu dan aku ke rumah neneknya. Okta kemudian memanggil Gito dan Yopi untuk memandu kami menuju ke air terjun. Gito yang asli penduduk Kebun Jati dan tinggal di desa ini sedang Yopi walau penduduk asli Kebun Jati tetapi merantau dan tinggal di pulau Bangka. Yopi sangat antusias untuk ikut karena belum pernah melihat air terjun yang ada di desanya sendiri.
Kami berlima berjalan kaki meninggalkan desa, menyusuri jalan desa yang menghubungkan desa Kebun Jati dengan desa Tanjung Bai kecamatan Tanjung Tebat. Jalan tanah yang sudah mengalami pengerasan ketika jalan ini digunakan perusahaan untuk mobilisasi peralatan ketika pembangunan PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro). Di kanan dan kiri jalan tumbuh pohon kopi milik penduduk. Mayoritas penduduk desa bertani kopi selain bertanam padi dan sedikit karet. Setelah berjalan sekitar 15 menit kami belok ke kiri memasuki area kebun kopi dan 5 menit kemudian kami sudah berada di sungai dengan lebar sekitar 5 meter. Sungai ini bernama sungai Payang yang berair jernih.
Tepat dimana kami berada merupakan puncaknya air terjun. Kami sangat hati-hati karena sedikit saja lengah maka akan berakibat fatal. Aku sempat mengambil beberapa photo begitu juga dengan kawan-kawanku dan tak lupa Bayu mendata ketinggian dan titik coordinate. Posisi dimana kami berdiri cukup tinggi sekitar 694 mdpl.
Lalu kami menyeberangi sungai Payang dan berjalan untuk menuju bagian bawah air terjun. Perjalanan seperti ini pernah kami lakukan ketika pertama kali kami mengunjungi air terjun Lintang di desa Sinjar Bulan kecamatan Gumay Ulu pada tahun 2008 dan air terjun Kunduran di desa Tanjung Mulak kecamatan Pulau Pinang. Perjalanan berikutnya kami harus menuruni tebing terjal dengan kemiringan sekitar 80 derajat. Aku sempat sedikit takut karena tidak ada pepohonan tempat berpegang kecuali rerumputan dan bila kurang hati-hati maka jurang dibawah sudah menunggu. Aku yang berada di belakang Gito beberapa kali memberi peringatan agar semua extra hati-hati menuruni tebing terjal ini. Aku sedikit lambat menuruni tebing ini karena di pundakku ada tas berisi kamera dan perlengkapannya sedang Gito begitu cepatnya menuruni tebing ini bahkan sempat merokok dengan santai menunggu kedatanganku.
Kemudian kami memasuki kawasan yang rindang dengan pepohonan besar yang lebat dan lembab. Gito standby dengan parang di tangan kanannya untuk membersihkan semak belukar untuk kami lintasi dan jalanan terus menurun dengan kemiringan yang sama. Tanah yang kami pijak sedikit basah karena air hempasan dari air terjun. Kami semakin mendekat ke air terjun. Dan setelah menuruni tebing terjal sekitar 30 menit tibalah kami di bawah air terjun pertama. Berulang kali aku mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas keindahan air terjun ciptaanNya  Posisi kami berada tepat di atas air terjun kedua. Kami sangat hati-hati berada di sini.
Walau sedikit lelah dan tegang kami sangat menikmati keindahan air terjun Muara Payang bagian atas. Air terjun dengan airnya yang jernih dan lebat pepohonan disekitarnya membuat sejuk di pandang. Kami banyak memotret dan merekam keindahan karunia Illahi ini.
Tiga puluh menit kemudian kami naik ke jalan semula untuk mencari jalan menuju bagian bawah air terjun kedua. Setelah mendaki sekitar 50 meter lalu kami menuruni tebing dibawah rindangnya pepohonan besar yang jarang di jamah penduduk. Gito sebagai pemandu perjalanan kami berada di barisan paling depan dengan tetap memegang parang untuk membuka jalur perjalanan. Sekitar 10 menit perjalanan kami sudah berada di tepi sungai dan dengan jelas terlihat air terjun Muara Payang bagian bawah dan juga terlihat air terjun bagian atas tetapi hanya terlihat sebagian saja.
Pemandangan di air terjun bagian bawah lebih mempesona selain dapat melihat dua air terjun bagian bawah dan atas juga ada danau di bawah air terjun serta rimbunya pepohonan dan bebatuan besar. Kami lebih lama berada di air terjun bagian bawah karena lokasi lebih luas di banding air terjun bagian atas. Lebih banyak tempat untuk mengambil gambar dan mengexplore keindahan air terjun.
Senang rasanya berada di air terjun nan indah dengan airnya yang jernih, udara yang segar dan suara deburan air yang jatuh membentuk melodi indah sembari menikmati roti dan air mineral yang kami bawa.  Jam di tanganku menunjukkan pukul 13.30 dan kami bergegas meninggalkan air terjun dengan mendaki jalanan yang kami lewati ketika turun tadi. Sepuluh menit kemudian kami berhenti untuk istirahat sebentar dan meneguk air di bawah rindangnya pepohonan besar. Perjalanan menuju kembali ke bagian paling atas air terjun walau harus merayap dengan berpegangan dengan rerumputan dan batu terasa lebih cepat dibanding ketika turun dan setelah aku cek memang benar perjalanan kembali lebih cepat.
Setelah berada di sungai Payang kami membersihkan kaki yang becek, membasuh muka dan menarik nafas lega setelah menjelajah menuruni tebing terjal penuh resiko. Alhamdulillah perjalanan panjang dan menegangkan telah terlewati, selanjutnya kembali ke desa Kebun Jati.
Setika di rumah neneknya Okta, makan siang sudah tersedia yang disiapkan oleh keluarganya Okta. Nasi putih, labu rebus, sambal tempe, telur rebus, kerupuk dan air putih merupakan hidangan siang istimewa yang kami nikmati dengan lahap. Rumah kayu berusia hampir 70 tahun yang sangat terawat dan bersih menambah indahnya suasana makan siang. Setelah makan siang kami disajikan roti dan kopi hitam asli Kebun Jati serta ditemeni ngobrol keluarga yang ramah. Suasana pada hari libur tahun baru ini terasa sangat indah dan berkesan. Terima kasih Okta, Gito, Yopi atas keramahtamahan, bantuan dan kerjasamanya.

Semoga keindahan air terjun Muara Payang akan tersebar di seantero negeri dan kelak menjadi salah satu destinasi pariwisata yang akan membantu peningkatan perekonomian masyarakat setempat.

0 komentar:

Posting Komentar