Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Selasa, 31 Januari 2023

BATU BELADUNG

                    Wisatawan di Cughup Batu Beladung


Setiap liburan akhir tahun dan tahun baru  hampir setiap daya tarik dan destinasi wisata dimanapun berada selalu ramai dan dipadati wisatawan bahkan kenaikan kunjungan wisatawan bisa mencapai 3 kali lipat dari hari biasa. Hal ini terjadi juga di beberapa daya tarik dan destinasi wisata di Kabupaten Lahat seperti Waterboom, Puncak Gugah, Taman Ayek Lematang, Pagar Park, Cughup Buluh, Bukit Besak, TMC, Ayek Pacar dan Agrowisata Tanjung Sakti.

Seperti diketahui bahwa Kabupaten Lahat mempunyai daya tarik wisata yang sangat beragam baik wisata alam, budaya dan buatan yang tersebar di beberapa desa dan kecamatan dari ujung timur hingga ujung barat. Dan di awal tahun 2023 ini Kabupaten Lahat mencatatkan diri penambahan destinasi wisata baru yaitu Cughup Batu Beladung yang berlokasi di Desa Tanjung Payang Kecamatan Lahat Selatan. Lokasi destinasi wisata ini baru saja dirintis seminggu yang lalu oleh pemilik lahan bernama Darmadi seorang warga Tanjung Payang bersama kerabatnya.

Untuk menuju lokasi air terjun atau dalam bahasa Lahat di sebut cughup,  maka Cughup Batu Beladung sangat mudah untuk dijangkau. Dari pusat Kota Lahat atau Simpang 4 Pasar Lematang menuju ke arah barat atau arah ke Pagar Alam setelah melintasi lapangan PJKA ada simpang 4, belok ke kiri dan terus lurus menyeberangi jembatan sungai Lematang yang baru saja di cat dengan warna yang biru menarik sehingga terlihat lebih indah. Dari jembatan Lematang terus lurus mengikuti jalan Drs.Harunata sejauh 5 km dengan kondisi jalan aspal yang bagus dengan bahu jalan berbeton sehingga jalan ini sangat aman untuk dilalui, selanjutnya belok ke kiri dan masuk jalan cor beton sejauh 100 meter dan kendaraan dapat parkir di lokasi ini. Berikutnya jalan kaki sejauh 100 meter dengan meniti anak tangga dan dilanjutkan menelusuri puluhan bebatuan yang tersebar di lokasi ini dan suara air gemericik menyambut kedatangan wisatawan. Ketika menyeberangi jembatan Lematang di sebelah kiri jalan telah dipasang spanduk kecil petunjuk arah ke Cughup Batu Beladung begitu juga di beberapa titik sepanjang jalan menuju lokasi cughup telah dipasang petunjuk arah. Hal ini untuk mempermudah wisatawan mencari lokasi cughup.

Air jernih berwarna putih mengalir dari atas dan jatuh mengalir di atas bebatuan yang menumpuk sehingga cughup ini terlihat lebih indah. Walaupun di musim hujan dan sungai lematang berwarna keruh tetapi cughup ini tetap berair jernih. Banyaknya bebatuan yang tersebar dan bertumpuk-tumpuk di lokasi cughup ini sehingga lokasi ini disebut Cughup Batu Beladung (batu bertumpuk-tumpuk) seperti dituturkan Kepala Desa Tanjung Payang Sapri.

Bupati Lahat Cik Ujang, SH melalui Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik yang berkunjung langsung ke lokasi bersama Kepala Desa Tanjung Payang Sapri dan Kepala Dusun Dian. Pemkab Lahat sangat mendukung dengan dibukanya daya tarik wisata ini menjadi destinasi wisata apa lagi lokasinya sangat dekat dengan ibukota kabupaten, jalan menuju lokasi mudah untuk semua kalangan, aman dan nyaman, ayo wisata ke cughup Batu Beladung, ayo wisata ke Lahat sambung Mario.

         TBUPP, Kades dan Pengelola Cughup Batu Beladung

Walaupun destinasi wisata ini baru seumur jagung akan tetapi telah mampu menarik banyak wisatawan maka dari itu pemilik lahan lebih giat dan semangat untuk melakukan pembenahan seperti membuat toilet, tempat ganti pakaian, gazebo, pance (bangku tempat duduk dari bambu), pondok jualan dan menyiapkan lahan untuk berkemah tepat di atas cughup yang merupakan kebun karet. Pengelola cughup juga telah melakukan terobosan dalam mempromosikan destinasi wisata Cughup Batu Beladung dengan membuat Lomba Foto melalui media sosial Instagram. Hal ini tentu suatu upaya untuk menarik minat wisatawan berkunjung dan memberikan apresiasi atas kunjungan wisatawan.

Semoga segala upaya yang telah dilakukan dan akan dilakukan oleh pengelola dalam pengembangan Cughup Batu Beladung akan berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan harapan serta dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar cughup. Januari 2023 Mario Andramartik.

Jumat, 27 Januari 2023

SINGAPURE LAHAT

Tim survey foto bersama di Cughup Endap

Pada liburan akhir tahun 2022 dan tahun baru 2023 hampir semua destinasi wisata dimanapun berada selalu dipadati wisatawan. Di Kabupaten Lahat destinasi wisata yang sangat padat dikunjungi wisatawan seperti Agrowisata Tanjung Sakti, Ayek Pacar, Taman Ayek Lematang dan Waterboom begitu juga dengan penginapan/hotel penuh dengan wisatawan dari berbagai kota di Sumatera Selatan dan luar Sumatera Selatan. Yach memang Kabupaten Lahat mempunyai banyak destinasi wisata dan daya tarik wisata yang tersebar hampir di setiap kecamatan baik wisata alam, budaya dan buatan.

Di awal tahun 2023 ini Bupati Lahat Cik Ujang, SH melalui Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik melakukan kunjungan ke satu air terjun atau cughup di Desa Singapure Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat. Dalam kunjungannya tim didampingi Herlianto Sapsidi, Handoyo, Victorrogo Sekretaris Desa Singapure, Rahap Budianto Manager PT Prastya Bajra Prima dan Darhanis pemilik lahan cughup.

Lokasi cughup dekat dengan PLTM Endika yang dibangun oleh PT Prastya Bajra Prima. Pembangkit yang memanfaatkan air sungai Endikat sebagai penggerak turbin yang menghasilkan listrik sebesar 8 MW. Di atasnya juga ada PLTM PT Green Lahat yang memproduksi listrik sebesar 10 MW. Kedua PLTM ini merupakan pembangkit listrik energi baru terbarukan.

Setelah sampai di site PLTM Endikat Victor dan Rahap bercerita bahwa di Desa Singapure terdapat 4 air terjun yaitu Ndelindang, Endap, Liku Semen dan Beringin. Ke-4 air terjun masih sangat alami dan belum ada fasilitas penunjang sebagai destinasi wisata. Akhirnya kami putuskan untuk melihat air terjun Endap.

Untuk menuju lokasi air terjun Endap dari pintu masuk site PLTM Endikat berhenti di headpond, karena untuk menuju lokasi cughup harus melewati site PLTM maka perlu pemberitahuan dahulu sebelum berkunjung. Dari headpond lalu turun dan menyeberangi sungai Getapan dengan jembatan kayu. Kemudian sedikit naik untuk menuju pondok Darhanis. Dari pondok Darhanis menyusuri kebun kopi berikutnya sedikit turun menuju lahan yang baru saja dibuka oleh Darhanis untuk ditanami dengan pohon kopi.

Setelah berjalan sekitar 5 menit kami menyusuri sungai Getapan. Di barisan paling depan Darhanis memimpin perjalanan menuju cughup, Darhanis membawa parang untuk memotong ranting-ranting agar perjalanan kami lebih menyenangkan walaupun kami juga harus meruduk karena beberapa pohon besar yang tumbang. Menurut Darhanis memang belum ada yang sengaja berkunjung ke Cughup Endap ini begitu juga Victor Sekretaris Desa Singapure mengatakan bahwa baru kali ini ke cughup Endap. Menurut beberapa pekerja PLTM Endikat juga belum pernah berkunjung ke cughup Endap.

Setelah menempuh perjalanan kaki sekitar 15 menit kami tiba di cughup Endap yang berair jernih, mempunyai lubuk dengan kedalaman 1,5 meter, ketinggian sekitar 20 meter dengan pepohonan nan rindang disekelilingnya membuat cughup Endap begitu sejuk, asri dan hijau di ketinggian 750 mdpl. Cughup Endap berada di sungai Getapan, diatasnya ada cughup Ndelindang yang berjarak sekitar 1 km. Sungai Getapan mengalir ke sungai Endikat.

Untuk menuju cughup Endap dari Kota Lahat ke arah Kota Pagar Alam, kemudian di Simpang 3 Asam desa Air Dingin Lama dapat belok kiri ke arah Kota Agung, bila melalui jalan ini dapat ditempuh dengan jarak 56 km atau 1 jam 45 menit dan bila belok kanan ke arah Kota Pagar Alam lalu belok kiri di desa Bandar maka dapat ditempuh dengan jarak 75 km atau 2 jam perjalanan. Dari kedua jalan saat ini dalam kondisi baik dengan lebar jalan sekitar 4 meter sehingga bila berpapasan 2 mobil maka harus berhenti salah satu mobil.


Setiba di cughup kami langsung buru-buru untuk berfoto bersama sebelum hujan lebat datang, selesai berfoto kami langsung meninggalkan cughup Endap kembali ke pondok Darhanis. Alhamdulillah hujan hanya gerimis dan sebentar sehingga belum membasahi pakaian kami. Setiba di pondok Darhanis kami menyeduh kopi yang disajikan oleh istri Darhanis. Kami menikmati kopi yang diproduksi dari kebun sendiri dan diolah dengan sederhana dan menggunakan peralatan tradisional seperti isaran (alat pengupas kulit kopi), ditumpuk sendiri dengan lesung kayu, digoreng sendiri di kebun ini sehingga kelezatan kopinya sangat terasa. Selesai menikmati kopi robusta Darhanis nan lezat kami kembali ke kendaraan kami dan kembali pulang.

Desa Singapure mempunyai potensi 4 air terjun, rumat adat (ghumah baghi), perkebunan kopi, lada, persawahan dan 2 PLTM, tentu ini merupakan potensi yang besar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa Singapure. Smoga kelak Singapure Lahat dapat maju berkembang menjadi Singapore  yang merupakan negara maju yang berada di Asia Tenggara. Januari 2023, Mario Andramartik.

Selasa, 18 Oktober 2022

JEMARING DESA PRASEJARAH

Koordinator Jupel  sedang meninjau Situs Megalitik Jemaring

Kabupaten Lahat telah dikenal luas sebagai Pemilik Situs Megalitik Terbanyak se Indonesia, predikat tersebut disematkan kepada Kabupaten Lahat pada tahun 2012 oleh Museum Rekor Indonesia (MURI). Pada kenyataannya memang Kabupaten Lahat memiliki situs megalitik yang tersebar di beberapa desa dan kecamatan sehingga Kabupaten Lahat mendapat julukan “Negeri Seribu Megalitik”. Dari data yang dihimpun oleh Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat saat ini di Kabupaten Lahat tak kurang ada 1.121 peninggalan megalitik yang tersebar di 67 situs megalitik di 54 desa dan 14 kecamatan.

Dari 67 situs megalitik tersebut, masyarakat Kabupaten Lahat hanya mengenal atau lebih mengenal beberapa situs saja seperti Situs Tinggihari, Situs Batu Putri, Situs Batu Macan dan Situs Batu Kerbau. Untuk Situs Tinggihari selain merupakan situs megalitik yang pertama kali ditemukan pada tahun 1849 oleh L.Ullman juga merupakan situs yang paling bagus dan terbaik seperti yang ditulis oleh Lonely Planet yang terbit di Australia pada tahun 2007 menyebut Situs Tinggihari “The Pasemah carving are considered to be the best example of prehistoric stone sculpture in Indonesia. The best examples of this type are  at  a site called Tinggi Hari, 20 km from Lahat, west of the small river town of Pulau Pinang” (Pahatan Pasemah dianggap sebagai contoh terbaik dari arca batu prasejarah di Indonesia. Contoh terbaik dari jenis ini adalah di situs yang disebut Tinggi Hari, 20 km dari Lahat, di sebelah Barat sungai kota kecil Pulau Pinang).

Untuk mengenal lebih dekat situs per situs megalitik perlu adanya beberapa upaya dari berbagai pihak agar keberadaan situs-situs megalitik Kabupaten Lahat lebih dikenal oleh masyarakat Kabupaten Lahat dan Provinsi Sumatera Selatan. Adapun beberapa upaya misalnya dengan memasukan megalitik sebagai pelajaran muatan lokal di sekolah SD hingga SLTA, membuat program siswa-siswa mengunjungi situs megalitik, membuat kegiatan atau event di situs megalitik, membuat festival megalitik dan berbagai kegiatan dengan nuansa megalitik.

Mario dan Ardianto di Situs Megalitik Jemaring

Pada tulisan ini kita akan mengenal satu situs megalitik di Kecamatan Jarai. Di Kecamatan Jarai sendiri saat ini ada beberapa situs megalitik yang tersebar di beberapa desa yaitu Desa Gunung Kaya, Gunung Megang, Pagar Dewa, Muara Tawi, Jemaring dan Bandar Aji. Secara Geografis Kecamatan Jarai terletak pada koordinat 103º16’ Bujur Timur dan 30º59’ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 400-1000 meter di atas permukaan laut. Lokasi penelitian sering disebut sebagai daerah Pasemah, yang dibatasi oleh Gunung Dempo di sebelah Barat Daya dengan ketinggian 3.159 meter dpl dan di sebelah Timur Laut terdapat Pegunungan Gumay yang termasuk gugusan Bukit Barisan yang memanjang dari Tenggara ke Barat Laut pulau Sumatera dengan ketinggian kurang lebih 1.700 meter dari permukaan laut.

Situs Jarai sebagai salah satu bentuk situs permukiman masa lalu, oleh Van Der Hoop telah diketahui sejak tahun 1932 dalam bukunya berjudul Megalithic Remains in South Sumatera. ( Hoop , 1932 : 35-36 ), Selanjutnya Puslitbang Arkenas melakukan penelitian di situs Gunung Kaya dan situs Gunung Megang tahun 2007 dan 2008. Balai Arkeologi Palembang telah melakukan kegiatan penelitian dengan mengadakan  ekskavasi  di situs Gunung Kaya yang terletak sekitar 10 km sebelah baratlaut Kota Pagar Alam, dan berhasil menemukan 1 buah bilik batu dan di lokasi tersebut didapatkan pula tinggalan megalitik berupa, dolmen, lesung batu baik tunggal dan berkelompok, batu datar, lumpang batu dan sebuah arca dalam posisi terguling.(Kristantina, 2008). Pada saat kegiatan penelitian tim mendapat informasi dari pemilik tanah yang bernama Ludyo, bahwa di sekitar pekarangan rumah, ditemukan 8 buah tempayan bahan tanah liat berdiameter sekitar 60 cm.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, keberadaan tinggalan megalitik di situs Jarai menunjukkan bahwa daerah tersebut mengindikasikan pernah digunakan sebagai tempat bermukim pada masa lalu. Menyangkut keberadaan tinggalan tersebut baik dari segi kualitas dan kwantitasnya menimbulkan berbagai permasalahan yang menyangkut tingkat teknologi, ekonomi, pranata sosial   dan adaptasi manusia pendukungnya.

Pada tahun 2011 penelitian lanjutan oleh Balar Arkeologi Palembang, survei peninggalan megalitik di Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan telah  dilakukan di 6 desa, yang mencakup Desa Gunung Kaya, Gunung Megang, Pagar Dewa, Jemaring, Muara Tawi, dan Tanjung Menang.

Di Desa Jemaring sendiri ditemukan beberapa peninggalan megalitik yang disebut dengan  Situs Jemaring yang berada diketinggian 810 meter dpl, lokasi situs di pinggir jalan raya yang menghubungkan jalan lintas Pagar Alam – Muara Payang menuju Desa Jemaring, lokasi situs berada di hamparan persawahan, dan berhasil di data adanya 13 temuan tinggalan megalitik seperti: dolmen, batu datar, lumpang batu, tetralith dan batu temu gelang.

Dr.Alrefi, S.Pd., M.Pd dan Akbari,S.Pd,M.Pd di Situs Megalitik Jemaring

Untuk menuju situs megalitik Jemaring dari Pasar Jarai hanya berjarak sekitar 1 km ke arah Muara Payang, setelah Desa Aromantai terdapat pertigaan ke arah kanan. Dari pertigaan ini kita akan menyusuri jalan aspal yang mulus dan telah dilakukan pelebaran jalan dengan pengecoran di sebelah kanan dan kiri jalan sehingga jalan menuju desa ini terlihat lebar dan nyaman dilalui. Kurang dari 1 km di sebelah kanan jalan terdapat hamparan persawahan dan disinilah temuan megalitik Situs Jemaring berada. Ketika persawahan ini selesai dipanen maka bebatuan yang merupakan peninggalan masa megalitik lebih terlihat jelas dibandingkan ketika persawahan ini ditumbuhi dengan tanaman padi yang telah menutupi keberadaan megalitik. Akan tetapi ada satu peninggalan megalitik berupa lumpang batu yang berada di tepi sawah di antara tanaman terong dan lengkuas sehingga setiap waktu lumpang batu ini dapat dilihat dan lokasinyapun sangat dekat dengan jalan yaitu sekitar 10 meter saja. Lumpang batu dengan satu lubang dengan diameter sekitar 20 cm sedikit berlumut karena air sering mengenang di lubang lumpang batu ini apalagi Situs Jemaring ini belum memiliki juru pelihara seperti situs lainnya di Kecamatan Jarai seperti Situs Gunung Kayang, Situs Gunung Megang dan Situs Baturang. Pada ketiga situs ini terlihat lebih terpelihara, bersih dan tertata juga pada beberapa tinggalan telah di pagar secara permanen sebagai upaya pengaman peninggalan megalitik. Semoga kedepan Situs Jemaring juga mendapat perlakuan sepadan dengan situs-situs lainnya.

Lumpang Batu di Situs Megalitik Jemaring

Pada kunjungan kami terakhir di Situs Jemaring ini kami mendampingi akademisi dari Universitas Sriwijaya putra-putri dari Kabupaten Lahat. Sebanyak 12 orang akademisi Universitas Sriwijaya yang dipimpin oleh Prof.Dr.Ir.H.Ahmad Muslim, M.Agr mengunjungi Kecamatan Jarai dengan titik kunjungan di Desa Gunung Megang dan Pelajaran. Adapun kunjungan ini sebagai upaya dari Pemerintah Kabupaten Lahat melalui Bupati Lahat Cik Ujang,SH untuk mengajak pihak akademisi khususnya dari Universitas Sriwijaya terutama yang merupakan putra-putri Kabupaten Lahat membantu pemikiran dan program-program kerja untuk kemajuan Kabupaten Lahat. Di Kecamatan Jarai sendiri lebih fokus pada sektor pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, pariwisata dan Kebudayaan. Semoga kegiatan ini akan berlanjut pada kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi masyarakat dan pemerintah Kabupaten Lahat menuju Kabupaten Lahat yang maju, berkembang dan bercahaya. (Oktober, Mario Andramartik).



Selasa, 27 September 2022

PERADABAN DI UJUNG BARAT LAHAT

                   
                                           Gambar. Batu Langgar Desa Lawang Agung Lama

Setelah menyeberangi jembatan gantung sepanjang sekitar 50 meter jalanan langsung menanjak tajam sehingga dibutuhkan sepeda motor yang kuat dan pengendara yang telah teruji, kalau tidak sepeda motor dapat mati dan mundur masuk ke sungai Lintang. Hal inilah yang aku alami ketika hendak melihat langsung peninggalan megalitik yang disebut masyarakat sebagai Batu Langgar. Aku dibonceng sepeda motor oleh Wandra seorang penggiat wisata Desa Lawang Agung Lama Kecamatan Muara Payang dan didampingi oleh Febri yang juga seorang penggiat wisata dari Desa Lawang Agung Lama. Kami bertiga menyusuri jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu kendaraan sepeda motor dan bila berpapasan dengan sepeda motor ataupun orang maka salah satu harus berhenti dan sedikit minggir, belum lagi kami harus menghindari ranting-ranting pohon kopi yang tumbuh dengan lebatnya. Seorang penggiat wisata Imran Sumardi tetap berada di Desa Lawang Agung Lama mendampingi tim kami dari Lahat melihat kebun kopi, durian, tembakau, kebun sayur dan sumber mata air atau ayek ulu tulung yang juga menjadi daya tarik wisata desa selain air terjun Jernih dan air terjun Lawang Agung.


Dalam perjalanan menuju Batu Langgar selain harus menyeberangi jembatan gantung juga menyusuri kebun kopi sebelum akhirnya tiba di kebun sayur dimana Batu Langgar berada. Jalan setapak sejak dari jembatan gantung hingga kebun sayur dimana Batu Langgar berada jalanan menanjak berupa jalan tanah dan  hanya sebagian kecil yang telah di cor beton. Jarak tempuh dari jalan lintas Pagar Alam – Pendopo menuju Batu Langgar sekitar 1,3 km atau perjalanan dengan sepeda motor sekitar 10 menit. Akan tetapi walaupun jaraknya cukup dekat dari desa Batu Langgar yang merupakan sebuah situs budaya peninggalan masa megalitik belum banyak dikenal luas baik oleh masyarakat Kabupaten Lahat maupun masyarakat Sumatera Selatan.

Bupati Lahat Cik Ujang,SH melalui Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik langsung menindaklanjuti dengan berkunjung langsung ke lokasi setelah menerima laporan masyarakat terkait adanya situs budaya peninggalan masa megalitik yang berada di Kecamatan Muara Payang. Kunjungan pertama ke Situs Megalitik Batu Langgar. Di situs ini terdapat sebuah bilik batu yang berada di bagian timur kebun sayur milik Harpensyah, terlihat bagian dinding bagian kiri, kanan dan belakang juga bagian depan bilik yang menghadap ke arah barat. Semua batu berupa lempengan batu slab stone. Akan tetapi atap bagian depan bilik batu terlihat terjadi patahan.

Saat ini di Kawasan Megalitik Pasemah (Lahat, Pagar Alam, Empat Lawang , Muara Enim) ditemukan banyak bilik batu yang letaknya di bawah permukaan tanah seperti yang ditemukan di situs megalitik Kota Raya Lembak, Talang Pagar Agung, Gunung Megang, Gunung Kaya, Tegur Wangi, Talang Kecepol dan Tanjung Aro akan tetapi bilik batu yang ditemukan di situs megalitik Batu Langgar bilik batu berada di permukaan tanah.

Selain bilik batu yang disebut masyarakat sebagai Batu Langgar di situs ini juga terdapat tetralith (tetra = 4, lith = batu) atau batu susun empat. Tetralith berada sekitar 20 meter dari Batu Langgar ke tenggara juga terlihat slab stone dan monolith di kebun cabe. Lokasi situs berada di ketinggian 669 mdpl.

Dari Batu Langgar kami bertiga dengan sepeda motor kembali ke Desa Lawang Agung Lama dan melanjutkan perjalanan ke Desa Talang Tinggi yang hanya berjarak sekitar 1 km. Dari Desa Talang Tinggi kami melanjutkan perjalanan ke situs megalitik yang baru kami terima laporannya dari Harpensyah pemilik Situs Batu Langgar. Untuk menuju lokasi situs dari desa sekitar 2 km dengan menyusuri jalan desa yang sudah di aspal 1,8 km dengan sisanya yang masih dalam pengerjaan pengecoran. Lokasi situs berada di ketinggian 821 mdpl tepat di bagian barat laut di kaki Gunung Dempo.

     
               Gambar. Tim di situs megalitik Talang Kemang Ilir

Kebun sayur yang tepat berada di sisi kiri jalan merupakan kebun milik Harhendi dengan luas sekitar 1 ha dengan tanaman sayur berupa terong, tomat, kacang panjang, jahe dan kates. Saat kami berada di sana tanaman terong dan tomat sedang di panen sedangkan tanaman lainnya baru saja ditanam. Setelah kami bertemu dengan dengan Harhendi selanjutnya dengan keramahannya kami diantar untuk melihat satu per satu peninggalan megalitik yang berada di kebun sayur Harhendi ini.

“Kite ke situ kudai” ajak Harhendi sambil menunjuk ke arah timur, dan kamipun berjalan di sela-sela tanaman terong dan tomat mengikuti Harhendi. Benda pertama yang kami lihat berupa lesung batu tetapi sudah patah, di sebelah timur lesung batu terdapat 1 tetralit, jarak 1 meter terdapat momolith dan 2 meter dari monolith terdapat lesung batu lagi. Lesung batu dalam kondisi tidak terawat dengan bagian lubang berisi tanah dan tepi lupang berlumut hijau. Lalu kami bersihkan lubang lesung sehingga terlihat dengan jelas bentung dari lesung batu. Kemudian kami berjalan ke arah utara, disini terdapat 2 buah lesung batu dengan ukuran lebih kecil dari lesung batu kedua yang kami lihat. Dua lesung berada berdekatan tetapi pada awalnya satu lesung berada sekitar 3 meter dari lokasi sekarang.

Dari sini kami berjalan lagi ke arah utara sekitar 5 meter dan di antara pohon terong terdapat satu lumpang batu dengan diameter sekitar 10 cm. Kondisi lumpang batu seperti tinggalan yang lain kurang terawat. Hal ini disebabkan karena pemilik lahan tidak mengetahui bahwa batu-batu ini merupakan tinggalan masa megalitik mereka mendapat cerita bahwa lokasi kebun mereka merupakan bekas tempat tinggal puyang rejang.

Berjalan sekitar 10 meter  masih di kebun terong dan tomat terdapat 1 lagi tetralit dengan ukuran lebih besar dari tetralith pertama yang kami lihat. Jarak antar ke-4 batu tetralith ini sekitar 2 meter dengan tinggi batu rata-rata sekitar 90 cm. Dari Tetralith kami berjalan ke arah barat dan kami diperlihatkan sebuah lesung dengan ukuran seperti lesung pertama yang kami lihat. Harhendi masih terus mengajak kami berjalan untuk melihat tinggalan lainnya dan ternyata memang masih ada tinggalan lain berupa lesung batu dan lumpang batu.

      
           Gambar. Temuan peninggalan megalitik di kebun sayur

Dari temuan yang ada di Talang Kemang Ilir Desa Talang Tinggi Kecamatan Muara Payang ini kami dapat katakan bahwa situs ini merupakan satu pemukiman dengan dominasi tinggalan berupa lesung batu dan timbul sebuah pertanyaan apakah ada temuan jenis lainnya seperti arca, menhir, bilik batu, dolmen dan lainnya, hal ini perlu penelitian lebih mendetail. Akan tetapi dengan temuan yang ada maka menambah jumlah situs yang ada di Kecamatan Muara Payang menjadi 3 situs megalitik. Situs pertama ditemukan di Desa Muara Payang pada survey pertama tahun 1999. Dari hasil pengamatan dan dilakukan test pit di 2 kotak ditemukan tempayan kubur dan benteng tanah. Lalu dilakukan penelitian tahap II pada tahun 2000 dengan temuan terdapat 2 lokasi hunian yang dikelilingi oleh benteng tanah, tempayan kubur, tetralith dan umpak bangunan. Pada tahun 2001 dilakukan penelitian tahap III dan selanjutnya penelitian tahap IV yang dilakukan pada tahun 2002 oleh Balai Arkeologi Palembang yang dipimpin oleh Kristantina Indriastuti,SS dengan anggota tim Drs.Siswanto, Drs.Budi Wiyana dan Supeno. Di penelitian tahap IV ini ditemukan beberapa tempayan kubur, menhir, dolmen, dan batu datar. Situs kedua adalah Batu Langgar dan situs ketiga Situs Talang Kemang Ilir.

Dengan temuan Situs Talang Kemang Ilir maka jumlah situs yang ada di Kabupaten Lahat menjadi 67 situs megalitik dan semakin mengukuhkan Kabupaten Lahat sebagai Pemilik Situs Megalitik Terbanyak se Indonesia dan semakin populer Kabupaten Lahat sebagai Negeri 1000 Megalitik.

Semoga dalam waktu dekat beberapa situs megalitik dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya Kabupaten Lahat dan selanjutnya dapat dilakukan pemeringkatan menjadi Cagar Budaya Provinsi, Nasional hingga menjadi Warisan Dunia Unesco. Tentu hal ini bukan pekerjaan mudah tetapi bila digarap dengan serius dengan melibatkan semua komponen yang ada tentu akan dapat tercapai apalagi hingga saat ini Warisan Dunia Unesco yang berasal dari Indonesia baru 5 yaitu Candi Borobudur, Candi Prambanan, Manusia Purba Sangiran, Subak Bali dan Sawahlunto Ombilin. Bila Situs Megalitik Kabupaten Lahat dapat ditetapkan menjadi Warisan Dunia Unesco bukan saja akan memboomingkan nama Kabupaten Lahat di kancah internasional akan tetapi juga banyak memberikan manfaat kepada masyarakat Kabupaten Lahat seperti bergeraknya  berbagai sektor ekonomi bukan saja sektor budaya dan pariwisata juga perbaikan infrastruktur dan peningkatan pendapatan asli daerah. (Mario Andramartik, September 2022).

Minggu, 24 Juli 2022

Pasemah Ulu Manna Ulu Peradadan di Barat Daya Lahat

Tim berada di depan ghumah baghi Desa Gunung Raya

Suku Basemah atau juga disebut BesemahPasemah atau Pesemah adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Kota Pagar AlamKabupaten Empat LawangKabupaten Lahat dan Kabupaten Muara Enim. Suku ini secara umum bermukim di sekitar kawasan gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Dempo. Suku Pasemah merupakan salah satu suku bangsa asli yang berasal dari wilayah Sumatra Selatan yang memiliki kerabatan dengan suku Melayu dan Komering yang juga sudah ratusan tahun tinggal di Sumatera Selata.

Suku Pasemah yang sekarang paling identik adalah wilayah yang termasuk dalam administrasi Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Empat Lawang. Kabupaten Empat Lawang merupakan kabupaten baru pemekaran dari Kabupaten Lahat. Sedangkan Muara Enim yang merupakan suku Basemah adalah daerah sekitar Semendo, kurang lebih 50 km dari kota Muara Enim.

Masyarakat Suku Pasemah yang hidup di sekitar gunung Dempo sebagian besar merupakan petani. Saat ini pun daerah ini masih menjadi sentra produksi kopi di Sumatera Selatan. Sedangkan tanaman lainnya adalah sayuran,  seperti kubis, wortel, cabe, sawi, kentang, tomat, daun bawang, terong, seledri, dan lain-lain.

Suku Pasemah, kaya dengan nilai-nilai adat, tradisi dan budaya yang khas. Masyarakat di tanah Pasemah sejak dulu sudah memiliki tatanan dan aturan masyarakat yang bernama “Lampik Empat, Merdike Due” yakni, “Perwujudan Demokrasi Murni”, yang muncul, berkembang, dan diterapkan sepenuhnya oleh semua komponen masyarakat setempat.

Tanjung Sakti Pumu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten LahatSumatra SelatanIndonesia. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu berjarak 97 km ke arah barat daya dari pusat Kabupaten Lahat. Kecamatan ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Tanjung Sakti yang terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tanjung Sakti Pumi dan Kecamatan Tanjung Sakti Pumu. Kata Pumu sendiri adalah singkatan dari Pasemah Ulu Manna Ulu, sama halnya dengan wilayah Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, kata "Pumi" adalah singkatan dari Pasemah Ulu Manna Ilir. Pasemah Ulu Manna merupakan daerah sindang kemargaan yang terletak di perbatasan Bengkulu Selatan dan Sumatra Selatan. Maka Atribusi Ulu dan Ilir pada dua nama Kecamatan Tanjung Sakti menunjuk letak geografis dari Pasemah Ulu Manna. Besemah atau Pasemah (penamaan suku menurut literatur Belanda dan Inggris) merupakan suku masyarakat dominan yang mendiami Tanjung Sakti. Suku Besemah termasuk dalam Proto Malayan dengan kebudayaan Melayu. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu mempunyai luas wilayah 229,59 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 58,56 jiwa/km². Pusat pemerintahan Kecamatan Tanjung Sakti Pumu berada di Desa Simpang III Pumu.

Kecamatan Tanjung Sakti Pumu terletak di wilayah perbatasan barat Sumatra Selatan dan paling selatan Kabupaten Lahat dengan topografi berupa lembah hingga pegunungan. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu berada di kaki Gunung Dempo dan Gunung Dingin bagian selatan. Sementara di sebelah barat adalah rangkaian Pegunungan Bukit Barisan dengan sejumlah gunung seperti Gunung Payung, Gunung Tunjuk dan Gunung Hitam. Ketinggian wilayah Kecamatan Tanjung Sakti Pumu antara 700 hingga >2.000 meter diatas permukaan air laut. Sungai besar yang mengalir di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu adalah Sungai Penangkulan, Sungai Serai, Sungai Cawang, Sungai Manna, dan Sungai Sukamnadu. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu yang beriklim tropis dengan dua musim dalam satu tahunnya yaitu musim kemarau dan penghujan, dengan suhu udara pada siang hari berkisar antara 20 - 31 derajat Celcius. Hujan turun hampir sepanjang tahun rata-rata hari hujan adalah 150 – 300 hari dengan curah hujan rata-rata 2.000 – 4.250 mm/tahun.

Kecamatan Tanjung Sakti Pumu dengan Ibukota Kecamatan Desa Simpang III Pumu merupakan Kecamatan yang terpisah dari wilayah Kabupaten Lahat dipisahkan oleh Kota Pagar Alam. Wilayah Tanjung Sakti Pumu secara geografis berbatasan dengan wilayah sebagai berikut: Utara dengan Kabupaten Empat Lawang dan Provinsi Bengkulu, bagian Selatan dengan Provinsi Bengkulu, bagian Timur dengan Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, bagian Barat dengan Provinsi Bengkulu. Desa terluas yang ada di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu adalah Desa Kembang Ayun seluas 12,67 kilometer persegi dan desa terkecil adalah Desa Genting dengan luas wilayah 3,38 kilometer persegi.

Setiap suku memiliki hunian yang unik dan berbeda menyesuaikan dengan budaya mereka begitu juga dengan Suku Pasemah yang mempunyai rumah tradisional yang disebut dalam bahasa lokal dengan Ghumah Baghi. Ciri khas Ghumah Baghi adalah memiliki atap yang runcing mirip seperti tanduk atau membentuk pelana kuda. Namun atap ini tidak begitu runcing jika dibandingkan dengan atap rumah adat Toraja. Atap rumah adat suku Pasemah memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan oleh alam seperti ijuk atau pohon aren. Tiang-tiang rumah juga menggunakan bahan ramah lingkungan yaitu kayu dengan rangka atap berbahan bambu. Keunikan lainnya adalah setiap sudut rangka rumah tidak menggunakan paku melainkan pasak. Bagian dalam ghumah gaghi tidak dibuat sekat-sekat kamar melainkan hanyalah ruang yang terbuka luas. Sedangkan untuk bagian depan dibuat lebih tinggi daripada lantai bagian dalam. Anggota keluarga dari garis keturunan laki-laki akan menempati bagian depan sedangkan keturunan wanita akan berada di bagian dalam. Satu lagi keunikan dari rumah ini adalah tidak memiliki jendela dan hanya terdapat satu buah pintu kayu. Dari kontruksinya Ghumah Baghi pada bagian tiang terdiri dari satu balok kayu utuh yang tidak ditanam tetapi berdiri pada sebongkah batu, kontruksi ini merupkan kontruksi anti gempa. Ghumah baghi berbentuk rumah panggung dengan 8 tiang sehingga disebut ghumah baghi ghilapan dan ghumah baghi tatahan karena terdapat pahatan pada bagian dinding dan tiang bagian atas.

Bupati Lahat, Cik Ujang melalui Mario Andramatik, Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melakukan pendataan sebaran Ghumah Baghi di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu yang didampingi Herlianto Sapsidi, Resen Ferdinan dan Hengki Pirmansyah. Tim melakukan kunjungan langsung ke ghumah baghi satu per satu di setiap desa yang tersebar di 7 desa dari total 14 desa yaitu : Gunung Raya, Genting, Suban, Tanjung Alam, Ujung Pulau, Gunung Ayu, dan Kepala Siring.

Dari Desa Simpang III Pumu tim pendataan menuju Desa Gunung Raya dan diterima oleh Kepala Desa Gunung Raya Mitianah. Tim keliling desa dan mengunjungi 7 ghumah baghi, dari ke-7 ghumah baghi tinggal tersisa 5 karena 1 ghumah baghi sudah dipindah ke desa Gunung Merakse dengan menyisakan tiang-tiang dan dibiarkan tergeletak. Satu ghumah baghi lainnya telah roboh sekitar tahun 1997 dan saat ini berdiri rumah baru dengan bahan baku batu bata. Semua ghumah baghi di desa ini merupakan ghumah baghi ghilapan yang tidak mempunyai ukiran atau pahatan. Semua ghumah baghi sudah mengalami renovasi seperti penambahan ruang, membuat jendela dan bagian bawah ghumah sudah berdinding batu bata dan semen.



Ghumah baghi tatahan di Desan Suban Kecamatan Tanjung Sakti Pumu

Dari Desa Gunung Raya tim pendataan menuju Desa Genting. Dari infromasi yang disampaikan oleh Resen bahwa di desa ini terakhir hanya tersisa satu ghumah baghi sekitar 2 tahun lalu dan saat ini ghumah baghi tersebut sudah roboh dan tidak menyisakan bentuk apapun. Tim melanjutkan ke Desa Suban, dari informasi awal di desa ini terdapat 2 ghumah baghi. Dari rumah Kepala Desa Suban tim berjalan ke rumah  Matsin tetapi tim tidak bertemu dengan Matsin hanya bertemu dengan anaknya yang tinggal dekat dengan rumah Matsin. Rumah Matsin merupakan ghumah baghi tatahan dengan pahatan sama seperti yang terdapat di Mulak Ulu, Kota Agung, Pajar Bulan, Jarai dan Kota Pagar Alam. Ghumah Baghi milik Matsin menjadi ghumah baghi tatahan pertama yang kami temukan. Ghumah baghi sudah terjadi renovasi seperti pembuatan jendela dan penambahan ruang depan. Kondisi ghumah baghi sudah memprihatinkan karena sudah sedikit miring sehingga dipasang penyanggah agar tidak bertambah miring. Dari ghumah baghi milik Matsin kami terus ke ghumah yang kedua dan terus keliling desa dan ternyata kami bisa melihat 7 ghumah baghi. Semua ghumah baghi di desa ini juga mengalami renovasi seperti penambahan ruang depan atau samping, pembuatan jendela dan bagian bawah ditambah ruang dengan dinding batu bata dan semen. Jadi di 3 desa yang sudah kami kunjungi terdapat 12 ghumah baghi, hal ini sangat menggembirakan dan memberi semangat untuk kami melihat desa lainnya dan menemukan ghumah baghi yang lebih banyak. Ketika kami akan meninggalkan Desa Suban kami bertemu dengan Kepala Desa Batu Rancing Hansri dan selanjutnya kami singgah di rumahnya di Desa Batu Rancing.

Di Desa Batu Rancing kami betemu dengan Kepala Desa Tanjung Alam dan menurutnya di Desa Tanjung Alam terdapat 3 ghumah baghi. Kami bercerita sembari menikmati kopi robusta khas Tanjung Sakti Pumu  yang ditanam diperbukitan diketinggian di atas 7.500 mdpl. Selanjutnya kami melihat 2 ghumah baghi di Desa Batu Rancing, kedua ghumah baghi merupakan jenis ghilapan yang sudah mengalami renovasi.

Kemudian kami melanjutkan pendataan di Desa Tanjung Alam, dari info awal di Desa Tanjung Alam terdapat 3 ghumah baghi tetapi setelah kami masuk desa dan melihat satu per satu rumah, kami melihat 14 ghumah baghi dan yang menarik ada satu ghumah baghi tatahan dengan dinding terdapat 3 pahatan mandalike, pada umumnya selama ini ghumah baghi tatahan hanya mempunyai satu pahatan mandalike di bagian tengah dinding. Dan lebih menariknya ke-3 mandalike mempunyai motif yang berbeda. Semua ghumah baghi di desa ini juga sudah mengalami renovasi seperti halnya pada ghumah baghi di desa sebelumnya yang kami kunjungi.

Dengan melintasi jembatan Sungai Cawang kami melanjutkan perjalanan ke Desa Ujung Pulau. Di desa ini kami temukan 2 ghumah baghi. Ghumah pertama berada di tepi sebelah kanan jalan, ghumah sudah ada penambahan teras pada bagian depan dan dinding papan pada bagian bawah. Pada ghumah kedua ada penambahan teras bagian bawah dan dinding kayu juga pembuatan jendela, bagian atap seng masih utuh berbentuk pelana kuda dengan sedikit runcing pada bagian ujungnya.

Di Desa Gunung Ayu kami langsung melihat ghumah baghi yang sedang dibongkar bagian atapnya dan diganti dengan bentuk limas. Bambu-bambu rangka atap dan ikatan dari rotan dan ijuk masih kami ditemukan di bawah ghumah baghi. Sedih sekali melihat kejadian ini akan tetapi kami tak dapat berbuat banyak. Kemudian kami pergi ke belakang ghumah baghi yang sedang dibongkar atapnya karena kami melihat 2 ghumah baghi dan ternyata di bagian dalam desa ini masih ada 4 ghumah baghi lagi, satu ghumah baghi sudah berubah total dan hampir tidak terlihat bentuk ghumah baghi hanya terlihat bagian bawahya saja. Sedang 3 ghumah baghi lainnya juga sudah mengalami renovasi. Total ghumah baghi yang dapat kami identifikasi di Desa Gunung Ayu yang berada di ketinggian 758 mdpl ada 6 ghumah baghi.

Waktu telah menunjukkan pukul 11.15 wib ketika kami memasuki Desa Kepala Siring yang merupakan desa ke-7 yang kami kunjungi hari ini. Di sebelah kiri jalan kami melihat satu ghumah baghi bentuk ghilapan dengan penambahan teras pada bagian depan dan anak tangga dengan bahan batu dan semen. Disebelahnya terdapat ghumah baghi berbentuk tatahan yang telah direnovasi dengan pembuatan beberapa jendela dan bagian atap sudah berubah bentuk. Lalu kami belok ke kanan di simpang dekat rumah Kepala Desa Kepala Sirih, Faizal. Di jalan ini  tepat ditikungan terdapat satu ghumah baghi tatahan yang masih cukup bagus walau pada bagian atap sedikit ada kerusakan. Dan berikutnya ghumah baghi ke-4 di Desa Kepala Siring berada sekitar 100 meter dari jalan di mana kami berada sehingga kami tidak dapat melihat dengan jelas kondisi ghumah baghi ini.

Kami putuskan untuk kembali ke Desa Simpang III Pumu karena waktu sudah memasuki waktu zhuhur. Desa Kepala Siring langsung berbatas dengan Desa Simpang III Pumu, jadi kami tadi menempuh jalan melingkar untuk melihat semua desa di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu. Kami sangat bersyukur didampingi oleh dua orang warga Tanjung Sakti Pumu, Resen dan Hengki yang sangat paham dengan kondisi daerahnya. Suatu pengalaman baru yang sangat menyenangkan dan berkesan melihat peninggalan mahakarya leluhur yang sangat tinggi nilai-nilai seninya. Ratusan tahun silam leluhur Tanjung Sakti Pumu telah membuat karya yang membanggakan terlihat dari 40 ghumah baghi yang saat ini masih dapat dilihat keagungan dan kemegahannya. Semoga dari ghumah baghi yang masih berdiri dapat dipertahankan bahkan dapat dilestarikan dan dikembalikan lagi ke bentuk aslinya. Dengan tinggalan ghumah baghi yang begitu banyak merupakan aset wisata budaya yang dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya ditambah dengan potensi lainnya maka dapat dijadikan desa wisata yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat, pendapatan asli desa dan pendapatan asli daerah. (Juni 2022, Mario Andramartik).