Pada tahun 1869 Regeering Almanac yang diterbitkan di Belanda
menyebutkan bahwa Pemerintah Hindia Belanda membagi Karesidenan Palembang
menjadi 9 afdeling yaitu : 1.Afdeling
Palembang, 2.Afdeling
Tebing Tinggi, 3.Afdeling Lematang
Ulu dan Lematang Ilir, 4.Afdeling
Komering Ulu, Ogan Ulu dan Enim, 5.Afdeling
Rawas, 6.Afdeling
Musi Ilir, 7.Afdeling
Ogan Ilir dan Belida, 8.Afdeling
Komering Ilir, 9.Afdeling
Iliran dan Banyuasin.
Dan
pada tahun 1872 terjadi peristiwa
regrouping dari 9 afdeling menjadi 7 afdeling lalu pada tahun 1878 di rubah
menjadi 6 afdeling. Kemudian pada tahun1918 melalui staatblad nomor 612
afdeling menjadi 4 yaitu : 1.Afdeling
Hofdspaats Palembang (Kota Palembang dan sekitarnya), 2.Afdeling
Palembangsche Boevenlanden (Lahat dan sekitarnya), 3.Afdeling
Komering Ulu dan Ogan Ilir, 4. Afdeling Palembangsche Benedenlanden (Palembang
Hilir).
Terjadi
lagi perubahan pada tahun 1921 melalui staatblad nomor 465 dan pada tahun 1930 melalui
staatblad nomor 352, Karesidenan Palembang di ubah menjadi 3 afdeling yaitu : 1.Afdeling Palembangsche Benedenlanden (Afdeling Palembang Dataran Rendah) dengan ibukota Palembang dan daerah
Banyuasin, Ogan Ilir (Tanjung Raja), Komering Ilir (Kayu Agung), Musi Ilir dan
daerah Kubu Sekayu
di bawah seorang Asisten Residen berkedudukan di Kota Palembang. 2.Afdeling Palembangsche Boevenlanden (Afdeling Palembang Dataran Tinggi) dengan Ibukota Lahat membawahi enam Onder
Afdeling yaitu Lematang Ulu (Lahat), Lematang Ilir (Muara Enim), Tanah Pasamah
(Pagar Alam), Tebing Tinggi, Musi Ulu (Lubuk Linggau) dan Rawas (Suru Langun) di bawah
seorang Asisten Residen berkedudukan di Kota Lahat. 3.Afdeling Ogan Komering Ulu dengan ibukota Baturaja membawahi tiga Onder
Afdeling yaitu Ogan Ulu (Baturaja), Muara dua, dan Komering Ulu (Martapura) di bawah
seorang Asisten Residen berkedudukan di Baturaja.
Maka
sejak tahun 1930 Afdeling Palembangsche Boevenlanden (Afdeling Palembang Dataran Tinggi) dengan
Ibukota Lahat membawahi yaitu : 1.Onder
Afdeling Lematang Ulu yang saat ini menjadi Kabupaten Lahat, 2.Onder Afdeling Lematang Ilir yang saat ini
menjadi Kabupaten Muara Enim, Kabupaten PALI dan Kota Prabumulih, 3.Onder Afdeling Tanah Pasemah yang saat ini
menjadi Kota Pagar Alam, 4.Onder Afdeling Tebing Tinggi yang saat ini
menjadi Kabupaten Empat Lawang, 5.Onder Afdeling Musi Ulu yang saat ini
menjadi Kota Lubuk Linggau dan Kabupaten Musi Rawas, 6.Onder Afdeling Rawas yang saat ini menjadi Kabupaten
Musi Rawas Utara dan Kabupaten Sarolangun
Kota
Lahat sejak tahun 1930 hingga awal masa kemerdekaan sampai dengan dekade tahun
1990an merupakan pusat pemerintahan, militer, ekonomi dan kota terbesar bagi 6 onder afdeling yang saat ini menjadi 10
kabupaten/kota. Kala itu Kota Lahat masih menjadi Kota Pelajar karena para
pelajar dari semua kabupaten tetangga sekolah di Kota Lahat, masih menjadi
pusat perekonomian karena semua kabupaten tetangga pergi ke Kota Lahat untuk
kebutuhan ekonomi. Akan tetapi secara berangsur Kota Lahat sebagai kota pelajar
sirna dan kabupaten/kota tetangga berkembang dengan pesatnya.
Sesuai
dengan perkembangan jaman daerah-daerah kekuasaan di bawah Kabupaten Lahat
berdiri memisahkan diri seperti pada tanggal 20 April 1943 berdiri Kabupaten
Musi Rawas lalu pada tanggal 20 Nopember 1946 berdiri Kabupaten LIOT yang
kemudian berganti nama menjadi Kabupaten Muara Enim.
Pada
tanggal 10 Oktober 1999 berdiri Kabupaten Sarolangun kemudian pada tanggal 21
Juni 2001 berdiri Kota Pagar alam dan 5 bulan kemudian pada tanggal 17 Oktober
2001 berdiri Kota Prabumulih dan Kota Lubuk Linggau. Kota Prabumulih merupakan
pemekaran dari Kabupaten Muara Enim dan Kota Lubuk Linggau yang sebelumnya
merupakan ibukota Kabupaten Musi Rawas sejak tahun 1943.
Pada
tanggal 20 April 2007 Kabupaten Empat Lawang berdiri dari hasil pemekaran
Kabupaten Lahat. Tahun 2013 tepatnya 11 Januari berdiri Kabupaten PALI hasil
pemekaran Kabupaten Muara Enim dan pada tanggal 10 Juli 2013 berdiri kabupaten
ke-17 di Sumatera Selatan, Kabupaten Musi Rawas Utara dari pemekaran Kabupaten
Musi Rawas.
Satu
demi satu wilayah Kabupaten Lahat memisahkan diri dan berkembang maju dengan
pesat sebut saja Kota Lubuk Linggau yang saat ini menjadi kota terbesar ke-2 se
Sumatera Selatan. Padahal kota ini baru terbentuk pada tahun 1933 karena menjadi
ibukota Onder Afdeling Musi Ulu setelah selesainya pembangunan jalur kereta api
Kertapati – Lubuk Linggau. Lalu Kota
Prabumulih yang saat ini menjadi kota terbesar ke-3 se Sumatera Selatan yang
baru berdiri tahun 2001. Kedua kota ini
baru berumur 18 tahun tetapi kemajuan kotanya meninggalkan saudara
tertuanya Lahat.
Kabupaten
Lahat yang merupakan kabupaten induk dari 10 kabupaten/kota saat ini telah
tertinggal jauh dalam beberapa sektor pembangunan dengan kabupaten/kota
yang sebelumnya di bawah kekuasaan
Kabupaten Lahat. Seperti pada sektor ekonomi di lihat dari PAD Kabupaten Lahat
belum menunjukkan sebagai kabupaten tertua dengan PAD tertinggi malah masih
tertinggal dengan saudara mudanya Kabupaten Muara Enim dimana tahun 2018 Kabupaten Muara Enim dengan PAD
sebesar 2,4 triliun dan Kabupaten Lahat hanya sebesar 1,8 triliun lebih sedikit
di atas PALI sebesar 1,5 triliun dan Musi Rawas sebesar 1,6 triliun.
Di
lihat dari IPM (Indeks Pembangunan Manusia) tahun 2018 Kabupaten Lahat sebesar
66,99% menempati urutan ke-8 dari 17 Kabupaten/kota se Sumatera Selatan masih
di bawah Kabupaten Muara Enim di urutan ke-5 sebesar 68,28%, di urutan ke-6 Pagar
Alam sebesar 67,62% sedang Kota Lubuk Linggau di urutan ke-3 sebesar 74.09% dan
Kota Prabumulih sebesar 77.04% di urutan ke-2.
Untuk
persentase penduduk miskin di Sumatera Selatan tahun 2018 update Maret 2019
Kabupaten Lahat menduduki peringkat ke-3 kabupaten/kota termiskin se Sumatera
Selatan dengan persentase 16,15% tidak lebih baik dari kabupaten/kota tetangga
dan sekaligus saudara mudanya. Muara Enim dengan persentase 12,56% urutan ke-8 dan
Empat Lawang 12,25% urutan ke-7 sedang
Pagar Alam menjadi jawara tingkat kemiskinan terendah se Sumatera Selatan
dengan persentase 8,77%.
Di
sektor pariwisata Kabupaten Lahat memiliki potensi terbanyak dan terkaya se
Sumatera Selatan sebut saja Kabupaten Lahat sebagai pemilik air terjun
terbanyak se Indonesia (143 air terjun), pemilik situs megalitik terbanyak se
Indonesia (rekor MURI tahun 2012), pemilik megalitik terbaik se Indonesia (buku
Lonely Planet terbit di Inggris), terowongan terpanjang ke-10 se Indonesia,
bangunan heritage, sungai untuk rafting, rumah adat, pusat latihan gajah (1
dari 7 pusat latihan gajah se Indonesia) bahkan Kabupaten Lahat pemilik bukit
terunik di dunia, Bukit Serelo atau Bukit Jempol. Tetapi semua potensi tersebut
belum mampu membawa kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat dan pemerintah Kabupaten Lahat. Potensi yang melimpah
belum dikelola secara serius dan profesional dan belum adanya komitmen pemerintah daerah untuk
membangun dan menjadikan potensi tersebut menjadi destinasi unggulan.
Pada
sektor perkebunan kopi walaupun Kabupaten Lahat merupakan salah satu kabupaten
yang memiliki lahan perkebunan kopi terluas se Sumatera Selatan akan tetapi
brand kopi Lahat masih kalah dengan kopi Lampung dan kopi Sumatera Selatan
lainnya. Kopi Semendo dari Muara Enim
dan kopi Empat Lawang lebih dikenal saat ini karena kedua kopi tersebut telah
mendapat IG ( Indikasi Geografis) yang
dikeluarkan oleh Dirjen Kekayaan Intelektual KemenkumHam RI dan memiliki
kekuatan hukum. Indikasi Geografis ini akan melindungi petani kopi agar mereka
dapat menikmati keuntungan maksimal dari kopi yang mereka hasilkan.
Kota
Lahat sebagai ibukota Kabupaten Lahat tidak menunjukkan suatu perkembangan yang
signifikan. Jalan-jalan kota tidak mengalami perubahan atau penambahan
sedangkan jumlah kendaraan setiap harinya bertambah bahkan sejak awal Kota
Lahat berdiri kendaraan jenis truk dan
bis dengan ukuran terbesar sekalipun masih harus melewati pusat Kota Lahat
karena belum adanya jalan lingkar luar kota. Gerbang kota dari 3 penjuru masuk
Kota Lahat tidak menunjukkan perubahan berarti, semestinya ke-3 gerbang masuk
kota di bangun semegah dan seindah mungkin dan menjadi suatu indikator
perkembangan suatu kota. Jalan-jalan dalam kota masih sempit, jalan-jalan ini
masih hasil buatan jaman Belanda. Belum ada upaya pelebaran dan pembuatan jalan
baru. Trotoar kota yang tak nyaman untuk pejalan kaki, pasar-pasar yang kumuh
dan tak terurus, drainase yang sempit dan mampet, parkir kota yang semrawut dan
membuat macet.
Kapan
Kota Lahat dan Kabupaten Lahat akan menjadi pusat perekonomian, pendidikan,
pemerintahan dan kota terbesar seperti awal berdirinya dahulu???? Ini akan
menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar untuk pemimpin Lahat yang sedang
memimpin Lahat saat ini. Akankah Lahat Bercahaya dan bersinar seperti
sediakala? Semoga di momen hari jadi Kabupaten Lahat ke-150 tahun 2019 akan
menjadi awal kebangkitan Kabupaten Lahat yang maju berkembang, adil dan makmur
untuk semua. (Maryoto, Lahat, 4 Mei 2019)
0 komentar:
Posting Komentar