
Kerajaan Sriwijaya terletak di jalur yang
strategis, jalur perdagangan antara India dan Cina. Selain itu, kerajaan ini
juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur pusat perdagangan di
Asia Tenggara. Dengan menguasai selat tersebut menjadikan Sriwijaya menjadi
kerajaan yang mengatur perdagangan nasional dan internasional.
Dalam bidang kebudayaan khususnya keagamaan,
Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha di Asia tenggara dan Asia timur.
Agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah Agama Buddha Mahayana, salah
satu tokoh yang terkenal ialah Dharmakirti.
Kerajaan Sriwijaya berada dalam masa kejayaan
pada abad ke 9-10 masehi. Saat itu, Kerajaan Sriwijaya menguasai jalur
perdagangan maritim yang ada di Asia Tenggara. Dominasi Sriwijaya atas Selat
Malaka dan Selat Sunda, menjadikan kerajaan ini sebagai pengendali rute
perdagangan rempah dan perdagangan lokal.
Bahkan, Kerajaan Sriwijaya juga mengenakan bea
dan cukai atas setiap kapal yang melewati dua selat tersebut. Sriwijaya
mengumpulkan kekayaan dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan, khususnya
pasar Tiongkok dan India.
Berdirinya Kerajaan Sriwijaya masih menjadi
misteri, tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan berdirinya kerajaan
ini. Bukti tertua adalah sebuah berita dari Cina, yaitu pada tahun 682 M ada
seorang pendeta Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin belajar agama Budha di
India. Pendeta tersebut singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk mendalami
bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Dalam sebuah literatur juga menyebutkan bahwa
Kerajaan Sriwijaya pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain berita dari luar, ada juga prasasti
peninggalan Kerajaan Sriwijaya, diantaranya adalah prasasti Kedukan Bukit (683
M) yang ditemukan di Palembang. Isi prasasti tersebut adalah Dapunta Hyang
mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara dan berhasil
menaklukkan beberapa daerah.
Nah, dari dua bukti yang sudah disebutkan , maka
dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja
pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Nama Sriwijaya berasal
dari bahasa Sanskerta berupa "Sri" yang artinya bercahaya dan
"Wijaya" berarti kemenangan sehingga dapat diartikan dengan
kemenangan yang bercahaya atau gemilang.
Nama Sriwijaya begitu
dekat dan melekat pada masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat Sumatera
Selatan. Di Kota Palembang ada Pupuk
Sriwijaya (Pusri), Universitas Sriwijaya (Unsri), klub sepak bola Sriwijaya FC,
maskapai penerbangan Sriwijaya Air, Festival Sriwijaya, Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya dan Propinsi Sumatera Selatan juga berjuluk Bumi Sriwijaya. Jadi
banyak hal yang berbau nama atau menggunakan nama Sriwijaya. Semua nama
tersebut untuk mengingatkan kita nama besar Sriwijaya dan harapan agar dengan
menggunakan nama Sriwijaya maka usaha atau kegiatan akan menjadi besar seperti
kebesaran Kerajaan Sriwijaya dimasanya.
Suatu kebanggaan
tersendiri bagi masyarakat Sumatera Selatan khususnya masyarakat Kota Palembang
dimana telah berdiri suatu kerajaan besar pertama di Nusantara yaitu Kerajaan
Sriwijaya yang menguasai perdagangan Asia Tenggara.
Beberapa bukti yang diyakini sebagai peninggalan Sriwijaya
antara lain : Bukit Seguntang yang merupakan bukit paling tinggi di dataran
Palembang sekitar 30 mdpl telah dianggap sebagai tempat penting sejak masa Kerajaan Sriwijaya,
beberapa temuan artefak yang bersifat Buddhisme menunjukkan tempat ini adalah
salah satu kawasan pemujaan dan keagamaan kerajaan. Pada tahun 1920-an di
lereng selatan bukit ini ditemukan arca Buddha bergaya Amarawati. Arca
berukuran cukup besar ini ditemukan dalam beberapa pecahan. Arca setinggi 277
cm ini dibuat dari batu granit.
Di daerah Bukit Seguntang juga ditemukan fragmen
arca Bodhisattwa. Kepala arca digambarkan dengan
rambut yang tersisir rapi dengan ikatan seutas pita yang berhiaskan kuntum
bunga. Di bukit ini juga ditemukan reruntuhan stupa dari bahan batu pasir dan
bata, fragmen prasasti, arca Bodhisattwa batu, arca Kuwera, dan arca Buddha Wairocana dalam posisi duduk lengkap dengan
prabha dan chattra. Di daerah Bukit Seguntang ditemukan pula fragmen prasasti
batu yang ditulis dalam aksara Pallawa dan Bahasa Melayu Kuno. Prasasti yang
terdiri dari 21 baris ini menceritakan tentang hebatnya sebuah peperangan yang
mengakibatkan banyaknya darah tertumpah, disamping itu juga menyebutkan kutukan
bagi mereka yang berbuat salah.
Pada bagian puncak bukit terdapat beberapa makam
yang dikaitkan dengan tokoh-tokoh raja, Sriwijaya. Terdapat tujuh makam di
bukit ini yang merupakan Makam Raja-raja Sriwijaya, yaitu makam:
- Raja Sigentar Alam
- Pangeran Raja Batu Api
- Putri Kembang Dadar
- Putri Rambut Selako
- Panglima Tuan Junjungan
- Panglima Bagus Kuning
- Panglima Bagus Karang
Bukit Seguntang diibaratkan sebagai
potongan Gunung Mahameru dalam kepercayaan Hindu-Buddha, dan dianggap suci
karena merupakan cikal bakal orang-orang Melayu. Bukit Seguntang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Kota Palembang sebagai Obyek Wisata Situs Arkeologi
Bukit Seguntang.
Taman Purbakala
Kerajaan Sriwijaya atau TPKS terletak di Kelurahan Karanganyar, Kecamatan
Gandus. Situs itu terletak sekitar lima kilometer sebelah barat pusat Kota
Palembang. Situs Karanganyar merupakan bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya di
Palembang yang masih bisa disaksikan. Situs dikelilingi kanal-kanal. Diduga
kanal-kanal tersebut dibuat pada masa Sriwijaya untuk jalur transportasi,
mengatur banjir, atau sebagai benteng.
Di dalam taman
purbakala ini terdapat Museum Sriwijaya, yaitu pusat informasi mengenai situs
dan temuan Sriwijaya di Palembang. Pada bagian tengah situs ini terdapat
pendopo berarsitektur rumah limas khas Palembang yang ditengahnya disimpan
replika Prasasti Kedukan Bukit
dalam kotak kaca. Prasasti ini menceritakan mengenai perjalanan Siddhayatra Dapunta Hyang yang dianggap sebagai tonggak
sejarah berdirinya kemaharajaan Sriwijaya.
Namun kedua tempat yang
sangat bersejarah dan menjadi salah satu bukti kebesaran sebuah kerajaan besar
Sriwijaya kondisinya cukup memprihatikan. Fungsi Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya dan Obyek Wisata Situs Arkeologi Bukit Seguntanng sebagai Pusat
Informasi Sriwijaya dan sebagai daya tarik wisata budaya di Palembang masih
belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian besar masyarakat Palembang
sekarang masih belum mengetahui keberadaan kedua peninggalan ini sebagai
peninggalan masa Sriwijaya, apalagi sebagai pusat informasi tentang Sriwijaya.
Selama ini peninggalan masa Kerajaan Sriwijaya kurang mendapat perhatian dari
pemerintah dan masyarakat. Sayang sekali kini kedua kompleks ini
terbengkalai dan kurang terawat. Jalan di dalam komplek yang tidak baik, sampah
berserakan di mana-mana, hampir setiap sudut dijadikan tempat membakar sampah,
berbagai bangunan dibiarkan tidak terurus dan fasilitas yang masih terkesan apa
adanya.
Maka kesan kebesaran
kerajaan besar Kerajaan Sriwijaya akan hilang dengan melihat kondisi kedua
komplek peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang sangat tidak terurus dan tidak
tertata secara professional. Apalagi pada tahun 2018 Palembang akan menjadi
tuan rumah Asian Games sebuah perhelatan olahraga besar se benua Asia. Kalau
kondisi ini tidak diperbaiki maka akan mencoreng nama Kota Palembang dan nama
besar Kerajaan Sriwijaya.(Mario Andramartik).