Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Rabu, 05 Desember 2012

Menari di Air Manna : Menembus Jeram Perawan Lahat

Menari di Air Manna
Menembus Jeram Perawan Lahat

Mirip - Bisa disimpulkan, karakteristik jeram Air Manna hampir mirip Sungai Asahan di Sumatera Utara. Arusnya cenderung agresif dan liar. Di musim hujan, bentukan sungainya bisa menciptakan rangkaian standing waves panjang dan saling terhubung (atas).

Kembali ke alam, apa pun bentuknya, selalu menjadi momen paling menyenangkan. Alasan itu juga yang memacu saya untuk melawat ke Desa Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat - Sumatera Selatan ini. Selama dua hari, saya dan beberapa rafters (pengarung jeram) coba menjajal ketangguhan jeram-jeram Sungai Air Manna yang bercokol di kelebatan rimba. Seperti wilayah pinggiran Sumatera lainnya, empat jam perjalanan Lahat - Tanjung Sakti itu penuh kelokan tajam. Sesekali, terlihat jurang menganga. Tapi di lain waktu, tampak kuning padi meliuk-liuk di antara nuansa hijau belantara raya dan hamparan perkebunan kopi yang lama-kelamaan semakin mendominasi pemandangan.

Setibanya di Tanjung Sakti, kami langsung bersua dengan Erwin Gumay, penggiat alam bebas dari Lahat. Kedatangan kami juga disambut senyum ramah penduduk setempat yang menyongsong di muka dusun. Bahkan, Drs. Lukman Panggarbesi, camat desa itu berada di antara mereka. Uniknya, ia sendiri pun rela bergabung dan siap memandu kami melakukan survei jeram siang hari itu juga. Sebagai aktivitas pra-pengarungan, kegiatan pertama itu hanya berkutat pada penelusuran data-data sungai. Mulai dari pencarian entry point, menandai bentukan dan tingkat kesulitan jeramnya, hingga ke soal penentuan jalur bagi tim darat yang akan mengiringi selama pengarungan.

Tentu, bukan perkara enteng melakukan hal itu. Memburu entry point yang mudah kami jangkau dari tepi jalan setapak penduduk, misalnya. Terpaksa golok dan parang dikeluarkan demi menerabas kepungan hutan perawan nan lebat ini.Herannya, sepanjang menyi-sir lembah penuh onak duri, tak tampak satu pun bekas tebangan liar. Yang pasti, sejauh pengamatan mata dan atas informasi penduduk setempat yang saya peroleh, hutan yang mengepung sungai ini masih sangat alami dan terjaga keasliannya. Dan tampaknya, baik penebang maupun para cukong kayu dari kota-kota besar masih "silap mata" dengan kelestarian itu.

Terbukti, selama puluhan tahun, hujan lebat tak pernah menjadikan penduduk wilayah ini kerepotan dengan musibah banjir dan longsor. Bagi peminat arung jeram, tentu saja menguntungkan, sebab debit air sungai yang berhulu di Gunung Dempo (3.159 mdpl) ini tak pernah surut, kendati di musim kemarau seperti sekarang.

Hari Pertama
Sehari usai pendataan, ihwal kehebatan Air Manna total terbukti. Di hari pertama, kami membagi dua etape pengarungan. Etape pertama bermula dari dusun Sindang Panjang (desa Tanjung Sakti) hingga dusun Gunung Kerto. Etape selanjutnya berlangsung di antara jeram-jeram dusun Gunung Kerto dan berakhir di dusun Simpur. Total 19 kilometer yang akan ditempuh hari ini.

Bara semangat kepalang berkobar di dada, pantang untuk mundur. Apalagi, saya, Dompi, Jack, Erwin Gumay dan rekannya, Andi, sudah bersiap dalam posisi mendayung. Maka, selepas doa bersama, dayung pun dikayuh. "Majuu...!" aba-aba Jack. Belum jauh jarak perahu dari tepi sungai. Mendadak, kesialan menimpa. Saat perahu melabrak jeram pertama, benda karet itu berguncang hebat. Sialnya, pijakan kaki saya kurang mantap, alhasil, tubuh saya limbung seketika dan terlempar dari perahu.

Untunglah, di antara derasnya gelombang standing waves (jeram berbentuk ombak berdiri) tersebut, Andi masih bisa meraih tangan saya. Sigap. Tapi selanjutnya, malah gantian dia yang bernasib serupa. Kendati selamat, pemuda kelahiran Lahat ini sempat dua kali timbul tenggelam dipermainkan buih-buih jeram. Sampai menjelang akhir etape satu, kami belum merasakan rintangan yang berarti. Kecuali satu buah jeram besar berbentuk penurunan (drop) setinggi satu meter. Sesuai aba-aba Jack, perahu masuk perlahan ke mulut jeram itu. Tepat, begitu mulut jeramnya habis, kayuhan semakin diperkuat untuk menghindari hisapan arusnya ke tebing. Perahu lolos.

Pengarungan terasa makin seru, saat memasuki dusun Gunung Kerto. Aliran Air Manna menyatu dengan Air Suka Merindu. Akibatnya debit air menjadi lebih tinggi. Ini terbukti dengan standing wave yang dari jauh terlihat biasa saja, ternyata malah sebaliknya. Besar dan menyeramkan, membuat bentuk perahu seolah mengecil.

Selepas jeram itu, perahu menepi untuk rihat. Puas menjerang rihat, pengarungan kembali berlanjut. "Siapkan konsentrasi penuh, kita tak tahu ada apa di depan," komando Jack, seraya mulai mendayung. Betul saja. Satu lidah riam menyambut, berbuih dan sangat menantang. Terbentuk dari dua buah jeram hydraulic (terbentuk karena aliran vertikal). Demi memperoleh siasat untuk melaluinya dengan gemilang, kami melakukan scouting (pengintaian jeram) di tepi sungai berbatu. "Kita ambil jalur kanan. Usahakan jangan sampai ada yang jatuh," tukas skipper (juru kemudi) kami itu, lantang.

Kiranya, inilah saat paling tepat membentrokkan nyali dan rasa takut yang porsinya sudah tak jauh berbeda. Maka, perlahan dayung dikayuh, seiring aba-aba Jack mengarahkan perahu masuk ke dalam amukan jeram itu. Dalam hitungan detik, saya sulit mengingat apa-apa lagi. Yang ada, hanya berkonsentrasi penuh mendengar arahan skipper, sambil mendayung cepat laksana kemasukan setan.

Mendebarkan, memang. Apalagi, saat saya mengetahui, perahu kami gagal menghindari jalur kanan yang pertama. Karena perahu miring 45 derajat, Dompi dan Andi terlempar ke luar. Nyaris, Jack pun ikut terlempar dan dilalap air. Tapi dengan kesigapan tinggi ia bisa menghindarinya. Di tengah situasi kacau balau, Erwin yang duduk di sebelah saya terjerembab ke bagian dalam perahu. Tak ayal, posisi perahu menjadi kurang seimbang, bisa terbalik. Terpaksa, agar itu tidak terjadi, saya mengimbangi berat perahu dengan berpindah posisi ke bagian kanan.

Hari Kedua
Memasuki hari kedua, tingkat kesulitan sedikit berkurang. Kendati begitu, pengarungan di sepanjang rute Dusun Simpur hingga desa Pulau Timun itu tetap berjalan seru dan menegangkan.
Kebanyakan jeram di 10 kilometer rute tersebut hanya berkisar pada standing waves. Kami pun banyak berjumpa patahan sungai yang tingginya bisa melebihi satu setengah meter atau lebih. Hanya Jeram Lubuk Sibayang, sebuah jeram yang sempat membuat otak kami lama berputar untuk menentukan jadi atau tidaknya diarungi.

Bentuk Lubuk Sibayang berupa patahan setinggi 1,5 meter. Tepat di depannya, sebuah batu besar sudah siap menghadang laju perahu. Jika stag di situ, risikonya bisa terbalik, Maka, bersiaplah diempas rangkaian standing waves yang jaraknya pun tak berjauhan dengan patahan tersebut. Nasib baik, lagi-lagi, masih berpihak pada tim perahu. Perlahan dan penuh kewaspadaan mereka menyongsong lidah jeramnya. Dan, begitu melewati patahan itu, mereka lantas mendayung kuat, sehingga benda karet itu tak sampai tertahan di batu.

Menjelang petang, tim tiba perahu di lokasi finish dusun Pulau Timun. Saya, Armen, dan Ican yang menjadi tim darat, tercengang menyaksikan kerumunan penduduk. Tampaknya, mereka tak sabar lagi ingin menyaksikan "pemandangan" tak lazim di dusun mereka yang terpencil itu.
Malamnya, dalam suasana keluarga desa nan damai di pelukan rimba belantara, kami menghabiskan waktu. Bercengkerama ihwal ketegangan-ketegangan yang kami alami selama dua hari ini. (m. latief)

Copyright © Sinar Harapan 2003

Pesona Tanjung Sakti


Pesona Tanjung Sakti

"Wah sayang sekali, sumber air panas ini belum dimanfaatkan secara maksimal, misalnya dibuat kolam pemandian", kata seorang kawan yang melihat kondisi sumber air panas di bawah jembatan di desa Pajar Bulan kecamatan Tanjung Sakti Pumi. Tak berapa lama kami berada di tepi sungai Manna tepat di bawah jembatan, beberapa saat kemudian datanglah 2 orang pemuda seorang berusia 14 tahun dan seorang lagi berusia 20 tahun membawa 2 ekor ayam ke tepi sungai yang berjarak hanya 2 meter dari kami.
Kamera kesayanganku masih dalam peganganku setelah aku melakukan beberapa jepretan ke sumber air panas. Ketika aku menoleh ke arah dua pemuda tersebut, ternyata mereka akan menyembelih2 ekor  ayam. Ayam pertama telah mereka potong dan mereka injak agar tak lepas kesungai, begitu pula dengan ayam kedua. Setelah kedua ayam tersebut mati mereka masukan k2dua ayam tersebut kedalam sumber air panas yang bersuhu lebih kurang 100 derajat celcius, kemudian mereka bersihkan ayam tersebut di tepi sungai. Sedang seorang kawan yang datang bersamaku membawa beberapa telur dalam plastik hitam yang hendak dia rebus dalam sumber air panas. Tidak lebih dari 10 menit, telur-telurpun telah masak dan siap untuk dimakan.
Demikianlah rupanya masyarakat disekitar sumber air panas yang terletak dibawah jembatan sungai manna, mereka manfaatkan untuk merebus telur atau membersihkan ayam. Tidak heran ketika aku pertama kali turun ke tepi sungai terdapat banyak darah yang masih segar, mungkin beberapa waktu yang lalu ada orang yang menyebelih ayam disini. ”Kalau saja ini di Jawa tentu sudah jadi tempat pemandian yang mendatangkan uang” ujar kawanku lainnya yang berada disampingku.
Aku masih dengan kameraku dan merekam setiap sudut air panas dibawah jembatan yang sudah dikenal masyarakat kabupaten Lahat sejak lama. Sumber air panas di Tanjung Sakti ini layak dijadikan tempat tujuan wisata kalau saja dikelola secara serius yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Dari sumber air panas ini kami putar balik dan menuju sebuah gereja. Gereja di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi konon merupakan gereja tertua di Sumatera Selatan, dibangun oleh misionaris sejak jaman kolonial dulu. Gereja berdinding kayu bercat warna putih, dengan dinding batu setinggi 2 meter, beratap seng dan memiliki menara setinggi sekitar 15 meter. Sedang disebelah kiri gereja terdapat sebuah bangunan kayu berlantai dua beratap seng dan berjendela kaca. Bangunan ini dibiarkan tanpa cat dan terkesan tua. Gereja dan bangunan disebelahnya yang telah berusia lebih dari 50 tahun merupakan juga asset wisata yang terletak sangat dekat dengan sumber air panas.
Hanya beberapa ratus meter dari gereja tua, tepatnya di depan rumah dinas camat Tanjung Sakti Pumi terdapat sebuah gang yang telah di semen, kami menyusuri gang dengan lebar sekitar 1,5 m. Dan 300 m kemudian terdapat area pemakaman, disebelah barat pemakaman ini terngonggok 6 batu yang disebut masyarakat setempat sebagai “Batu Tiang Enam”. Saat ini kondisi Batu Tiang Enam ditumbuhi semak belukar dan sangat sulit untuk mengambil gambar ke 6 batu secara keseluruhan karena terhalang semak belukar dan pohon bambu. Kondisinya sangat tidak terawat.
Ketiga obyek wisata yang terletak di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi telah lama di ketahui masyarakat Kab.Lahat namun karena beberapa hal sehingga tidak berkembang bahkan dilupakan orang,terlihat dari kondisi seperti Batu Tiang Enam yang sangat memprihatinkan dan sumber air panas yang belum sama sekali disentuh.
Selain ketiga obyek wisata tersebut juga terdapat sebuah air terjun yang terdapat di desa Jambat Tiang Batu. Letak air terjun sekitar 300 m dari jalan lintas PagarAlam –Tanjung Sakti. Jalan menuju ke air terjun hanyalah jalan tanah yang tidak terjal, sehingga mudah dijangkau. Air terjun ini disebut “Air Terjun Pemandian Ratu”. Menurut penuturan seorang kawan lokasi ini belum lama dibuka. Air terjun dengan lebar 4 m dan tinggi 8 m cukup deras airnya, terdapat lubuk dibawahnya sehingga dijadikan penduduk untuk mencari ikan.Disekitar air terjun terdapat perkebunan kopi yang juga dijadikan sebagai mata pencarian utama penduduk daerah ini.
Tanjung Sakti Pumi yang berjarak 33 km dari Pagar Alam sebelumnya merupakan satu kecamatan dan saat ini terbagi menjadi dua,yakni Tanjung Sakti Pumi dan Tanjung Sakti Pumu.Jalan menuju ke kecamatan ini  sangat memadai selain lebar juga dalam kondisi baik terpelihara.Jalan yang berkelok dan sedikit naik turun malah menambah keindahan dalam perjalanan.Tapi sejumlah jembatan masih dalam ukuran cukup untuk satu kendaraan roda empat,untuk itu bagi yang berkendaraan roda empat harus hati-hati bila melintasi jembatan.
Harapan kita bersama kelak pesona Tanjung Sakti dapat dikembangkan menjadi tempat tujuan wisata minimal untuk masyarakat kab.Lahat dan sekitarnya.
By mario
Wah sayang sekali ya belum di manfaatkan secara maksimal,misalnya dibuat kolam pemandian ,kata seorang kawan yang melihat kondisi sumber air panas di bawah jembatan di desa Pajar Bulan kecamatan Tanjung Sakti Pumi. Tak berapa lama kami berada di tepi sungai Manna tepat di bawah jembatan, datanglah 2 orang pemuda seorang berusia 14 tahun dan seorang lagi berusia 20 tahun membawa 2 ekor ayam ke tepi sungai yang berjarak hanya 2 meter dari kami.
Kamera kesayanganku masih dalam peganganku setelah aku melakukan beberapa jepretan ke sumber air panas. Ketika aku menoleh ke arah dua pemuda tersebut, ternyata mereka akan menyembelih ayam. Ayam pertama telah mereka potong dan mereka injak agar tak lepas kesungai, begitu pula dengan ayam kedua. Setelah kedua ayam tersebut mati mereka masukan kedalam sumber air panas yang bersuhu lebih kurang 100 derajat celcius, kemudian mereka bersihkan ayam tersebut di tepi sungai. Sedang seorang kawan yang datang bersamaku membawa beberapa telur dalam plastik hitam yang hendak dia rebus dalam sumber air panas. Tidak lebih dari 10 menit, telur-telurpun telah masak dan siap untuk dimakan.
Demikianlah rupanya masyarakat disekitar sumber air panas yang terletak dibawah jembatan sungai manna, mereka manfaatkan untuk merebus telur atau membersihkan ayam. Tidak heran ketika aku pertama kali turun ke tepi sungai terdapat banyak darah yang masih segar, mungkin beberapa waktu yang lalu ada orang yang menyebelih ayam disini. ”Kalau saja ini di Jawa tentu sudah jadi tempat pemandian yang mendatangkan uang” ujar kawanku lainnya yang berada disampingku.
Aku masih dengan kameraku dan merekam setiap sudut air panas dibawah jembatan yang sudah dikenal masyarakat kabupaten Lahat sejak lama. Sumber air panas di Tanjung Sakti ini layak dijadikan tempat tujuan wisata kalau saja dikelola secara serius yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Dari sumber air panas ini kami putar balik dan menuju sebuah gereja. Gereja di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi konon merupakan gereja tertua di Sumatera Selatan, dibangun oleh misionaris sejak jaman kolonial dulu. Gereja berdinding kayu bercat warna putih, dengan dinding batu setinggi 2 meter, beratap seng dan memiliki menara setinggi sekitar 15 meter. Sedang disebelah kiri gereja terdapat sebuah bangunan kayu berlantai dua beratap seng dan berjendela kaca. Bangunan ini dibiarkan tanpa cat dan terkesan tua. Gereja dan bangunan disebelahnya yang telah berusia lebih dari 50 tahun merupakan juga asset wisata yang terletak sangat dekat dengan sumber air panas.
Hanya beberapa ratus meter dari gereja tua, tepatnya di depan rumah dinas camat Tanjung Sakti Pumi terdapat sebuah gang yang telah di semen, kami menyusuri gang dengan lebar sekitar 1,5 m. Dan 300 m kemudian terdapat area pemakaman, disebelah barat pemakaman ini terngonggok 6 batu yang disebut masyarakat setempat sebagai “Batu Tiang Enam”. Saat ini kondisi Batu Tiang Enam ditumbuhi semak belukar dan sangat sulit untuk mengambil gambar ke 6 batu secara keseluruhan karena terhalang semak belukar dan pohon bambu. Kondisinya sangat tidak terawat.
Ketiga obyek wisata yang terletak di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi telah lama di ketahui masyarakat Kab.Lahat namun karena beberapa hal sehingga tidak berkembang bahkan dilupakan orang,terlihat dari kondisi seperti Batu Tiang Enam yang sangat memprihatinkan dan sumber air panas yang belum sama sekali disentuh.
Selain ketiga obyek wisata tersebut juga terdapat sebuah air terjun yang terdapat di desa Jambat Tiang Batu. Letak air terjun sekitar 300 m dari jalan lintas PagarAlam –Tanjung Sakti. Jalan menuju ke air terjun hanyalah jalan tanah yang tidak terjal, sehingga mudah dijangkau. Air terjun ini disebut “Air Terjun Pemandian Ratu”. Menurut penuturan seorang kawan lokasi ini belum lama dibuka. Air terjun dengan lebar 4 m dan tinggi 8 m cukup deras airnya, terdapat lubuk dibawahnya sehingga dijadikan penduduk untuk mencari ikan.Disekitar air terjun terdapat perkebunan kopi yang juga dijadikan sebagai mata pencarian utama penduduk daerah ini.
Tanjung Sakti Pumi yang berjarak 33 km dari Pagar Alam sebelumnya merupakan satu kecamatan dan saat ini terbagi menjadi dua,yakni Tanjung Sakti Pumi dan Tanjung Sakti Pumu.Jalan menuju ke kecamatan ini  sangat memadai selain lebar juga dalam kondisi baik terpelihara.Jalan yang berkelok dan sedikit naik turun malah menambah keindahan dalam perjalanan.Tapi sejumlah jembatan masih dalam ukuran cukup untuk satu kendaraan roda empat,untuk itu bagi yang berkendaraan roda empat harus hati-hati bila melintasi jembatan.
Harapan kita bersama kelak pesona Tanjung Sakti dapat dikembangkan menjadi tempat tujuan wisata minimal untuk masyarakat kab.Lahat dan sekitarnya.