Selasa, 16 Juli 2019

MENGENDONG ANAK DI KEBUN KOPI, Jelajah Negeri Mengenal Budaya


“Itu dio megalitnyo “ demikian kata Novi sambil menunjuk ke arah kanan dari dalam mobil ketika melihat seonggok batu di dalam semak belukar. Lalu mobil yang aku kendarai dalam kecepatan lambat berhenti karena kami memang sedang mencari arca megalitik di daerah ini. Mobil aku arahkan mundur sekitar 5 meter dan parkir di tengah jalan karena tidak ada lagi lokasi untuk parkir dan juga tidak ada kendaraan lain atau orang yang lewat. Kemudian kami berjalan ke arah batu sejauh sekitar 20 meter tetapi dari jarak ini belum begitu jelas bagaimana bentuk dari batu ini.
Awalnya kami tim Panoramic of Lahat sebuah lembaga kebudayaan dan pariwisata yang terdiri Mario, Bayu, Fachri, Deri dan Novi berkunjung dan ingin bertemu dengan tim dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan yang sedang melakukan penelitian di kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat. Kami berlima bertemu dengan tim di lokasi penelitian di kebun kopi desa Pajar Bulan kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat. Tim ini terdiri dari  Kristantina, Armadi, Nike, Amrun dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Mubarak dari BPCB Jambi, Qois dosen Udayana dan Ronald dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pagar Alam. Penelitian di kebun kopi ini ditemukan dolmen dan beberapa monolith. Kami ngobrol dan sambil melihat tim bekerja mendata tinggalan megalitik yang ada. Sekitar dua jam di lokasi ini kami pamit untuk melanjutkan melihat megalitik yang baru saja diceritakan oleh Kristantina dan Ronald tentang baru ditemukannya arca megalitik di desa Talang Padang Tinggi kecamatan Pajar Bulan.
Setelah makan siang di Kota Pagar Alam kami melanjutkan perjalanan ke arca megalitik seperti yang telah diceritakan oleh Kristantina dan Arnold. Kami berlima belum pernah ke lokasi yang diceritakan tetapi kami tahu kemana arahnya. Dari Kota Pagar Alam ke simpang Bacang belok ke kiri dan terus menelusuri jalan ini. Sekitar perjalanan 5 km kami menemukan gapura di sebelah kiri jalan dengan tulisan selamat datang di desa Talang Padang Tinggi berwarna merah dan putih yang terlihat belum lama dibuat. Kami masuk jalan aspal ini dan sekitar perjalanan 500 meter kami melihat sebuah talang dengan beberapa pondok dan hamparan kopi berwarna kecoklatan yang di jemur di bawah terik matahari. Di talang ini kami bertanya kemana arah Tebat Serut dan kami diarahkan, ketika kami bertanya apakah tahu ada megalitik atau batu jeme maka 2 warga yang kami tanya menjawab tidak tahu.
Setelah melewati talang ini di kanan dan kiri jalan semua tanaman kopi dan jalan aspal telah berganti menjadi jalan tanah berbatu. Lalu setelah menempuh perjalanan 4 km dari simpang gapura desa kami memasuki Talang Gelung Sakti, talang ini lebih ramai di banding dengan talang sebelumnya bahkan di sini sudah ada bangunan sekolah SD. Di depan setiap pondok terdapat hamparan kopi yang sedang di jemur dan terlihat juga warga mendorong kopi yang sedang dijemur dengan menggunakan pendorong dari kayu. Cara ini untuk memastikan semua biji kopi terkena sinar matahari dan kulit kopi menjadi kering. Di sini kami bertanya dengan seorang warna tentang keberadaan arca megalitik. Kami mendapat informasi lokasi arca megalitik berada di Talang Mugio sebelum Talang Sekendal.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju arah sesuai dengan informasi yang kami dapat. Dalam perjalanan dari Talang Gelung Sakti kami tidak menemukan pondok dan warga yang beraktifitas bahkan kami tidak bertemu dengan kendaraan apapun hingga kami memasuki Talang Tampaan. Warga di Talang Tampaan lebih sedikit di banding dengan warga di Talang Gelung Sakti. Di talang ini kamipun bertanya lagi untuk memastikan perjalanan kami menuju arca tidak salah.
Atas petunjuk warga nanti ada pertigaan kami di minta ke jalan sebelah arah kiri.  Dan kami ikuti jalan yang kami yakini seperti yang di sebut warga Talang Tampaan tadi. Dan kami terus menerusuri jalan tanah dengan rumput yang tumbuh di tengah jalan yang membuat bagian mobilku berbunyi terkena ranting-ranting. Di sebelah kanan dan kiri jalan dipenuhi pepohonan kopi dan sejauh mata memandang semua pohon kopi. Di jalan inipun kami tidak menemukan pondok atau kendaraan atau warga yang beraktifitas. Terus kami ikuti jalan tanah ini dan akhirnya kami bertemu dengan sebuah talang dan di sini kami bertanya lagi dengan seorang warga. Talang ini bernama Talang Sekendal dengan jumlah pondok lebih sedikit dari Talang Tampaan. Dari keterangan warga ternyata kami salah jalan. Kami di minta untuk putar balik dan nanti ada pertigaan jalan masuk kea rah kanan. Kemudian kami putar balik dan mencari tahu arah yang ditunjukan, kali ini kami lebih hati-hati untuk menentukan kemana kami harus pergi jangan sampai salah arah karena tidak ada seorangpun yang dapat kami tanyai.
Dengan keyakinan kami masuk ke arah kanan jalan yang lebih sempit dari jalan sebelumnya, jalan hanya pas dileawti satu mobil dengan pepohonan kopi di kanan dan kiri jalan. Setelah melaju sekitar 1 km kami melihat beberapa batu di kanan dan kiri jalan. Kami berlima turun dari mobil dan melihat semua batu yang ada, ternyata hanya batu monolith saja dan kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan mencari arca megalitik.
Dan baru sekitar 100 meter mobil melaju terdengar Novi dengan sedikit berteriak menyebut “Itu dio megalitnyo “. Akhirnya kami menemukan arca megalitik yang ciri-cirinya disebutkan oleh Kristantina dan Arnold.
Arca megalitik ini berada di perkebunan kopi berjarak sekitar 20 meter dari jalan. Arca menggambarkan seorang ibu dalam posisi duduk sedang mengendong seorang anak disebelah kanan, terlihat dengan jelas tangan kanan si ibu memegang bagian dada samping si anak dan kepala si anak menempel di pundak si ibu sedang jari kanan dan kiri si ibu memegang lutut. Si ibu memakai gelang tangan dan berbaju seperti jubah berlengan pendek.
Selain 1 arca di sekitar sini hanya ada 3 batu datar. Komplek situs ini berada tak jauh dari tebat atau danau yang di sebut dengan Tebat Serut. Akan tetapi tebat ini tidak dapat kami lihat dengan jelas karena tertutup semak belukar. Situs ini berada di Tebat Serut Talang Mugio desa Talang Padang Tinggi kecamatan Pajar Bulan kabupaten Lahat.  Dari Kota Lahat berjarak sekitar 50 km atau dari Kota Pagar Alam sekitar 20 km.
Dengan penemuan arca megalitik ini maka menambah jumlah artefak dan situs megalitik yang ada di kabupaten Lahat dan Sumatera Selatan. Dan semakin mengukuhkan Lahat sebagai pemilik situs megalitik terbanyak se Indonesia yang pernah disematkan oleh MURI pada tahun 2012. Juga semakin wajar bila kabupaten Lahat berjuluk Bumi Seribu Megalitik. Akan tetapi dari torehan nama baik tersebut belum diimbangi dengan upaya pelestarian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat, misalnya dengan mengangkat juru pelihara situs oleh Pemda Kabupaten Lahat karena masih cukup banyak situs-situs yang belum memiliki juru pelihara, pembebasan lahan situs agar menjadi destinasi wisata dan mengangkat minimal 1 orang arkeolog untuk ditugaskan di Dinas Kebudayaan dan Pendidikan Kabupaten Lahat sehingga upaya pelestarian dari dan untuk Kabupaten Lahat lebih maksimal apalagi peninggalan arkeologi di Kabupaten Lahat sangat melimpah bukan saja megalitik tetapi juga ada banyak rumah adat bahkan terbanyak se Sumatera Selatan, bangunan heritage dan seni budaya daerah. Jadi kebutuhan minimal seorang arkeolog di Kabupaten Lahat sangat mendesak.
Semoga keberadaan situs megalitik di kabupaten Lahat akan memberikan manfaat dan sumbangsih yang besar untuk masyarakat dan pemerintah Kabupaten Lahat. (Mario,  Pajar Bulan, 29 juni 2019)

0 komentar:

Posting Komentar