Sumber Daya Alam (SDA) Kabupaten Lahat sangat melimpah yang tersebar di beberapa kecamatan dan tak pernah habisnya untuk digali atau diulas. SDA yang sangat melimpah ini berupa sumber daya alam pertambangan, pertanian, perkebunan, pariwisata, kehutanan, energi dan lainnya Begitu juga Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Lahat yang sejak masa prasejarah telah mampu berkarya dengan karya-karya yang maha tinggi seperti kemampuan memahat batu, melukis di dinding batu, memahat kayu, menulis di atas bambu dan tanduk hewan. Peninggalan nenek moyang tersebut masih dapat ditemukan hingga saat ini yang keberadaannya tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Lahat.
Sebelum pemerintahan kolonial Hindia Belanda masuk ke wilayah Sumatera Selatan dan Kabupaten Lahat, di masa itu sudah mengenal sistim pemerintahan. Seperti pembagian wilayah berdasarkan marga yang terdiri dari beberapa wilayah dibawahnya yang disebut dusun. Sebuah dusun di pimpin seorang Krio/Krie dan marga dipimpin oleh seorang Pasirah.
Setelah Kesultanan
Palembang jatuh ke tangan kekuasaan pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada
tahun 1825 maka pemerintahan kolonial Hindia Belanda membentuk pemerintahan
yang disebut dengan Karesidenan Palembang yang dipimpin oleh seorang Residen
berkedudukan di Palembang. Karesidenan Palembang dibagi menjadi beberapa
Afdeling yang masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Residen. Setiap
Afdeling terdiri dari Onder Afdeling yang dipimpin oleh seorang
Controleur/Kontroler dan setiap Onder Afdeling terdapat marga-marga.
Afdeling Palembang
Ulu atau Palembangsche Bovenladen yang beribukota di Lahat membawahi 5 Onder Afdeling yaitu Onder
Afdeling Lematang Ulu, Onder Afdeling Lematang Ilir, Onder Afdeling Tanah
Pasemah, Onder Afdeling Tebing Tinggi dan Onder Afdeling Musi Ulu.
Onder Afdeling
Lematang Ulu terdiri dari beberapa marga, dimana setiap marga dipimpin oleh
seorang Pasirah, yaitu Tambelang Gedung
Agung, Puntang (Tambelang), Empat Suku Negeri Agung, Manggul, Gumay Lembak,
Gumay Talang Ilir, Sikap Dalam Sukalingsing, Penjalang Suka Empayang Kikim,
Penjalang Suka Empayang Ilir, Tujuh Pucukan Suku Bunga Mas Saling Ulu,
Penjalang Sukapangi, Penjalang Sukalingsing dan Lawang Kulon. (Karesidenan
Palembang; Kemas AR Panji).
Wilayah yang saat
ini di kenal dengan Merapi Area terbagi menjadi 3 (tiga) kecamatan yang kaya
akan sumber daya alam berupa pertambangan batubara dan menjadi sumber PAD
Kabupaten Lahat dari sektor pertambahan sejak tahun 2008. Wilayah Merapi Area sebelum
tahun 1957 dimana sistem karesidenan dan marga berlangsung terbagi menjadi 3
(tiga) marga yaitu : Tambelang Gedung Agung (14 dusun), Puntang/Tambelang (9
dusun), Empat Suku Negeri Agung (22 dusun).
Marga Tambelang
Gedung Agung terdiri dari dusun Gedung Agung hingga dusun Lebuay Bandung yang
saat ini menjadi Kecamatan Merapi Timur, Marga Puntang terdiri dari dusun
Tanjung Baru hingga dusun Arahan menjadi Kecamatan Merapi Barat dan Marga Empat
Suku Negeri Agung terdisi dari : dusun Lebak Budi, Negeri Agung, Ulak Pandan,
Suke Cinte, Gunung Agung, Tanjung Pinang, Paye Ilir (Desa Suka Marga), Paye
Tengah, Paye Ulu, (Paye Tengah dan Paye Ulu menjadi Desa Payo), Karang Endah,
Tanjung Telang, Lubuk Kepayang, Muara Temiang, Padang, Tanjung Menang, Talang
Akau (Talang Akar), Lubuk Pedare, Talang Mayang (Suka Merindu), Tanjung
Beringin, Pehangai (Perangai), Lubuk Betung/Susukan dan Geramat. Dari 22 dusun
yang masuk wilayah Marga Empat Suku Negeri Agung saat ini masuk ke Kecamatan
Merapi Barat dan yang berada di sebelah Selatan sungai Lematang menjadi
Kecamatan Merapi Selatang. Hal ini dituturkan oleh Ketua Lembaga Adat Desa Ulak
Pandan Syamsuro yang didampingi oleh tokoh masyarakat Hasanal Nurdin, Kadus V
Sajili, tokoh pemuda Rahmad Saleh, Yoki Witarto dan Juliansyah.

Dalam kunjungan untuk menggali sejarah dan potensi budaya yang nantinya dapat dikembangkan menjadi wisata budaya. Staf Khusus Bupati Lahat Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang juga Ketua Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat, Mario Andramartik bersama Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lahat, Bambang Aprianto, SH,MM berhasil mendapatkan informasi sejarah dan budaya yang ada di Marga Empat Suku Negeri Agung.
Di awal bulan Juni
yang merupakan bulan penuh sejarah bagi bangsa Indonesia yang ditandai dengan
Hari Lahir Pancasila juga dimanfaatkan untuk menggali sejarah terutama yang
berada di wilayah Merapi. Karena selama ini wilayah Merapi lebih identik dengan
daerah tambang batubara ternyata menyimpang sejarah yang cukup banyak dan
membanggakan. Dalam penelusuran kami di Marga Empat Suku Negeri Agung ditemukan
nisan kuno berukir, naskah kuno huruf ka ga nga hingga lempengan tembaga masa
Kesultanan Palembang.
Kunjungan pertama
kami melihat langsung nisan kuno berukir yang berada sekitar 500 meter dari
desa. Kami berjalan kaki menyusuri jalan setapak ke arah Selatan desa atau ke
arah sungai Lematang yang dipandu oleh Rahmad Saleh didampingi Yoki Witarto dan
Juliansyah. Di sebuah dataran yang letaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya
dan dipenuhi pohon bambu dan nira dekat sebuah danau kecil yang disebut danau
Geramban terdapat komplek pemakaman Puyang Tanjung. Dalam 4 kelompok makam di
komplek pemakaman ini yang paling menarik adalah makam nisan kuno berukir yang
berjumlah 1(satu) nisan sedang nisan lainnya beruapa nisan batu yang sudah
dibentuk tetapi tanpa pahatan dan lainnya hanya nisan batu alami polos. Nisan
kuno berukir bermotif sulur dedaunan pada bagian atas dan bulatan di bagian
bawah. Motif ukiran nisan kuno ini berbeda dengan motif ukiran/pahatan yang
kami jumpai di Sekayoen, Kedaton dan Muara Cawang, apa arti motif-motif
tersebut perlu kajian lebih lanjut. Arah hadap nisan kuno berukir ke arah Barat
dan Timur berbeda dengan arah hadap makam yang baru yang juga kami kunjungi
yaitu dengan arah hadap Selatan dan Utara. Tinggi nisan kuno berukir 57cm,
tebal 10 cm dan lebar 29 cm lebih kecil dibandingkan dengan nisan kuno berukir
di Muara Cawang. Di bagian Barat pemakaman berupa area perkebunan akan tetapi
pada awalnya area tersebut merupakan sungai Lematang begitu juga danau Geramban
yang mempunyai kedalam hingga 4 m merupakan bagian sungai Lematang sehingga
sekarang bagian sungai Lematang yang telah menjadi daratan sekitar 150 m maka
tak ayal bila pada awalnya sungai Lematang memang dapat diarungi kapal besar
karena memang pada awalnya sungai Lematang memang sungai yang lebar dan besar.
Selanjutnya kami
berkunjung ke kediaman keluarga Suhaimi
dimana kami berjumpa Yana (66 tahun) dimana terdapat tanduk kerbau yang
mempunyai tulisan huruf ulu atau ka ga nga. Prasasti huruf ulu tanduk kerbau
ini mempunyai ukuran panjang 48 cm, lebar ujung (lancipnya) 1,3 cm, lebar ujung
(pangkalnya) 14,2 cm. Kondisi prasasti masih bagus walaupun ada beberapa bagian terkikis.
(Prasasti Ulu Tanduk Kerbau, DR Wahyu Rizky Andhifani S.S, M.M). Sedang
lempengan tembaga masa Kesultanan Palembang belum dapat kami temui karena sang
pemilik atau yang menyimpannya belum dapat kami temui.

Dengan adanya temuan nisan kuno berukir dan prasasti tanduk kerbau di desa Ulak Pandan Marga Empat Suku Negeri Agung membuktikan bahwa daerah ini di masa lalu telah mempunyai nilai-nilai peradaban yang tinggi karena kedua benda tersebut bernilai budaya tinggi dan tidak banyak ditemukan di setiap daerah bahkan jarang atau tidak ditemukan.
Di masa sebelum
kemerdekaan juga di desa Ulak Pandan Marga Empat Suku Negeri Agung merupakan
sentra industri seperti pabrik tenun, pabrik tauco dan pabrik batubata dan saat
ini juga terdapat destinasi wisata Pelancu yang pernah mendapat penghargaan
bergengsi tingkat nasional sebagai Destinasi Unik Terpopuler Anugerah Pesona
Indonesia tahun 2018.
Putra-putra
terbaik dari Marga Empat Suku Negeri Agung terus berkarya dari masa ke masa dan
saat ini putra terbaik dari Marga Empat
Suku Negeri Agung yaitu Cik Ujang, SH menjadi Bupati Lahat dan Fitrizal Homidi,
ST menjadi Ketua DPRD Lahat. Hal ini tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat Marga Empat Suku Negeri Agung dan menjadi motivasi ke depan akan
lahir putra-putra terbaik dari marga ini yang akan melanjutkan perjuangan para
pendahulunya yang telah mencatatkan tinta emas pada masanya.
Peninggalan budaya/sejarah
tersebut dapat dijadikan destinasi wisata yang akan menarik wisatawan berwisata
ke desa yang akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian
masyarakat desa, pendapatan desa dan pendapatan asli daerah Kabupaten Lahat.
(Mario Andramartik).
0 komentar:
Posting Komentar