Senin, 01 November 2021

JUKUH KAYU KAMBING

Camat Kota Agung berpose dari Puncak Bukit

Momen 28 Oktober setiap tahun menjadi hari penting bagi bangsa Indonesia dimana pada tanggal 28 Oktober 1928 atau 93 tahun yang lalu para pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai suku bangsa seperti diantaranya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi berkumpul untuk menyatukan tekad yang saat ini dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Kongres dilaksanakan di 3 gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat untuk menghasilkan Sumpah Pemuda. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam rapat tersebut terdapat uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yakni sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan. Selain itu, anak harus dididik secara demokratis dan ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dengan di rumah. 

Rapat ketiga, Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat yang kini diabadikan sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Pada rapat ketiga inilah detik-detik diumumkan rumusan hasil kongres yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.  Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia. Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres.

Adapun Museum Sumpah Pemuda yang berdiri di tanah seluas 1.400 meter persegi ini awalnya merupakan rumah tinggal milik Sie Kong Liang yang kemudian disewakan sebagai indekos untuk para pelajar.
Ahli waris pemilik lahan Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya No. 106 menyerahkan status lahan tersebut secara resmi kepada Negara melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Penerimaan sertifikat itu dilakukan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid dari Yanti Silman dan Ahli Waris yang juga cucu dari Sie Kong Lian sebagai pemilik asli lahan Museum Sumpah Pemuda.

Dari peristiwa 93 tahun yang lalu tersebut maka setiap tanggal 28 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Berbagai cara dilakukan dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda, ada yang melakukan upacara bendera dengan membacakan teks Sumpah Pemuda, membuat diskusi, seminar, perlombaan dan lain sebagainya.

Pemandangan persawahan dan Gunung Dempo

Begitu juga yang dilakukan oleh masyarakat dan komunitas yang berada di Desa Sukaraja Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat yang berjarak sekitar 43 km dari pusat Kota Lahat. Disini dilakukan juga peringatan Hari Sumpah Pemuda dengan kegiatan melakukan upacara penaikan bendera merah putih dan pembacaan teks Sumpah Pemuda. Dalam upacara ini selaku Pemimpin Upacara Mujiyono dan sebagai Pembina Upacara Marsi,SE Camat Kota Agung, hadir juga Mario Andramartik Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Martani dan Rustawan Staf Kecamatan Kota Agung, Marlina Kades Sukaraja, Herianto Kades Karang Agung, Bujang Kades Sukarame. Perangkat Desa Sukaraja yang hadir Dadi Pirmansyah Sekretaris Desa, Winal Asri Ketua BPD, Wiriansyah Kasie Pembangunan, Kristian Hadinata Kaur Aset, Dodi Amsyah Kaur Keuangan, Pitra Akbar Ketua Karang Taruna, Toto Iswanto Ketua Pokdarwis, Victor seorang penggiat kopi dan Humas PT.Green Lahat, penggiat literasi/wisata Mujiyono dan Afif juga para pengiat paralayang sebanyak 10 orang yang datang dari berbagai kota seperti Pagaralam, Palembang dan Bangka.

Kegiatan upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Desa Sukaraja ini dilakukan di atas bukit yang disebut masyarakat sebagai Bukit Jukuh Kayu Kambing yang berada di ketinggian 1.062 mdpl di gugusan Bukit Barisan yang membentang sepanjang pulau Sumatera. Disebut Bukit Jukuh Kayu Kambing seperti yang dituturkan Kepala Desa Sukaraja Marlina karena disini posisinya tinggi atau dalam bahasa lokal disebut jukuh dan banyak ditumbuhi tanaman kayu keras yang daunnya mirip daun pohon beringin bernama Kayu Kambing. “Jadi Bukit Jukuh Kayu Kambing adalah bukit yang tinggi yang banyak ditumbuhi kayu kambing” pungkas sang kades wanita yang baru menjabat 2 tahun ini dengan semangat dan berapi-api. 

Setelah upacara bendera selesai dari pengiat wisata paralayang melakukan terbang layang dari atas bukit lalu mengudara keliling area desa Sukaraja dan landing di area dekat posko pertama pendakian. Satu per satu penerbang mengudara dengan warna payung yang beraneka warna menghiasi area bukit ini yang disaksikan ratusan pengunjung yang berada di atas Bukit Jukuh Kayu Kambing atau yang berada dekat lokasi landing. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri karena pembukaan area bukit ini baru berjalan sekitar 2 bulan lalu tepatnya diawali oleh kegiatan Pramuka melakukan upacara bendera di atas bukit ini seperti yang disampaikan Kasrun Ketua Kwartir Ranting Gerakan Pramuka Kota Agung. Kemudian setelah kegiatan Pramuka ini mendorong masyarakat desa yang tergabung di Karang Taruna dan kemudian terbentuk Pokdarwis yang didukung oleh Kades, Camat dan perangkat pemerintah desa dan kecamatan untuk mengembangkan keberadaan bukit ini menjadi destinasi wisata.

Sekarang secara berangsur tingkat kunjungan dari waktu ke waktu terus meningkat. Dan dengan tingkat kunjungan meningkat maka sudah mulai tumbuh juga ekonomi kreatif masyarakat desa dengan membuat pondok jualan yang terbuat dari bambu dengan bahan jualan makanan, minuman dan pakaian untuk keperluan berkemah.

Untuk menuju Bukit Jukuh Kayu Kambing dari Kota Lahat ke arah Pagaralam dan di simpang Asam belok kiri ke arah Kota Agung/Semendo, setelah menempuh perjalanan sekitar 42 km tibalah di Desa Sukaraja belok ke kanan ke arah MTS Negeri dan tepat di depan pintu gerbang MTS Negeri  terdapat lahan untuk parkir kendaraan roda empat sedang kendaraan roda dua dapat langsung ke posko pertama dengan melalui jalan yang telah di cor beton dengan lebar sekitar 2 meter. Perjalanan dari jalan ke posko pertama sekitar 1,5 km. Di posko ini semua pengunjung wajib melapor dan registrasi juga tersedia lokasi parkir kendaraan roda dua, selanjutnya pengunjung atau wisatawan berjalan ke atas bukit dengan menyusuri jalan setapak yang sebagian telah di cor beton sedang sisanya baru saja dibuka berupa jalan tanah. Kendaraan yang diperbolehkan menuju bukit hanya kendaraan yang membawa payung untuk paralayang. Dengan akses yang mudah dan dekat untuk menuju lokasi take of paralayang maka lokasi Bukit Jukuh Kayu Kambing saat ini menjadi lokasi take of paralayang yang diminati bahkan sudah direncanakan untuk lokasi Porprov 2023 seperti dituturkan oleh Afif.

Paralayang mengudara di Desa Sukaraja, Kota Agung

Di Sukaraja selain keindahan Bukit Jukuh Kayu Kambing yang menawarkan kegiatan trekking, hiking, terbang paralayang dan camping dengan kesejukan udara dataran tinggi dan keindahan alam perbukitan yang masih hijau juga dapat menikmati keindahan Gunung Dempo dan Bukit Serelo dari kejauhan serta hamparan persawahan dan perkampungan penduduk. Selain itu Sukaraja juga mempunyai Cughup Jawi dan Tebat Bungkal yang berada di bagian Timur Bukit Jukuh Kayu Kambing.

Dari perbincangan dengan Pitra Akbar Ketua Karang Taruna dan Toto Iswanto Ketua Pokdarwis, di Sukaraja juga pernah ada Ghumah Baghi yang merupakan rumah adat masyarakat Pasemah juga ada peninggalan masa megalitik berupa lumpang batu. Akan tetapi kedua hasil budaya leluhur tersebut tidak dapat dijumpai lagi. Ghumah Baghi sudah berubah menjadi rumah masa kini dan lumpang batupun sudah hilang atau hancur.

Dari daya tarik yang ada di Sukaraja dapat menjadi magnet kunjungan wisatawan bilamana benar-benar dikelola secara baik dan professional. Semoga dengan telah terbentuknya Pokdarwis dapat berperan sebagai motivator, penggerak serta komunikator dalam upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian masyarakat di sekitar destinasi pariwisata atau daya tarik wisata agar dapat berperan sebagai tuan rumah yang baik bagi berkembangnya kepariwisataan dan memiliki kesadaran akan peluang dan nilai manfaat yang dapat dikembangkan dari kegiatan pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

 

Semoga daya tarik wisata yang ada di Desa Sukaraja dapat segera dikembangkan menjadi destinasi wisata yang akan memberikan manfaat kepada masyarakat dan pendapatan asli desa menuju masyarakat adil, makmur, sejahtera dan bercahaya. (Mario Andramartik, 28 Oktober 2021).

0 komentar:

Posting Komentar