Keinginan untuk
melihat keindahan alam desa Kebun Jati kecamatan Kota Agung kabupaten Lahat sudah ada sejak pertama kali
pada tahun 2010. Ketika itu aku bersama kawan-kawan Panoramic of Lahat
mengadakan pameran dan lomba photo. Salah satu peserta lomba photo membawa
photo air terjun di desa Kebun Jati. Sudah beberapa kali berencana untuk
melihatnya dan keinginan tersebut baru terwujud setelah 7 tahun berlalu.
Di akhir Desember lalu
secara tidak sengaja aku bertemu dengan peserta lomba photo yang membawa photo
air terjun di desa Kebun Jati, namanya Okta. Lalu kami bercerita dan kami
sepakati untuk melihat air terjun di desa Kebun Jati yang tidak lain adalah
kampung halaman ibu Okta.
Pukul 08.00 wib
kami meninggalkan Kota Lahat menuju desa Kebun Jati kecamatan Kota Agung. Dari
Kota Lahat menuju ke arah Pagaralam. Dalam perjalanan kami melihat banyak juga
kendaraan bermotor terutama sepeda motor ke arah Pagaralam untuk menikmati
libur tahun baru. Sedang kami melakukan jelajah alam ke air terjun. Di km 33
tepatnya di simpang Asam kami belok kiri ke arah Kota Agung sedang kalau belok
kanan ke arah Pagaralam. Jalan dari Simpang Asam ke arah Kota Agung beraspal
cukup bagus dan sepi kendaraan. Di desa
Sukarami sebelum desa Kota Agung belok ke kanan dan terus mengikuti jalan aspal
ini. Setelah perjalanan sekitar 10 km maka akan bertemu desa Kebun Jati.
Setiba di desa
Kebun Jati, Okta membawa Bayu dan aku ke rumah neneknya. Okta kemudian memanggil
Gito dan Yopi untuk memandu kami menuju ke air terjun. Gito yang asli penduduk
Kebun Jati dan tinggal di desa ini sedang Yopi walau penduduk asli Kebun Jati
tetapi merantau dan tinggal di pulau Bangka. Yopi sangat antusias untuk ikut
karena belum pernah melihat air terjun yang ada di desanya sendiri.
Kami berlima
berjalan kaki meninggalkan desa, menyusuri jalan desa yang menghubungkan desa
Kebun Jati dengan desa Tanjung Bai kecamatan Tanjung Tebat. Jalan tanah yang
sudah mengalami pengerasan ketika jalan ini digunakan perusahaan untuk
mobilisasi peralatan ketika pembangunan PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga
Minihidro). Di kanan dan kiri jalan tumbuh pohon kopi milik penduduk. Mayoritas
penduduk desa bertani kopi selain bertanam padi dan sedikit karet. Setelah
berjalan sekitar 15 menit kami belok ke kiri memasuki area kebun kopi dan 5
menit kemudian kami sudah berada di sungai dengan lebar sekitar 5 meter. Sungai
ini bernama sungai Payang yang berair jernih.
Tepat dimana kami
berada merupakan puncaknya air terjun. Kami sangat hati-hati karena sedikit
saja lengah maka akan berakibat fatal. Aku sempat mengambil beberapa photo
begitu juga dengan kawan-kawanku dan tak lupa Bayu mendata ketinggian dan titik
coordinate. Posisi dimana kami berdiri cukup tinggi sekitar 694 mdpl.
Lalu kami
menyeberangi sungai Payang dan berjalan untuk menuju bagian bawah air terjun. Perjalanan
seperti ini pernah kami lakukan ketika pertama kali kami mengunjungi air terjun
Lintang di desa Sinjar Bulan kecamatan Gumay Ulu pada tahun 2008 dan air terjun
Kunduran di desa Tanjung Mulak kecamatan Pulau Pinang. Perjalanan berikutnya
kami harus menuruni tebing terjal dengan kemiringan sekitar 80 derajat. Aku
sempat sedikit takut karena tidak ada pepohonan tempat berpegang kecuali
rerumputan dan bila kurang hati-hati maka jurang dibawah sudah menunggu. Aku
yang berada di belakang Gito beberapa kali memberi peringatan agar semua extra
hati-hati menuruni tebing terjal ini. Aku sedikit lambat menuruni tebing ini
karena di pundakku ada tas berisi kamera dan perlengkapannya sedang Gito begitu
cepatnya menuruni tebing ini bahkan sempat merokok dengan santai menunggu
kedatanganku.
Kemudian kami
memasuki kawasan yang rindang dengan pepohonan besar yang lebat dan lembab.
Gito standby dengan parang di tangan kanannya untuk membersihkan semak belukar
untuk kami lintasi dan jalanan terus menurun dengan kemiringan yang sama. Tanah
yang kami pijak sedikit basah karena air hempasan dari air terjun. Kami semakin
mendekat ke air terjun. Dan setelah menuruni tebing terjal sekitar 30 menit
tibalah kami di bawah air terjun pertama. Berulang kali aku mengucapkan syukur kepada
Allah SWT atas keindahan air terjun ciptaanNya Posisi kami berada tepat di atas air terjun
kedua. Kami sangat hati-hati berada di sini.
Walau sedikit
lelah dan tegang kami sangat menikmati keindahan air terjun Muara Payang bagian
atas. Air terjun dengan airnya yang jernih dan lebat pepohonan disekitarnya membuat
sejuk di pandang. Kami banyak memotret dan merekam keindahan karunia Illahi ini.
Tiga puluh menit
kemudian kami naik ke jalan semula untuk mencari jalan menuju bagian bawah air
terjun kedua. Setelah mendaki sekitar 50 meter lalu kami menuruni tebing
dibawah rindangnya pepohonan besar yang jarang di jamah penduduk. Gito sebagai
pemandu perjalanan kami berada di barisan paling depan dengan tetap memegang
parang untuk membuka jalur perjalanan. Sekitar 10 menit perjalanan kami sudah
berada di tepi sungai dan dengan jelas terlihat air terjun Muara Payang bagian
bawah dan juga terlihat air terjun bagian atas tetapi hanya terlihat sebagian
saja.
Pemandangan di air
terjun bagian bawah lebih mempesona selain dapat melihat dua air terjun bagian
bawah dan atas juga ada danau di bawah air terjun serta rimbunya pepohonan dan
bebatuan besar. Kami lebih lama berada di air terjun bagian bawah karena lokasi
lebih luas di banding air terjun bagian atas. Lebih banyak tempat untuk
mengambil gambar dan mengexplore keindahan air terjun.
Senang rasanya
berada di air terjun nan indah dengan airnya yang jernih, udara yang segar dan
suara deburan air yang jatuh membentuk melodi indah sembari menikmati roti dan
air mineral yang kami bawa. Jam di
tanganku menunjukkan pukul 13.30 dan kami bergegas meninggalkan air terjun
dengan mendaki jalanan yang kami lewati ketika turun tadi. Sepuluh menit
kemudian kami berhenti untuk istirahat sebentar dan meneguk air di bawah
rindangnya pepohonan besar. Perjalanan menuju kembali ke bagian paling atas air
terjun walau harus merayap dengan berpegangan dengan rerumputan dan batu terasa
lebih cepat dibanding ketika turun dan setelah aku cek memang benar perjalanan
kembali lebih cepat.
Setelah berada di
sungai Payang kami membersihkan kaki yang becek, membasuh muka dan menarik
nafas lega setelah menjelajah menuruni tebing terjal penuh resiko.
Alhamdulillah perjalanan panjang dan menegangkan telah terlewati, selanjutnya
kembali ke desa Kebun Jati.
Setika di rumah
neneknya Okta, makan siang sudah tersedia yang disiapkan oleh keluarganya Okta.
Nasi putih, labu rebus, sambal tempe, telur rebus, kerupuk dan air putih
merupakan hidangan siang istimewa yang kami nikmati dengan lahap. Rumah kayu berusia
hampir 70 tahun yang sangat terawat dan bersih menambah indahnya suasana makan
siang. Setelah makan siang kami disajikan roti dan kopi hitam asli Kebun Jati
serta ditemeni ngobrol keluarga yang ramah. Suasana pada hari libur tahun baru
ini terasa sangat indah dan berkesan. Terima kasih Okta, Gito, Yopi atas keramahtamahan,
bantuan dan kerjasamanya.
Semoga keindahan
air terjun Muara Payang akan tersebar di seantero negeri dan kelak menjadi
salah satu destinasi pariwisata yang akan membantu peningkatan perekonomian
masyarakat setempat.
0 komentar:
Posting Komentar