
Pagi nan cerah
menyapa kami sekeluarga dan seakan
mengajak kami untuk menikmati indahnya pagi. Aku dan keluarga telah siap
menyapa pagi nan indah untuk melakukan traveling melihat keindahan panorama
alam kabupaten Lahat nan asri dan indah di bagian hulu Kota Lahat.
Perjalanan
selama 30 menit sangat nyaman, jalanan yang masih sepi dan udara perbukitan
yang segar menambah indahnya perjalanan. Tak terasa kami telah memasuki desa
Lebuhan. Desa ini sangat asing bagi kami sekelurga. Kami belum pernah memasuki
desa ini. Aku mengetahui desa ini dari seorang sahabat yang tinggal di Kota
Agung. Mulanya aku bertanya tentang keberadaan situs-situs megalitik yang ada
di Kecamatan Kota Agung dan Kecamatan Tanjung Tebat yang dia ketahui dan
sabahatku bercerita ada juga bebatuan di desa Lebuhan tapi belum mengetahui
secara pasti bentuk dari bebatuan tersebut.
Di awal Mei 2014
di hari libur aku mengajak keluargaku ke desa Lebuhan. Setelah memasuki desa
aku terbaca sebuah tulisan Desa Pamsimas Desa Padang Perigi. Sekarang aku baru
tahu bahwa desa Lebuhan secara resmi bernama Desa Padang Perigi di Kecamatan
Tanjung Tebat Kab.Lahat. Lebuhan sendiri berarti belebuh atau membuat sawah.
Aku bertanya kepada
beberapa penduduk desa, apakah di desa ini ada batuan yang berbentuk patung
orang atau hewan, lesung atau lumpang atau bentuk lainnya. Seorang ibu menjawab
pertanyaanku “ dek katek kalo batu-batu loh itu, ade di sawah kami batu
biase”.Lalu seorang bapak menambahkan “ kalo batu-batu bebentuk ade di Penarang
(Batu Bute Muara Danau), ade pule di Pagar Alam. Setelah mendengar keterangan
dari penduduk aku minta untuk diantarkan ke batu biasa yang disebut ibu tadi.
Dengan diantar Firsah seorang anak yang masih duduk di bangku SMA, aku dan
keluarga serta keluarga sahabatku yang berasal dari Kota Agung kami menyusuri
pematang sawah menuju batu biasa yang di maksud sang ibu di desa tadi.
Aku berjalan pada
barisan paling depan bersama Firsah sedang istri dan anak-anakku berada di
belakang kami. Setelah berjalan sekitar 500 meter, istri dan anak-anakku
tertinggal cukup jauh dan aku katakan kepada mereka kalau tak kuat jangan
paksakan, kembali saja ke desa. Aku masih berjalan di bagian depan bersama
Firsah sedang istri dan anak-anakku
tertinggal makin jauh. Sekitar 200 meter lagi dari batu yang akan kami datangi,
kami sempat berhenti untuk menunggu istri dan anak-anakku, tetapi setelah
menuju selama 10 menit dan mereka tidak ada maka kami melanjutkan perjalanan.
Akhirnya Firsah
membawaku ke batu yang di masksud ibu di desa sebagai batu biasa.Yach memang
hanya sebuah batu berbentuk persegi dan datar di tengah sawah. Batu ini biasa
di sebut Batu Datar. Kemudian Firsah membawaku ke batu lainnya. Betapa terkejut,
kaget, prihatin dan bangganya aku setelah melihat batu yang berada di depan
kami. Sebuah batu dengan lebar sekitar 80 cm tapi ada lekuk-lekuk pada bagian
atasnya. Batu ini hanya terlihat 10 cm dari atas tanah. Aku menggelilingi batu
ini dan akhirnya aku mengambil kesimpulan bahwa batu ini adalah sebuah arca
manusia dengan bagian badan ke bawah tertimbun tanah dan bagian kepala telah
lepas, aku bisa lihat dari patahan batu bagian atasnya.
Dan tak lama kemudian
seorang ibu menghampiri kami dan mengatakan bahwa batu tersebut adalah sebuah arca manusia sedang bagian kepala telah lepas dan saat ini
berada di parit sawah. Aku berjalan menuju lokasi kepala arca akan tetapi aku
tidak dapat melihatnya karena telah tertimbun tanah dan di dalam parit. Lalu
ibu yang ternyata adalah pemilik lahan,
memperlihat batu lainnya yang berjarak 5 meter dari arca. Di sepanjang
parit ada 2 buah batu tapi ibu ini tidak dapat memastikan bentuk dari kedua
batu tersebut karena tertutup rerumputan dan tanah.
Ketiga batu ini
telah aku dokumenkan dengan kameraku dan aku catat titik koordinat, elevasi dan
catatan lainnya. Kemudia ibu ini juga memberi keterangan ada batu lainya di
sekitar sawah ini yaitu di perkebunan coklat yang berjarak sekitar 200 meter.
Dan akupun menuju perkebunan coklat yang dimaksud. Disini aku bertemu Yustam
sang pemilik kebun. Yustam memberi keterangan tentang batu yang ada di kebunnya
berupa batu datar. Kemudian kami kembali ke arca semula bersama Yustam. Aku minta
kepada Yustam untuk membersihkan batu-batu yang tertimbun rumput dan tanah
tersebut.
Setelah sebagian
rerumputan dan tanah di angkat dari batu oleh Yustam maka terlihat jelas bahwa
batu-batu tersebut Arca Manusia. Aku sangat terkejut dengan penemuan ini dan
juga heran mengapa arca ini tidak banyak di ketahui masyarakat desa Lebuhan
atau Padang Perigi. Dan juga masyarakat tidak tahu nama atau bentuk arca-arca
ini. Aku bertanya lebih lanjut tentang kemungkinan ada temuan lainnya dan
Yustam mengatakan bahwa masih ada 1 lagi arca tak jauh dari arca yang sudah
terlihat tetapi arca ini masih tertimbun dibawah sawah. Jadi di situs ini ada 4
arca manusia.
Wououo.......
sangat menakjubkan ada 4 arca di sebuah situs. Tak sia-sia setelah berjalan di terik
mentari dan menyusuri pematang sawah aku dapat melihat tinggalan budaya leluhur
yang sangat berharga dan tinggi nilai-nilai budaya. Pada kedua arca terlihat
bagian lengan atau kaki dengan gelang-gelang seperti pada arca di Tinggi Hari
Gumay Ulu, Lahat.
Malam
harinya aku menghubungi kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi Bpk
Winston Douglas Mambo dan beliau sangat antusias atas temuan ini dan 3 hari
kemudian hasil temuan aku email ke beliau dan juga ke Balai Arkeologi Palembang.
Lalu 2 minggu kemudian team BPCB Jambi langsung meninjau situs.
Temuan ini
merupakan temuan peninggalan masa prasejarah terbaru dan menjadi situs ke 43 di
Kabupaten Lahat yang tergabung dalam Megalitik Pasemah. Tidak mengherankan bila
Kabupaten Lahat pada tahun 2012 mendapat rekor MURI sebagai Pemilik Situs
Terbanyak dan berjuluk Bumi Seribu Megalitik. Hal ini menunjukkan betapa banyaknya
tinggalan megalitik di Kabupaten Lahat dan sudah selayaknya dikenal dan
dikenalkan kepada seluruh dunia dengan memanfaatkan megalitik sebagai obyek
wisata sesuai dengan UU No.11 tahun 2010 Pasal 85 ayat 1, berbunyi “
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya
untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi,
kebudayaan, dan pariwisata.
Megalitik
Pasemah telah terkenal di seluruh dunia dan sejak tahun 1850 telah di teliti
oleh L. Ullman dan tahun 1932 telah di bukukan oleh Van der Hoop dengan buku
berjudul “Megalithic Remain in South Sumatera”. Bahkan
pada buku berjudul Indonesia yang di tulis oleh Lonely Planet dan terbit di
Australian menyebut bahwa The Pasemah carving are considered to be the best
example of prehistoric stone sculpture in Indonesia and fall into two
distinct styles. The early style dates from almost 3.000 years ago and features fairly crude figures squatting with hands on knee or arms folded over
chest.The best examplesof this type are at a site called Tinggi Hari, 20 km from Lahat, west
of the small river town of Pulau Pinang. Jadi
kalau masyarakat dunia sudah mengenal Megalitik Pasemah (Lahat, Pagar Alam dan
Empat Lawang) bagaimana dengan masyarakat Sumatera Selatan dan Indonesia???
Semoga dengan
temuan terbaru ini akan menggugah seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan dan Indonesia untuk semakin mengenal, mencintai, memelihara,
melestarikan, mengembangkan, memanfaatkan dan bangga sebagai bangsa Indonesia yang telah
memiliki budaya yang maju pada ribuan tahun lalu.(Mario Andramartik).