Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Selasa, 24 November 2020

PESONA TERSEMBUNYI PAGAR GUNUNG

Keindahan alam kabupaten Lahat tak pernah habis untuk dijelajah. Kali ini Panoramic of Lahat melakukan penjelajahan ke desa Karang Agung kecamatan Pagar Gunung kabupaten Lahat. Di desa ini mengunjungi air terjun Gunduk dan air terjun Laye. Untuk menuju kedua air terjun ini dari desa Karang Agung dapat ditempuh sekitar 45 menit. Perjalanan 15 menit dengan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat lalu berjalan kaki selama 30 menit tiba di air terjun Gunduk. 
Perjalanan 30 menit dengan jalan kaki dapat juga ditempuh dengan kendaraan roda dua melalui jalan setapak, ketika musim kemarau tidak ada kendala akan tetapi di musim penghujan jalan becek dan licin dan kendaraan roda dua sejenis sepeda motor trail atau sepeda yang telah dimodifikasi yang dapat melalui jalan setapak ini. Sepanjang jalan berupa kebun karet, kebun kopi dan semak belukar. Jalan setapak yang telah di cor tinggal menyisakan sedikit bagian yang masih ada semennya dan sebagian besar sudah berupa jalan tanah. 

Dalam perjalanan menuju ke air terjun selain melihat kebun kopi, karet dan semak belukar kita juga akan melihat keindahan bentangan alam perbukitan Bukit Barisan dan gunung Dempo di bagian Barat dari perjalanan ke air terjun juga hamparan sawah dan pemukiman desa Tanjung Agung, Bandung Agung, Karang Agung dan Kantor Camat Kecamatan Pagar Gunung. Dari sini kita sudah dapat menikmati pemandangan alam yang menakjubkan dan view yang instagramable. 

Untuk melihat langsung air terjun Gunduk berjalan sedikit menurun di perkebunan kopi lalu menyeberangi sungai yang berair jernih dengan kedalaman hanya semata kaki lalu menyusuri semak belukar sejauh 100 meter dan keindahan air terjun Gunduk sangat mempesona. Disebut air terjun Gunduk karena bentuknya yang bertingkat atau membentuk gundukan. Lanscape air terjun dengan dinding air terjun sedikit bertingkat, air yang jernih, rimbunnya pepohonan yang membuat rindang, bunyi gemerik air dan ranting yang tertiup angin menambah suasanan damai dan alami air terjun ini. Karena view yang instagramable sehingga kami sempatkan untuk berfoto ria dengan berbagai gaya dan membuat konten video untuk publikasi di media social yang sedang hits saat ini. 
 


Selanjutnya kami yang terdiri dari tim Panoramic of Lahat Bayu, Fachri, Wahyu, Syaiful dan Mario yang juga ketua dari Panoramic of Lahat sekaligus Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekraf dipandu oleh Rico dan Rendy dari Karang Taruna Desa Tanjung Agung melanjutkan perjalanan ke air terjun Laye. Perjalanan ke air terjun penuh tantangan karena harus menuruni tebing dengan kemiringan nyaris 90 derajat sehingga kami harus merayap di dinding tebing dan satu dari tim kami sangat kesulitan. Awalnya kami melalui jalan yang pernah dilalui oleh Rico dan Rendy sebelumnya tetapi jalur ini sangat extrim kami tidak bisa menuruni tebing terjal dengan kemiringan 90 derajat dan kami mencari jalur lainnya. Rendy sebagai pembuka jalur berada paling depan dan memastikan jalur bisa dilalui. Jalaur kedua ini masih terjal akan tetapi lebih baik dari jalur sebelumnya. 

Kemudian kami menyusuri sungai untuk mencapai air terjun Laye dengan ketinggian air sebatas betis kaki dan melompati bebatuan sungai yang berwarna hitam kehijuaan pertanda sungai ini jarang dijamah manusia dan suasana mistis terasa apalagi pepohonan besar dengan ukuran hingga diameter 2 meter menambah suasana semangkin angker. 

Disebut air terjun Laye karena konon di dinding air terjun terdapat gua dimana gua ini bila ditelusuri hingga ke Indralaya kabupaten Ogan Ilir. Air terjun Laye dengan ketinggian sekitar 20 meter dengan air langsung jatuh lurus ke bawah sehingga di bagian bawah air terjun terbentuk lubuk atau danau. Ketika kami ke sini debit air tak begitu besar tetapi tetap menyimpan keindahan tersendiri seperti dinding air terjun dan pepohonan di sekitar air terjun. Pemandangan sekitar air terjun masih sangat alami dengan pepohonan di sekitar air terjun sehingga masih asri, sejuk, hijau dan rindang. Lokasi air terjun masih cukup jauh dari perkebunan warga maka lingkungan sekitar air terjun masih sangat terjaga. Tak lupa selama berada di air terjun Laye kamipun berfoto ria dan membuat konten video seperti yang kami lakukan di air terjun Gunduk. 

Dalam perjalanan pulang kami mencari jalan lain yang kami anggap lebih mudah dan Alhamdulillah kami menemukan jalan yang lebih mudah dan hampir tanpa tantangan hanya menanjak sedikit saja. Di perjalanan ini kami melihat dinding tebing nan indah dan kamipun lama berada di sini untuk mengabadikan diri dengan berfoto ria. Total perjalanan dari desa Karang Agung ke lokasi air terjun Laye sekitar 4,1 km yang ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit. 



Setelah melihat kedua air terjun ini kami berharap kepada semua pihak terutama dari masyarakat dan perangkat desa Karang Agung dapat mengembangkan potensi wisata ini misalnya dengan membentuk Pokdarwis atau Kelompok Sadar Wisata untuk penggelolaan dan pengembangan daya tarik wisata air terjun dan untuk biaya pengembangan awal dapat menggunakan dana desa, hal ini sudah banyak dilakukan beberapa desa guna meningkatkan perekonomian masyarakat desa. Bila sektor pariwisata dikembangkan maka dapat menggerakkan sektor ekonomi lainnya seperti sektor pertanian, perkebunan dan perikanan yang ada di desa.

Rabu, 11 November 2020

TANJUNG MENANG NAN MENAWAN


Alunan musik tradisional yang dimainkan oleh pemuda desa yang berpakaian adat berwarna merah keemasan dan hijau serta 3 penari dengan pakaian adat berwarna merah keemasan menyambut kedatangan kami di desa Tanjung Menang Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat. Tiga penari ini menarikan Tari Elang Begendang yang merupakan tari daerah Kecamatan Jarai. Tari ini sempat membuat kami terpesona bukan saja karena tariannya tetapi juga alunan musik tradional yang dimainkan.

Kedatangan kami peserta Pelatihan Penggelolaan Homestay ke desa Tanjung Menang Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat juga disambut oleh Camat Jarai Decky Renaldo,ST,Msi, Danramil Jarai Kapten Gunawan, Kapolsek Jarai APK Indra, Pjs Kades Tanjung Menang Budi Sastra beserta perangkat desa dan masyarakat desa dengan senyum sapa nan ramah.

Sebelum kami ke desa Tanjung Menang kami mengikuti acara pembukaan Pelatihan Penggelolaan Homestay yang diadakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Lahat. Kegiatan pembukaan berlangsung di sebuah hotel yang dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Lahat Januarsyah, SH,MM dan dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lahat H.Safrani Cikmin,SH, Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekraf Maryoto, beberapa Kepala Dinas/Badan, Camat dan peserta pelatihan.

Setelah selesai pertunjukan tari tradisional dan beberapa sambutan kami dipandu oleh Arie Afandi atau sering dipanggil Oteq, anggota Pokdarwis Desa Tanjung Menang untuk melihat beberapa homestay/pondok wisata. Sebelum kegiatan untuk melihat homestay dan potensi desa kami dijamu dengan suguhan minuman kopi asli desa Tanung Menang. Kami sangat menikmati suguhan kopi asli yang dikelola masyarakat desa. Juga kami disuguhkan kerajinan rajutan tas dan souvenir lainnya asli tangan terampil masyarakat desa Tanjung Menang.

Kunjungan pertama menuju homestay milik Hasbi. Homestay yang berada di perkebunan sayur dengan pemandangan gunung Dempo di sebelah Selatan. Homestay dibangun dengan bahan utama berupa bambu yang ditata menjadi dinding homestay lalu dipernis. Homestay yang terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu, dapur, verandah, toilet dan halaman yang luas berupa tanaman hias dan kebun sayur plus pemandangan gunung Dempo. Sungguh merupakan homestay yang sangat diidamkan, hal ini terungkap dari beberapa peserta yang pengen menginap di homestay ini.

Selanjutnya kami peserta Pelatihan Penggelolaan Homestay dibawa ke homestay kedua. Homestay kedua berada di tengah kolam ikan dengan bahan utama homestay berupa bambu dengan lantai kayu. Berbeda dengan homestay pertama dengan halaman dipenuhi tanaman hias dan sayuran sedang homestay kedua dikelilingi kolam ikan. Jadi wisatawan dapat tinggal di homestay ini sambil memberi makan ikan atau memacing ikan. Wouou….. suatu pemandangan dan pengalaman yang mengesankan di desa Tanjung Menang ini, walaupun perjalanan dari Kota Lahat memakan waktu sekitar 1,5 jam tetapi setelah berada di sini semua terbayarkan oleh keindahan dan keramahan masyarakat desa yang selalu menyapa ketika kami berjalan keliling desa.

Kunjungan berikutnya kami dibawa untuk melihat pengrajin makanan tradional berupa kerupuk yang terbuat dari tepung dengan bentuk bulat yang sangat indah dan berwarna-warni. Kami dipersilakan untuk mencicipi kerupuk sepuasnya oleh ibu-ibu pengrajin kerupuk sehungga kami peserta pelatihan yang berjumlah 56 orang mencicipi kerupuk yang disajikan.

Kemudian kami dipandu untuk melihat pengrajin pisau tradisional yang sebut dengan “kuduk”. Pisau ini dibungkus sarung berbahan kayu medang yang berwarna kuning sehingga terlihat lebih indah. Pisau ini digunakan oleh masyarakat desa sebagai alat untuk berkebun akan tetapi dapat juga dijadikan souvenir bagi wisatawan yang datang yang kemudian di pajang di dalam lemari.

Keindahan, kesejukan dan keramahan masyarakat desa Tanjung Menang menjadi modal utama agar desa ini dapat dijadikan desatinasi wisata atau desa wisata. Letaknya yang berada di kaki gunung Dempo sangat menjual apalagi letaknya hanya puluhan meter dari pusat kecamatan Jarai.


Selain itu dari  desa Tanjung Menang juga dapat menikmati air terjun Akar dan air terjun Gaung serta yang paling mengesankan dan sempat viral di beberapa media social yaitu Water Blue. Keindahan Water Blue telah membius banyak orang untuk datang dan menikmati langsung ke lokasi walaupun lokasinya lumayan jauh dari desa. Lokasi Water Blue dari desa sekitar 8 km dengan medan jalan menanjak berupa jalan tanah berbatu. Dengan kondisi jalan tesebut maka hanya kendaraan khusus yang dapat dipakai menuju lokasi, misalnya mobil offroad atau mobil double garden dan motor trail atau motor yang sudah dimodifikasi untuk jalan seperti itu. Walaupun harus menempuh jarak 8 km dan medan jalan tanah berbatu tetapi setelah sampai di lokasi Water Blue semua lelah akan terbayarkan dengan keindahan suasana alam dan warna air yang jernih kebiruan.

Semoga semua potensi wisata tersebut dapat dikelola dengan baik dan professional sehingga dapat memberikan manfaat terhadap perekonomian masyarakat desa dan ke depan memberikan kontribusi kepada daerah berupa pendapatan desa dan pendapatan asli daerah Kabupaten Lahat. (Mario Andramartik, 3 November 2020).

Selasa, 03 November 2020

TEBING SIALANG NAN MENANTANG (Jelajah Negeri Mengenal Alam)


Kecamatan Tanjung Sakti Pumi Kabupaten Lahat terletak tepat di kaki gunung Dempo yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau Sumatera. Dengan letak geografis seperti ini maka kontur alam kecamatan Tanjung Sakti Pumi berupa perbukitan, hutan, ngarai, tebing, sungai, jalan yang berliku dan naik turun. Dengan kontur seperti ini maka mayoritas masyarakat Tanjung Sakti banyak berkebun berupa kebun kopi, kayu manis dan sayur mayur seperti wortel, kubis, daun bawang, tomat, terong, sawi dan cabe. Hasil dari perkebunan ini banyak dibawa ke Kota Pagaralam atau langsung ke Palembang.

Kecamatan Tanjung Sakti Pumi merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Tanjung Sakti yang sebelumnya satu kecamatan Tanjung Sakti kemudian dilakukan pemekaran menjadi Tanjung Sakti Pumi dan Tanjung Sakti Pumu. Saat ini Kecamatan Tanjung Sakti Pumi terbagi menjadi 18 desa dengan ibukota di Pajar Bulan.

Dengan kontur alam Tanjung Sakti Pumi perbukitan sehingga daerah ini menyimpang banyak potensi wisata alam seperti sungai, air terjun dan sumber air panas. Tepat di desa Pajar Bulan terdapat sumber air panas yang berada di bawah jembatan. Sumber air panas ini telah ada penataan oleh desa Pajar Bulan dengan pembuatan kolam penampungan air panas. Di desa Sindang Panjang telah berkembang Agrowisata Tanjung Sakti yang sempat viral dengan jumlah kunjungan wisatawan pada waktu akhir pekan mencapai lebih dari 1.000 orang dan membuat jalan lintas Pagaralam – Tanjung Sakti macet total. Di desa Pulau Panas juga sudah ada destinasi wisata Teladas Bahrun yang telah menyedot wisatawan dari berbagai kota untuk menikmati air terjun dan taman Teladas Bahrun.

Selain destinasi wisata Teladas Bahrun  desa Pulau Panas masih menyimpang potensi atau daya tarik wisata lain berupa beberapa air terjun. Kali ini kita melihat air terjun atau cughup Tebing Sialang. Lokasi cughup ini tidak begitu jauh dari desa ke arah gunung Dempo. Cughup ini masih sangat alami dan belum ada sentuhan apapun.


Untuk melihat langsung cughup Tebing Sialang dari desa Pulau Panas dengan berjalan kaki menyusuri jalan menuju perkebunan kopi masyarakat atau dengan bersepeda motor yang telah dirancang untuk melintas jalan menanjak, sempit dan becek ketika hujan. Jarak dari desa ke cughup sekitar 2 km atau 1 jam perjalanan kaki ketika pergi sedang ketika balek ke desa perjalanan lebih cepat karena jalanan menurun sehingga waktu tempuh lebih cepat.

Dari jalan lintas Pagaralam – Tanjung Sakti di awal desa Pulau Panas setelah destinasi wisata Teladas Bahru pas di tikungan, tepatnya ada jembatan gantung di belakang. Setelah menyeberangi jembatan gantung belok ke kanan berupa jalan cor beton yang merupakan jalan usaha tani untuk ke perkebunan kopi. Kemudian jalan setapak yang kami lalui mulai menanjak dan menanjak sehingga satu dari tim kami tertinggal jauh. Kami berhenti sebentar untuk menunggu rekan kami yang tertinggal cukup jauh.

Dalam perjalanan ke cughup Tebing Sialang kami Panoramic of Lahat sebuah lembaga kebudayaan dan pariwisata yang telah bergerak di dua bidang ini sejak 2010, kami  terdiri dari Mario, Bayu, Yandi, Syaiful dan dari Karang Taruna desa Pulau Panas ada Aris dan Anggara sedang dari pemuda sadar wisata Tanjung Sakti ada Harun, Evan dan Aldo.

Perjalanan setelah menyeberangi jembatan gantung desa Pulau Panas hingga Talang Luang Ganal nyaris 90 % jalanan menanjak akan tetapi tanjakan masih relative mudah. Setiba di Talang Luang Ganal kami istirahat sejenak. Disini ada beberapa pondok yang berbahan kayu dan beratap seng. Ketika kami berada di Talang kami tidak berjumpa dengan penghuni Talang karena saat ini baru selesai waktu panen kopi. Talang ini dan hampir semua Talang akan ramai dengan penghuninya ketika musim panen kopi tiba.

Sejenak duduk di sebuah pondok di Talang Ganal lalu kami lanjutkan perjalanan ke cughup Tebing Sialan. Jalanan sedikit turun menyusurin pepohonan kopi dan baru berjalan selama 3 menit kami belok ke kiri dan jalanan langsung turun terjal dengan kemiringan lebih dari 45% menyusuri pepohonan kopi dan kami harus merunduk sembari berpegang dengan pohon-pohon kopi karena jalan turun sangat terjal.

Kemudian kami bertemu dengan aliran sungai dengan lebar sekitar 3 meter dengan kedalaman hanya semata kaki. Setelah menyeberangi aliran sungai ini, jalan mulai terhalang dengan banyaknya pohon bunga kecubung sehingga Aldo yang berjalan paling depan harus mengeluarkan parang dan menebar beberapa pohon untuk membuka jalan. Setelah berjalan kurang dari 10 menit kami sudah melihat dengan jelas cughup Tebing Sialang. Aku dengan suka cita menyebut asma Allah ketika melihat keindahan cughup ini.

Cughup Tebing Sialang dengan ketinggian sekitar 30 meter dengan airnya nan jernih dan dingin jatuh lurus ke bawah dan membentuk lubuk tetapi tidak dalam. Dinding tebing ait terjun dipenuhi tumbuhan hijau yang merambat di dinding belakang air terjun. Kawasan cughup dipenuhi pepohonan dan mayoritas adalah pohon bunga kecubung sehingga kawasan cughup ini sangat hijau, rindang dan sejuk. Suara air yang jatuh dari dari ketinggian sekitar 30 meter menjadi suara dominan yang kami dengar. Ingin rasanya mandi dan bermain air di bawah air terjun tetapi karena airnya begitu dingin dan cuaca mendung dengan menyelimuti kawasan ini maka kami nikmati suasana air terjun dengan makan siang bersama, berfoto dan membuat kontek video.

Di sebut Air Terjun Tebing Sialang karena di kawasan ini terutama di bagian dinding sekitar air terjun banyak lebah madu yang bergelantungan berjenis madu sialang sehingga air terjun ini disebut Air Terjun Tebing Sialang.


Air terjun ini sebelumnya pernah dikelola oleh karang taruna desa dan banyak mendatangkan wisatawan terutama wisatawan kaum milineal. Akan tetapi sekarang kondisinya seperti tidak pernah di jamah manusia sehingga untuk masuk kawasan ini perlu menbuka jalan.

Dengan potensi air terjun ini dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata minimal untuk wisatawan milineal yang hoby berpetualang ke alam bebas. Untuk menjadi destinasi wisata yang dapat dikunjungi banyak wisatawan seperti air terjun Grojogan Sewu di Karang Anyar, Jawa Tengah, air terjun Bedegung di Muara Enim dan air terjun Temam di Lubuklinggau maka perlu adanya pembangunan dan pengembangan. Pengembangannya seperti pembangunan jalan menuju ke air terjun berupa jalan yang dapat di akses kendaraan roda empat yang mencapai Talang Ganal, lalu pembangunan jalan dan tangga menuju air terjun, tempat istirahat/gazebo/tempat duduk, toilet dan tempat ganti pakaian. Bila akses dan amenitis ini telah terbangun tidak mustahil akan banyak mendatangkan wisatawan ke air terjun Tebing Sialang.

Pembangunan akses dan amenitis ini diperlukan dukungan semua pihak yang disebut dengan Pentahelix Pariwisata yaitu Akademisi, Bisnis (Pengusaha), Pemerintah, Komunitas (masyarakat) dan Media. Kelima komponen ini bersatu padu bersama-sama untuk merencanakan dan membangun akses dan amenitis yang dibutuhkan bagi wisatawan. Maka dengan adanya pembangunan dan pengembangan dari daya tarik wisata atau potensi wisata menjadi destinasi wisata atau tujuan wisata tentu akan banyak memberikan manfaat khususnya untuk masyarakat di desa Pulau Panas. Hal ini dapat menciptakan lapangan kerja, mengurangi penggangguran, membuat usaha ekonomi baru dan peningkatan perekonomian masyarakat desa.

Semoga suatu saat air terjun Tebing Sialang akan menjadi destinasi wisata yang akan mengangkat dan promosikan nama desa Pulau Panas dan menjadi destinasi wisata kebangggan masyarakat desa Pulau Panas Kecamatan Tanjung Sakti Pumi. (28 Oktober 2020, Mario Andramartik)

Kamis, 16 Juli 2020

Kerajaan Suku Lime


Pagar Batu merupakan sebuah desa di Kecamatan Pulau Pinang Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan. Letaknya terpisah dari desa-desa lain di Kecamatan Pulau Pinang dan untuk menuju desa ini harus melintasi jembatan gantung yang merupakan satu-satunya akses menuju desa. Desa Pagar Batu dengan jumlah penduduk sekitar 600 jiwa dengan mata pencarian mayoritas sebagai petani kopi dan karet serta penambang batu tradisional di sungai Lematang.

Untuk menuju desa Pagar Batu dari Kota Lahat ke arah Barat atau ke arah Kota Pagaralam yang berjarak sekitar 13 km. Untuk kendaraan roda empat hanya sampai di tepi jalan yang juga di tepi sungai Lematang dan melanjutkan berjalan kaki dengan menyeberangi jembatan gantung sedangkan untuk kendaraan roda dua dapat langsung menuju desa dengan menyeberangi jembatan gantung tapi bagi yang belum pernah menjadi tantangan tersendiri.

Jembatan gantung menuju desa Pagar Batu merupakan jembatan yang dibangun dengan membentangkan sling baja dan lantai jembatan merupakan susunan papan kayu yang disusun sedemikian rupa menjadi lantai jembatan di atas balok kayu persegi. Papan dan balok kayu ini untuk sekian waktu harus diganti karena lapuk dan rusak. Jembatan gantung Pagar Batu merupakan jembatan gantung terpanjang yang ada di Propinsi Sumatera Selatan dengan panjang 310 meter dan menjadi ikon wisata desa Pagar Batu dan Kecamatan Pulau Pinang. 

Banyak wisatawan yang berkunjung ke desa Pagar Batu untuk sekedar berfoto dengan jembatan gantung yang ikonik ini. Bentuknya yang panjang melengkung bak ular sangat indah menjadi latar berfoto dan tak ayal jika jembatan ini juga menjadi lokasi syunting beberapa progam TV nasional dan pembuatan film nasional seperti film Si Pahit Lidah.
Selain keindahan jembatan gantung dan sungai Lematang desa Pagar Batu ternyata juga menyimpang kekayaan sejarah yang belum banyak diketahui masyarakat Kabupaten Lahat dan Sumatera Selatan. Di desa ini ternyata merupakan tempat berdirinya sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Suku Lime.

Awal terbentuknya Kerajaan Suku Lime ditandai dengan kedatangan Raden Patah pada tahun 1500 masehi ke daerah yang sekarang disebut Desa Pagar Batu. Raden Patah  merupakan raja pertama dan pendiri kerajaan Demak Bintoro yang saat ini berada di Propinsi Jawa Tengah. Raden Patah yang lahir di Palembang pada tahun 1455 masehi merupakan anak dari Brawijaya V raja Kerajaan Majapahit yang mempersunting putri Campa bernama Siu Ban Ci yang merupakan seorang putri saudagar dan ulama bernama Syaikh Bantong atau Tan Go Hwat.

Raden Patah lahir dan besar di Palembang bersama ibunya dan Adipati Palembang kala itu yang bernama Aryo Damar atau Aryo Dillah. Ibu Raden Patah dari Majapahit ke Palembang dalam keadaan hamil yang sedang mengandung Raden Patah. Setelah Raden Patah lahir di Palembang kemudian Adipati Palembang Aryo Damar atau Aryo Dillah menikahi ibu Raden Patah kemudian melahirkan Kusen atau Raden Husen yang merupakan saudara Raden Patah berbeda bapak.

Setelah dewasa Raden Patah yang mempunyai nama kecil Jimbun meninggalkan Palembang dan belajar agama Islam di Ampel Denta dengan Sunan Ampel. Setelah merasa cukup bekal ilmunya dari belajar dengan Sunan Ampel maka Raden Patah membuka lahan di daerah Glagah Wangi yang kemudian menjadi besar dan mendirikan Kerajaan Demak Bintoro. Raden Patah mempunyai banyak nama dan gelar seperti Pate Rodim, Tan Eng Hwa, Aryo Timur, Senopati Jimbun, Panembahan Jimbun, Sultan Syah Alam Akbar al Fatah, dan  Senopati Jimbun Ningrat Abdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.

Raden Patah terus  mengembangkan syiar Islam ke seluruh penjuru pulau Jawa dan melanjutkan syiar Islam menuju pulau Sumatera. Raden Patah bersama istri, seorang anaknya dan pasukannya menuju Sumatera Selatan yaitu Palembang yang tidak lain adalah tanah kelahirannya sendiri. Kemudian Raden Patah terus berlayar menyusuri sungai Musi dan terus masuk ke sungai Lematang dan menetaplah di suatu daerah yang saat ini bernama Desa Pagar Batu.

Di Desa Pagar Batu Raden Patah mulai menyebarkan syiar Islam dan membangun komunitas yang kemudian hari mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Suku Lime. Kerajaan Suku Lime saat ini meliputi desa Pagar Batu, desa Jati, desa Muara Siban, desa Selawi dan desa Muara Temiang. Di kelima desa ini masih ada Ketua Adat atau Jurai Tue keturunan Raden Patah yang dapat menjelaskan silsilah keturunan Raden Patah berikut benda-benda pusaka yang selalu dirawat dengan baik oleh para Jurai Tue.
Untuk di desa Pagar Batu sendiri saat ini masih terpelihara dengan baik petilasan Raden Patah berupa kuburan kuku dan rambut yang berada di dekat rumah Jurai Tue dan tak jauh dari rumah adat atau ghumah baghi. Ghumah baghi berbahan kayu berkwalitas tinggi dengan ukiran pada dindingnya menggambarkan keagungan dan kemegahan. Juga pemakaman istri dan anak-anak Raden Patah. Batu nisan  pada pemakaman ini berupa nisan batu berukir yang mempunyai kemiripan dengan nisan-nisan batu yang berada di Demak.

Keturunan kelima desa yang merupakan keturunan langsung Raden Patah saat ini dipimpin oleh Bur Maras yang telah dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Suku Lime dengan gelar Ratu Prabu Sira Alam Muda.
Keberadaan Kerajaan Suku Lime di Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan merupakan suatu kekayaan budaya dan sejarah yang menjadi kebanggaan kita yang harus kita jaga dan lestarikan keberadaannya. Masyarakat Kabupaten Lahat dan Propinsi Sumatera Selatan harus mengetahui dan turut serta mengenalkan kepada masyarakat luas. (Mario Andramartik, Juni 2020).

Rabu, 20 Mei 2020

GERABAH KEBUR PERLAHAN KABUR

Gerabah diperkirakan telah ada sejak masa pra sejarah, tepatnya setelah manusia hidup menetap dan mulai bercocok tanam. Situs-situs arkeologi di Indonesia, telah ditemukan banyak tembikar yang berfungsi sebagai perkakas rumah tangga atau keperluan religius seperti upacara dan penguburan. Temuan gerabah di Kabupaten Lahat yang merupakan peninggalan masa megalitik berupa tempayan sebagai keperluan religius yang ditemukan di desa Gunung Kaya Kecamatan Jarai pada tahun 2010 oleh tim Balai Arkeologi Sumatera Selatan. 
Saat ini pengrajin gerabah di Kabupaten masih ada dan tetap eksis walau keberadaannya tergerus jaman. Tepatnya di desa Kebur Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat masih aktif kelompok yang menjadi pengrajin gerabah walaupun jumlah cuma sedikit dan nyaris tidak ada atau punah. Gerabah atau tembikar yang paling sederhana dibentuk dengan hanya menggunakan tangan, yang berciri adonan kasar dan bagian pecahannya dipenuhi oleh jejak-jejak tangan (sidik jari), selain itu bentuknya kadang tidak simetris. selain dibuat dengan teknik tangan, tembikar yang lebih modern dibuat dengan menggunakan tatap-batu dan roda putar. 
Cara pembuatan gerabah atau tembikar dengan cara menggali tanah secara langsung ke dalam tanah yang mengandung banyak tanah liat yang baik. Tanah liat yang baik berwarna merah coklat atau putih kecoklatan. Tanah liat yang telah digali kemudian dikumpulkan pada suatu tempat untuk proses selanjutnya. Tanah liat yang telah terkumpul disiram air hingga basah merata kemudian didiamkan selama satu hingga dua hari. Setelah itu, kemudian tanah liat digiling agar lebih rekat dan liat. Setelah melewati proses penggilingan, maka tanah liat siap dibentuk sesuai dengan keinginan. Aneka bentuk dan disain dapat dihasilkan dari tanah liat. Seberapa banyak tanah liat dan berapa lama waktu yang diperlukan tergantung pada seberapa besar gerabah yang akan dihasilkan, bentuk dan disainnya. Setelah bentuk akhir telah terbentuk, maka diteruskan dengan penjemuran. Sebelum dijemur di bawah terik matahari, gerabah yang sudah agak mengeras dihaluskan dengan air dan kain kecil lalu dibatik dengan batu api. Setelah itu baru dijemur hingga benar-benar kering. Lamanya waktu penjemuran disesuaikan dengan cuaca dan panas matahari. Setelah gerabah menjadi keras dan benar-benar kering, kemudian gerabah dikumpulkan dalam suatu tempat atau tungku pembakaran. Gerabah-gerabah tersebut kemudian dibakar selama beberapa jam hingga benar-benar keras. Proses ini dilakukan agar gerabah benar-benar keras dan tidak mudah pecah. Bahan bakar yang digunakan untuk proses pembakaran adalah jerami kering, daun kelapa kering ataupun kayu bakar. Dalam proses penyempurnaan, gerabah jadi dapat dicat dengan cat khusus atau diglasir sehingga terlihat indah dan menarik sehingga bernilai jual tinggi
Pengrajin gerabah di desa Kebur salah satunya adalah Erni yang mendapatkan ilmu membuat gerabah dari ibunya yang hingga kini juga masih ikut mengerjakan dengan tangan tuanya yang terampil menghasilkan berbagai jenis gerabah. Ketika kami mengunjungi rumah Erni yang juga menjadi workshop atau tempat bekerja Erni dalam mengerjakan gerabah, kami melihat etalase yang memajang berbagai jenis gerabah yang berada di halaman depan rumahnya. Rumah Erni merupakan rumah panggung yang merupakan rumah kebanyakan masyarakat Kabupaten Lahat yang terbuat dari kayu kadang kala dikombinasi dengan tiang beton dan tangga beton. 
Pertama kali kami melihat ibunya Erni yang duduk di bawah rumah sedang mengerjakan kendi kecil dengan tangan kiri masuk ke dalam kendi sedang tangan kanan memukul-mukul bagian luar kendi. Kemudian kami menuju ke bagian samping rumah dimana Erni dan dua ibu paruh baya sedang merapikan anglo. Aku menyapa Erni dan langsung Erni membalas sapaanku dengan menyebut namaku “assalamu’alaikum pak Mario”, padahal aku memakai topi dan marker beda dengan keadaan keseharianku apalagi aku sudah sangat lama tidak bertemu Erni. Kedatanganku kali ini adalah selain bersilaturahmi juga ingin membuat dokumentasi dengan membuat sebuah video tentang proses pembuatan gerabah. Erni bercerita tentang pembuatan gerabah di desa Kebur, “dahulu hampir seluruh penduduk desa Kebur menjadi pengrajin gerabah dan hasil gerabah di bawah dengan perahu menuju dermaga di hilir desa yang bernama Ribang Gayau, tetapi seiring dengan berjalannya waktu makin berkurang masyarakat yang menjadi pengrajin gerabah” tutur Erni. Tanah yang digunakan untuk dijadikan gerabah merupakan tanah yang di ambil dekat desa Kebur yang berwarna hitam keabuan berbeda dengan pembuatan gerabah di daerah lain yang menggunakan tanah liat yang berwarna merah coklat atau putih kecoklatan. Tanah yang di ambil dengan cara menggali dan menyisahkan sebuah lubang tetapi ketika para pengrajin ingin mengambil tanah kembali untuk dijadikan gerabah lubang yang mereka tinggalkan sudah rata kembali. Hal ini yang membuat kami heran dan aneh. Erni juga bercerita bahwa tanah yang biasa dia ambil untuk membuat gerabah sering di minta orang untuk dijadikan obat bahkan yang meminta orang dari luar Kabupaten Lahat. “Yo mereka minta tanah ini untuk dijadikan obat, seminggu kemudian mereka balik ke sini dan cerita bahwa sakitnya sembuh dengan diolesin tanah ini” demikian cerita Erni tentang tanah yang dijadikan obat. Kerajinan gerabah yang dikelola Erni telah berlangsung lebih dari empat generasi hinga kini, walaupun ditengah derasnya pemakaian perkakas dengan bahan plastik dan aluminium Erni tetap setia mengerjakan gerabah yang merupakan peninggalan leluhurnya. Erni masih bersyukur hingga kini masih terus mendapat orderan gerabah bukan saja dari dalam Kabupaten Lahat tetapi juga dari luar Kabupaten Lahat bahkan Erni dengan semangat ingin terus mengembangkan kerajinan gerabahnya dengan menambah jenis dan motif design gerabah apalagi tahun lalu sudah mengikuti pelatihan di Yogyakarta. Saat ini gerabah yang dihasilkan Erni dan kelompoknya berupa perendangan, belange, periuk, cuwek, kendi air minum, kendi cangak rumah, kendi ziarah, asbak, anglo, tungku, celengan, guci, dupa menyan dan tempayan wudhu. 
Semoga kerajinan gerabah di desa Kebur tidak perlahan kabur dan hilang ditelan jaman. Tentu hal ini perlu dukungan banyak pihak mulai dari masyarakat dan perangkat desa Kebur, perangkat kecamatan Merapi Barat hingga Pemerintah Kabupaten Lahat dan juga pihak-pihak lainnya seperti swasta, BUMD dan BUMN bersatu padu, bergotong royong membantu pengembangan dan pemasaran gerabah Kebur.

Senin, 03 Februari 2020

GOWES WISATA PEGUNUNGAN GUMAY



Pada akhir minggu atau weekend yang biasanya dipergunakan untuk berkumpul dan bersantai bersama keluarga di rumah atau di luar rumah tetapi weekend kali ini beberapa manager dan karyawan PLN UP3 Lahat yang dipimpin oleh Zamzami Rasyid Manager UP3 Lahat bersama Maryoto Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekraf melakukan petualangan bersepeda atau gowes di Pegunungan Gumay Kabupaten Lahat.
Start dari Kota Lahat tepatnya di rumah dinas Manager UP3 PLN Lahat yang merupakan rumah dengan arsitektur Indies peninggalan masa kolonial Belanda yang masih terjaga dengan sangat baik dan terlihat sangat megah yang berada tepat di jantung Kota Lahat. Dan memang di masa itu kawasan ini merupakan pusat pemerintahan di masa Belanda. Gedung BRI Cabang Lahat yang berada di sebelah Timur rumah dinas Manager UP3 PLN Lahat dahulunya juga rumah dengan arsitektur Indies akan tetapi sudah berubah menjadi bangunan modern sedang di sebelah Barat saat ini merupakan rumah sakit DKT Lahat yang dahulu adalah Juliana Hospital dengan arsitektur Indies juga walau sudah terjadi perubahan tetapi masih terlihat sisa bangunan dengan arsitektur masa lalu berupa dinding dengan tektur batu kali.
Dari Kota Lahat menuju desa Tinggihari kecamatan Gumay Ulu menempuh perjalanan sejauh sekitar 25 km melalui jalan lintas Lahat – Pagaralam via Gumay Ulu dengan pemandangan perbukitan nan hijau dan menyusuri jalan berliku. Dari desa Tinggihari menuju desa Simpur menempuh perjalanan sekitar 3 km. Di desa Simpur kami dijamu oleh Kepala Desa Simpur dengan suguhan durian dan kopi. Durian dari desa Simpur dan kecamatan Gumay Ulu pada umumnya berkwalitas baik apalagi jenis durian tembaga dan durian bantal. Kedua jenis durian ini memiliki citarasa yang sama yaitu manis legit dengan daging buah tebal dan biji yang kecil, sedikit lemak dan  tektur halus apalagi matang di pohon yang membuat siapa saja ketagihan akan durian ini. Perbedaan durian tembaga dengan durian bantal terletak pada warnanya kalau durian tembaga daging buah berwarna kuning tembaga sedang durian bantal berwarna putih. Di kediaman Kepala Desa Simpur kami menikmati durian dan kopi robusta khas Gumay Ulu serta ramahnya penduduk desa terhadap kami sejak kami memasuki desa. Ketika kami melintas jalan desa hampir semua penduduk desa keluar dan menyapa kedatangan kami.
Setelah menikmati durian dan kopi kami melanjutkan perjalanan ke air terjun Haman yang berjarak sekitar 2 km dari desa. Jalanan menuju air terjun berupa jalan setapak yang telah di cor beton sepanjang sekitar 400 meter dan sisanya sekitar 300 meter masih berupa jalan tanah yang menurun dan sedikit licin karena sebelumnya hujan membasahi desa ini. Ketika menuruni jalan tanah yang licin satu dari kami terjatuh akan tetapi tidak mengalami luka dan tetap melanjutkan perjalanan.
Setiba di air terjun yang berada di sungai Liem kami tak membuang waktu lagi untuk berpose di depan air terjun yang berjarak sekitar 10 meter, kami tak bisa mendekat karena air sedang besar dan berarus deras. Dari sini kami berfoto ria dan membuat konten video untuk mengenalkan air terjun Haman nan indah. Selain keindahan air terjun yang membuat kagum adalah bentuk batuan di sisi kiri dan kanan sungai Liem bah bola batu raksasa yang berjajar sepanjang sungai.
Selanjutnya kami kayuh sepeda kami menuju Talang Sumber Jaya sejauh sekitar 2 km dari air terjun Hamam. Di talang ini bermukim sekitar 42 KK dan sebagian besar keturunan dari pulau Jawa. Mereka bertanam pohon kopi dan sebagian bertanam pohon karet. Kami bertatap muka dengan mereka didampingi Kepala Desa dan Ketua BPD Desa Simpur. Sekali lagi kami mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat Talang Sumber Jaya seperti waktu kami di desa Simpur tadi. Semua orang keluar dari rumah mereka dan menyapa kedatangan kami dengan hangat.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju situs megalitik Tinggihari 3 yang merupakan peninggalan masa prasejarah. Dari Talang Sumber Jaya menuju situs megalitik Tinggihari 3 hanya berjarak 100 meter saja. Setiba di situs megalitik Tinggihari 3 kami menikmati makan siang berupa nasi bungkus yang telah kami bawa dari Kota Lahat. Kami duduk di atas rumput hijau yang telah dipotong rata di bawah rindangnya pepohonan menikmati nasi bungkus dan pisang ambon.
Selesai menikmati makan siang kami mengunjungi satu per satu artefak yang berada di situs megalitik Tinggihari 3 yaitu menhir, beberapa tetralit dan 2 arca. Arca pertama menggambarkan sosok manusia memakai topi, kalung dan gelang tangan sedang mengendarai seekor kerbau. Arca ini di pagar dan diberi cungkup atau atap seng. Dan arca kedua berupa sosok manusia memakai topi dengan ornamen, wajah dengan garis senyum, memakai baju lengan pendek, ikat pinggang, gelang kaki dan sedang membopong seekor anak gajah. Arca ini juga di pagar dan di beri cungkup atau atap seng. Di setiap arca kami berfoto dan membuat video sebagai tanda kenangan dan bahan promosi sebagai bentuk kebanggaan dan kepedulian kami.
Kami terus melanjutkan jelajah wisata menuju situs megalitik Tinggihari 2 yang berjarak hanya 300 meter dari situs megalitik Tinggihari 3. Di situs ini ada menhir, tetralit, lumpang batu dan arca manusia. Arca manusia menggambarkan sosok wanita memakai tutup kepala, memakai kalung manik-manik, gelang tangan, gelang kaki, baju dan jubah seperti ponco ala Meksiko.
Dan situs terakhir yang akan kami kunjungi adalah situs megalitik Tinggihari 1 yang berada di desa Pulau Pinang kecamatan Pulau Pinang sedang dua situs sebelumnya yaitu situs megalitik Tinggihari 2 dan 3 berada di desa Simpur kecamatan Gumay Ulu. Di situs megalitik Tinggihari 1 yang mempunyai luas area sekitar 1.000 meter persegi terdapat 3 lumpang batu, 2 arca dan 1 arca menhir. Arca pertama menggambarkan sosok manusia memakai gelang tangan, kalung dan baju dalam posisi duduk sedang memegang dua sosok anak di tangan kanan dan tangan kiri. Bagian kepala arca sedikit rusak dan kepala arca anak telah hilang. Arca kedua menggambarkan sosok hewan babi rusa dan sosok manusia di bagian belakang babi rusa dengan bagian kepala manusia telah hilang. Untuk arca menhir yang berada pada bagian depan situs ini menggambarkan sosok manusia sedang berdiri dan sosok manusia lainnya di atas pundak sosok manusia yang sedang bediri dan pada bagian kiri sosok manusia yang berdiri  terdapat seekor buaya, terlihat jelas bagian kepala dan kedua mata buaya serta dua kaki dan ekor buaya.
Dari situs megalitik Tinggihari1 menuju desa Pulau Pinang dengan kontur jalan menurun dan dapat menikmati keindahan ngarai dan sungai Liem di sebelah kiri jalan. Menjelang masuk desa Pulau Pinang kita disajikan pemandangan sungai Lematang dan hamparan sawah, sungguh suatu pemandangan yang menakjubkan dan jangan lewatkan untuk berfoto di lokasi ini.
Lalu masuk ke jalan lintas Lahat – Pagaralam via Pulau Pinang kami terus mengayuh sepeda ke desa Tanjung Sirih yang merupakan sentra pedagang lemang, ikan huas dan ikat sepit yang menjajakan dagangannya di tepi jalan. Disini kami menikmati lemang khas Tanjung Sirih yaitu lemang gurih, lemang pisang dan ketika musim durian seperti sekarang ada juga lemang durian.
Kami sengaja melakukan jelajah wisata dengan bersepeda agar dapat melihat lebih dekat budaya dan tradisi masyarakat serta menikmati pesona keindahan alam pegunungan Gumay yang ternyata telah dihuni manusia purba ribuan tahun silam. Pengunungan Gumay yang subur telah dimanfaatkan manusia sejak lama dan menjadi catatan kita bersama agar kita selalu menjaga kelestarian alam dan budaya leluhur bangsa untuk dapat kita wariskan kepada anak cucu kita.
Perjalanan panjang bersepeda menyusuri alam pegunungan Gumay benar-benar menikmati panoramic of Lahat dan memberi kesan mendalam bagi kami terutama bagi beberapa manager dan karyawan PLN UP3 Lahat yang baru pertama kali bertugas di kabupaten Lahat dan pertama kali pula mengunjungi kawasan ini. (Penulis, Mario Andramartik).