Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Jumat, 14 Juli 2023

DESA INI PUSAT MEGALITIK PASEMAH (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)

     Mario, Herlianto dan Yandi di Situs Megalitik Pajar Bulan


Kekayaan alam dan budaya Pasemah tidak diragukan lagi bahkan sebelum Pemerintah Hindia Belanda berhasil menguasai dan menduduki Pasemah pada tahun 1866,  Ullman pada tahun 1849 telah menjelajah situs megalitik yang saat ini dikenal sebagai Situs Megalitik Tinggihari seperti yang dilaporkan dalam artikelnya Hindoe belden in de bovenladen van Palembang. Pada tahun 1872 oleh E.P.Tombrink dalam tulisannya Hindoe Monumenten in de bovenladen van Palembang, kemudian Van der Hoop dalam bukunya Megalithic Remains in South Sumatera tahun 1932, selanjutnya tahun 1934 ada H.W.Vonk dengan tulisannya berjudul Batoe Tatahan bij Air Poear. Kemudian masih ada lagi C.W.Schuler, Frederic Martin Schnitger dengan bukunya berjudul The Forgotten Kingdoms in Sumatra, Von Heine Geldern, dan Van Heekeren.

Mereka melakukan penelitian karena peninggalan megalitik di Kabupaten Lahat merupakan warisan budaya dan peradaban manusia yang sangat penting. Kabupaten Lahat telah menjadi pusat peradaban budaya megalitik terbesar di Indonesia yang dibuktikan dengan adanya temuan peninggalan masa prasejarah berupa megalitik. Sangat wajar istilah “Negeri Seribu Megalitik” melekat pada Kabupaten Lahat. Pada tahun 2012 dikukuhkan oleh MURI (Museum Rekor Indonesia), Kabupaten Lahat sebagai Pemilik Situs Megalitik Terbanyak se Indonesia. Dan megalitik Kabupaten Lahat juga merupakan “Megalitik Terbaik di Indonesia” seperti ditulis oleh Lonely Planet dalam bukunya berjudul Indonesia, menyebutkan The Pasemah carving are considered to be the best example of prehistoric stone sculpture in Indonesia. The best examples of this type are  at  a site called Tinggi Hari, 20 km from Lahat, west of the small river town of Pulau Pinang” (Pahatan Pasemah dianggap sebagai contoh terbaik dari arca batu prasejarah di Indonesia. Contoh terbaik dari jenis ini adalah di situs yang disebut Tinggi Hari, 20 km dari Lahat, di sebelah Barat sungai kota kecil Pulau Pinang). Dari kedua pernyataan tersebut dan dibuktikan dengan keberadaan situs megalitik di Kabupaten Lahat makin mengukuhkan Kabupaten Lahat sebagai Negeri Seribu Megalitik.

 

Tetralith di tengah kebun pepaya Desa Pajar Bulan
















Kehidupan masa prasejarah telah berkembang di Kabupaten Lahat ribuan tahun lalu dengan peninggalan yang masih terlihat hingga kini. Peninggalan prasejarah merupakan periode kehidupan umat manusia yang mempunyai nilai budaya sangat tinggi. Peninggalan megalitik di Kabupaten Lahat muncul dalam bentuk yang begitu unik, dinamis, atraktif, langka dan mengandung unsur kemegahan serta bentuknya yang monumental yang tidak ditemukan di belahan dunia manapun.

Peninggalan megalitik merupakan suatu warisan nenek moyang yang tidak hanya diwariskan budaya material yang begitu menakjubkan akan tetapi tersimpan nilai-nilai yang menjadi tanda bukti otentik dari aktifitas masyarakat yang bermukim di Kabupaten Lahat yang dapat dicontoh dan diteladani seperti kreatifitas, inovasi, kerja keras, disiplin dan  kerjasama.

Megalitik Kabupaten Lahat yang sangat beragam dan merupakan ragam bentuk megalitik yang paling banyak di Indonesia juga sebaran situs megalitik yang paling banyak se Indonesia. Sebaran situs megalitik Kabupaten Lahat tersebar di 16 kecamatan dari 24 kecamatan yang ada di kabupaten Lahat, seperti di kecamatan Merapi Selatan, Merapi Barat, Lahat, Lahat Selatan, Pulau Pinang, Gumay Ulu, Pagar Gunung, Tanjung Tebat, Kota Agung, Mulak Ulu, Pajar Bulan, Jarai, Sukamerindu, Muara Payang, Tanjung Sakti Pumi dan Pseksu.

Salah satu desa di Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat yaitu Desa Pajar Bulan merupakan Pusat Megalitik Pasemah. Desa ini berada di antara Desa Sumur dan Desa Pulau Panggung di ketinggian 695 mdpl dengan sebaran peninggalan megalitik mencapai 497 buah yang terdiri dari 11 ragam bentuk yaitu : 1) Batu Gelang 5 buah, 2) Batu Berelief 1 buah, 3) Batu Datar 152 buah , 4) Tetralith 59 buah, 5) Menhir 3 buah, 6) Dolmen 115 buah, 7) Lesung Batu 33 buah, 8) Lumpang Batu 44 buah, 9) Monolith 79 buah, 10) Umpak Bangunan 2 buah, dan 11) Trilith 4 buah.

Mario dan Yandi di Situs Megalitik Pajar Bulan



Desa Pajar Bulan terletak 69 km dari pusat Kota Lahat, untuk menuju lokasi dari Kota Lahat menuju Kota Pagar Alam kemudian menyusuri jalan Pagar Alam - Kepahiang ke arah Jarai dan setelah Hotel Darma Karya terdapat pertigaan di sebelah kanan jalan, lalu masuk ke jalan Sidik Adim yang merupakan jalan menuju wilayah kecamatan Pajar Bulan. Setelah Kantor Camat Pajar Bulan terdapat Desa Sumur dan tepat di perbatasan Desa Sumur dan Desa Pajar Bulan di sebelah kiri jalan terdapat kebun cabe, pepaya dan kopi, di belakang kebun ini terdapat tinggalan situs megalitik.

Kendaraan parkir di tepi jalan dan masuk jalan setapak sejauh 50 meter dengan kebun kopi di sebelah kanan dan kebun cabe di sebelah kiri lalu masuk ke kebun pepaya dan akan bertemu dengan 1 lumpang batu yang mempunyai lubang 5 . Lumpang batu yang mempunyai ukuran panjang 175 cm dan lebar 130 berada di ketinggian 695 mdpl. Kemudian jalan sejauh 100 meter ke arah utara dan akan bertemu dengan lumpang batu lubang 4 di antara pohon cabe dan pohon pepaya. Lumpang batu dengan tinggi nyaris sama dengan permukaan tanah sehingga kondisinya kurang baik. Dari lumpang batu ke-2 lalu berjalan ke lumpang batu ke-3 yang berjarak sekitar 8 meter. Lumpang batu ke-3 mempunyai 2 lubang dengan diameter kedua lubang nyaris sama 14 cm.

Selanjutnya berjalan ke arah utara masih di kebun pepaya  kita akan menemukan deretan batu datar, dolmen dan batu gelang, ketika kita berada di tengah di antara deretan bebatuan ini kita seperti berada di tengah jalan menuju Gunung Dempo. Yach memang lokasi situs megalitik ini berada di bagian selatan Gunung Dempo dan Sungai Dendan di bagian barat. Sekitar 20 meter ke arah barat deretan dolmen terdapat satu lumpang batu berlubang 3 di perbatasan kebun pepaya dan kebun kopi. Lumpang batu ke-4 di lokasi ini mempunyai diameter lubang 14 cm dan kedalaman lubang 18 cm selanjutnya berjarak 12 meter dari lumpang batu terdapat lesung batu yang mempunyai ukuran panjang 88 cm dan lebar 67 cm. Di Kebun pepaya dan kopi yang tepat berbatasan dengan Desa Sumur disebut masyarakat sebagai Danau Talang seperti yang disampaikan Makfus yang didampingi anaknya Yandi, akan tetapi saat ini Danau Talang telah kering. Ternyata di area ini yang dahulunya berupa persawahan saat ini telah menjadi kebun pepaya terdapat sekitar 107 buah tinggalan megalitik berupa lumpang batu, lesung batu, dolmen, batu gelang dan tetralith.

Dari lokasi Danau Talang menuju ke arah Desa Pajar Bulan tepatnya kami ke rumah Makfus yang berdampingan dengan rumah Amir Hamzah dan Sapta yang didampingi Yandi untuk melihat peninggalan megalitik di area perkampungan warga Desa Pajar Bulan. Dalam kunjungan ini Bupati Lahat Cik Ujang, SH melalui TBUPP Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif didampingi Herlianto Sapsidi melakukan pendataan situs megalitik di Desa Pajar Bulan. Dari pendataan di area perkampungan warga dan sekitarnya terutama di bagian barat perumahan warga terdapat 390 buah peninggalan megalitik sebanyak 11 ragam bentuk yang memanjang ke arah Desa Pulau Panggung. Sehingga total peninggalan megalitik di Desa Pajar Bulan Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat sebanyak 497 buah. Hal ini merupakan temuan terbanyak di satu desa sehingga Desa Pajar Bulan menjadi Pusat Megalitik Pasemah dan kemungkinan temuan ini juga menjadi rekor temuan megalitik terbanyak di satu desa di Indonesia.

Semoga dengan banyaknya temuan tersebut akan menggugah semua pihak untuk turut serta berpartisipasi dalam upaya pelestarian peninggalan leluhur nenek moyang kita apalagi dalam beberapa waktu terakhir ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia melalui Menteri Sandiaga Uno mengajak untuk pengembangan situs megalitik sebagai pariwisata berkelanjutan yang mempunyai potensi besar. "Situs-situs megalitik adalah warisan budaya masa lalu yang memiliki potensi yang sangat besar dan saya sudah melihat di beberapa tempat bisa menjadi objek wisata warisan budaya," ujarnya. Pernyataan menteri Sandiaga Uno ini dapat menjadi pintu masuk pengembangan megalitik menjadi destinasi wisata di Kabupaten Lahat bahkan Sumatera Selatan.

Semoga kelak Situs Megalitik Pasemah (Lahat, Pagar Alam, Empat Lawang, Muara Enim) akan menjadi pusat kajian dan destinasi wisata megalitik unggulan di Indonesia seperti Situs Megalitik Stonehenge di Inggris dan Easter Island di Chile, Amerika. (Mario Andramartik, Juli 2023).

Senin, 03 Juli 2023

MARGA LAHAT YANG HILANG (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)


                                   Bukit Serelo di tahun 1920an

Sistem pemerintahan di Kabupaten Lahat sudah berjalan secara terstruktur dan berjalan dengan baik sebelum terbentuknya pemerintahan yang saat ini disebut dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat yang dipimpin oleh seorang Bupati dan Wakil Bupati. Kabupaten Lahat dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah TK II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821) kemudian tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Lahat  sesuai dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan No.008/SK/1998 tanggal 6 Januari 1988.

Pada awalnya Kabupaten Lahat bernama Afdeeling Palembangsche Bovenladen atau Palembang Dataran Tinggi yang dibentuk Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Mei 1869 setelah Hindia Belanda menaklukan kawasan Pasemah pada tahun 1866. Pada awalnya Pemerintah Hindia Belanda menguasai Kesultanan Palembang pada tanggal 1 Juli 1821 selanjutnya melakukan eksvansi ke daerah uluan hingga kawasan Pasemah. Hindia Belanda membutuhkan waktu sekitar 48 tahun untuk menguasai Pasemah setelah berhasil menaklukkan Palembang.

Jauh sebelum adanya pemerintahan  yang dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda di Palembang Dataran Tinggi yang kemudian menjadi Kabupaten Lahat, telah terbentuk sistem pemerintahan marga. Marga merupakan komunitas asli atau yang disebut masyarakat adat yang berfungsi selfgoverning community, yakni komunitas sosio-kultural yang bisa mengatur diri sendiri. Mereka memiliki lembaga sendiri, perangkat hukum, dan acuan yang jelas dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, serta tidak memiliki ketergantungan terhadap pihak luar, karena sudah melakukan segala sesuatunya sendiri. Dalam pemerintahan marga aturan-aturan yang dipakai mengacu pada Undang-Undang Simbur Cahaya. Pemerintahan marga dalam Undang-Undang Simbur Cahaya terdiri dari beberapa dusun. Masing-masing unit sosial ini dipimpin oleh seorang pasirah, kerio, dan penggawa. Pembarap ialah kepala dusun (kerio) di mana seorang pasirah tinggal. Seorang pembarap mempunyai kekuasaan untuk menggantikan seorang pasirah apabila pasirah berhalangan hadir dalam suatu acara atau kegiatan. Pasirah dan kerio dibantu oleh penghulu dan ketib dalam penanganan urusan keagamaan. Kemit marga dan kemit dusun ditugaskan untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan urusan keamanan. Dalam Inlandsche Gementee Ordonantie Buitengwesten (IGOB) tahun 1938 No. 490.34 dinyatakan bahwa masing-masing marga yang membawahi beberapa dusun dikepalai oleh seorang pesirah dengan gelar depati atau ngabehi. Setiap dusun dikepalai oleh seorang kerio, sedangkan dusun di ibukota marga dikepalai oleh pembarap. Semua pejabat formal ini dipilih oleh penduduk yang mempunyai hak memilih untuk waktu yang tidak ditentukan. Para pesirah (depati/ngabehi) yang telah menjalankan selama 15 tahun biasanya diberhentikan dengan hormat oleh residen dengan diberi gelar pangeran.

Masyarakat Desa Gunung Megang Jarai tahun 1931

Sistem pemerintahan Marga yang telah berlangsung sebelum masuknya Pemerintah Hindia Belanda terus berlanjut di masa Pemerintah Hindia Belanda hingga pasca kememerdekaan. Ketika Indonesia berdiri pada tahun 1945 sistem marga masih tetap diterapkan dan terdapat di dalam Undang-Undang 1945 Pasal 18, Romawi II dijelaskan sebagai berikut: “dalam teritori Negara Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelbestuurende Lanschappen dan Volkgemenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali. Penamaan nagari di Minangkabau, marga, dan dusun di Palembang, dan sebagainya. Akan tetapi pada masa Orde Baru melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa menyebabkan termarjinalnya fungsi marga. Bahkan dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan Sistem Marga di Sumatera Selatan.

Dalam Surat Keputusan yang diterbitkan pada tanggal 24 Maret 1983 tersebut menyatakan, pertama pembubaran sistem marga di Sumatera Selatan. Kedua, pasirah (pemimpin marga) dan semua instrumen marga dipecat dengan hormat. Ketiga, dusun, di dalam sebuah marga, diganti dengan desa sesuai dengan definisi yang ada pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979. Keempat, kerio sebagai kepala dusun, akan menjadi kepala desa yang akan ditunjuk melalui pemilihan kepala desa sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1979. Implikasi undang-undang dan surat keputusan tersebut adalah rusaknya lembaga-lembaga tradisional dan adat bahkan marga sebagai sistem pemerintahan pun dihapuskan. Menurut catatan yang dibuat pada tahun 1879 dan 1932 seluruh marga yang ada di Sumatera Selatan (pada waktu itu disebut Karesidenan Palembang) berjumlah 174 marga. Tahun 1940, menjelang masa kemerdekaan jumlah itu menjadi 175 marga. Pada masa kemerdekaan di awal masa Orde Baru, tahun 1968, berjumlah 181 marga. Pada tahun 1983 ketika marga-marga dibubarkan jumlah seluruh marga di Sumatera Selatan mendekati angka 200.

Untuk marga-marga di Lematang Ulu-Lahat terdapat 15 marga yaitu : 1) Bungamas, 2) Empat Lurah Manggul di Manggul, 3) Endikat, 4) Gumai Ulu, 5) Gumai-Lembak di Lubuk Sepang, 6) Lawang Kulon, 7) Puntang Merapi di Merapi, 8) Pagar Gunung di Karang Agung, 9) Penjalang Suku Empayang Kikim dan Saling Ulu (PSEKSU) di Sukajadi, 10) Penjalang Suku Lingsing di Pagar Jati, 11) Penjalang Suku Pangi di Nanjungan, 12) Penjalang Suku Empayang Ilir di Gunung Kerto, 13) S.Dal.S.Lingsing, 14) Tembelang Gedung Agung di Gedung Agung, 15) Empat Suku Negeri Agung di Ulak Pandan  dan di Tanah Pasemah-Pagar Alam terdapat 10 marga yaitu : 1) Mulak Ulu di Muara Tiga, 2) Penjalang Suku Tanjung Kurung di Tanjung Kurung, 3) Sumbai Besak Suku Kebun Jati di Kebun Jati, 4) Sumbay Ulu Lurah Suku Pajar Bulan di Pajar Bulan, 5) Sumbai Besak Suku Alun Dua di Alun Dua, 6) Sumbai Mangku Anum Suku Muara Siban di Bumi Agung, 7) Semidang Suku Pelang Kenidai di Pelang Kenidai, 8) Sumbai Besak Suku Lubuk Buntak di Lubuk Buntak, 9) Sumbai Mangku Anum Suku Penantian di Penantian, 10) Sumbai Tanjung Raya Suku Muara Payang di Talang Tinggi.

Ada 2 marga dari Pasemah ketika pembentukan karesidenan oleh Pemerintah Hindia Belanda masuk ke Afdeeling Manna Karesidenan Bengkulu yaitu Marga PUMI dan Marga PUMU yang saat ini menjadi Kecamatan Tanjung Sakti PUMI dan Kecamatan Tanjung Sakti PUMU. Kata PUMI dan PUMU mempunyai arti PUMI (Pasemah Ulu Manna Ilir) dan PUMU (Pasemah Ulu Manna Ulu) akan tetapi juga ada yang mengartikan kata Manna menjadi Muara maka menjadi Pasemah Ulu Muara Ilir dan  Pasemah Ulu Muara Ilir.

Dari 27 marga yang berada di Lematang Ulu-Lahat, Tanah Pasemah-Pagar Alam dan Manna-Bengkulu tersebut yang saat ini berada di wilayah Kabupaten Lahat ada 23 marga, yaitu :  1) Bungamas, 2) Empat Lurah Manggul, 3) Endikat, 4) Gumai Ulu, 5) Gumai-Lembak, 6) Lawang Kulon, 7) Puntang Merapi, 8) Pagar Gunung, 9) Penjalang Suku Empayang Kikim dan Saling Ulu (PSEKSU) 10) Penjalang Suku Lingsing, 11) Penjalang Suku Pangi, 12) Penjalang Suku Empayang Ilir, 13) S.Dal.S.Lingsing, 14) Tembelang Gedung Agung, 15) Empat Suku Negeri Agung, 16) Mulak Ulu, 17) Penjalang Suku Tanjung Kurung, 18) Sumbai Besak Suku Kebun Jati, 19) Sumbay Ulu Lurah Suku Pajar Bulan, 20) Sumbai Mangku Anum Suku Penantian, 21) Sumbai Tanjung Raya Suku Muara Payang, 22) PUMI dan 23) PUMU.

Seorang penari dengan pakai adat Pasemah

Kemudian dari 23 marga tersebut saat ini menjadi 24 kecamatan yaitu : 1) Kikim Timur eks Marga Bungamas dan Lawang Kulon, 2) Kikim Tengah, 3) Kikim Selatan eks Marga Penjalang Suku Lingsing dan Marga Penjalang Suku Pangi, 4) Kikim Barat, 5) PSEKSU eks Marga PSEKSU, 6) Gumay Talang eks Marga Endikat, 7) Lahat eks Marga Empat Lurah Manggul, 8) Merapi Timur eks Marga Tembelang Gedung Agung, 9) Merapi Selatan eks Marga Empat Suku Negeri Agung, 10) Merapi Barat eks Marga Puntang Merapi dan Marga Empat Suku Negeri Agung, 11) Lahat Selatan eks Marga Empat Lurah Manggul,, 12) Pulau Pinang eks Marga Gumay Lembak, 13) Gumay Ulu eks Marga Gumai Ulu, 14) Pagar Gunung eks Marga Pagar Gunung, 15) Mulak Sebingkai eks Marga Mulak Ulu, 16) Mulak Ulu eks Marga Mulak Ulu, 17) Kota Agung eks Marga Kebun Jati, 18) Tanjung Tebat eks Marga Tanjung Kurung, 19) Tanjung Sakti PUMI eks Marga PUMI, 20) Tanjung Sakti PUMU eks Marga PUMU, 21) Pajar Bulan eks Marga Pajar Bulan, 22) Sukamerindu eks Marga Pajar Bulan, 23) Jarai eks Marga Penantian dan 24) Muara Payang eks Marga Muara Payang.

Dari 24 kecamatan tersebut yang masih memakai nama marga yaitu : 1) PSEKSU, 2) Merapi, 3) Gumay Ulu, 4) Pagar Gunung, 5) Mulak Ulu, 6) Pajar Bulan, 7) Muara Payang, 8) Tanjung Sakti PUMI, 9) Tanjung Sakti PUMU, maka ada baiknya bila nama kecamatan mengambil dari nama marga karena marga berasal dari serikat dusun baik atas dasar susunan masyarakat yang berdasarkan suatu teritorial tertentu maupun rumpun keluarga (genealogis). Marga merupakan susunan masyarakat yang berdasarkan adat dan hukum adat, serta mempunyai wilayah tertentu. Marga hidup menurut adat yang berlaku sejak marga itu mulai dibentuk jauh di waktu yang lampau. Adat menjiwai kehidupan warganya, masyarakat, dan pemerintahnya. Selain itu, masyarakat juga mempunyai ikatan lahir batin yang kuat yang sejak awalnya telah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya.

Semoga ke depan penamaan nama kecamatan di Kabupaten Lahat dapat mengambil nama marga misalnya Kecamatan Kikim Timur menjadi Kecamatan Bungamas, Kecamatan Gumay Talang menjadi Kecamatan Endikat, Kecamatan Merapi Timur menjadi Kecamatan Tembelang Gedung Agung, Kecamatan Pulau Pinang menjadi Kecamatan Gumay Lembak, Kecamatan Kota Agung menjadi Kecamatan Kebun Jati dan Kecamatan Tanjung Tebat menjadi Kecamatan Tanjung Kurung. Dengan demikian nama kecamatan tidak pernah lepas dari masyarakat yang berdasarkan adat dan hukum adat, serta wilayah tersebut. (Mario Andramatik, Juli 2023).