Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Selasa, 18 Oktober 2022

JEMARING DESA PRASEJARAH (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)

Koordinator Jupel  sedang meninjau Situs Megalitik Jemaring

Kabupaten Lahat telah dikenal luas sebagai Pemilik Situs Megalitik Terbanyak se Indonesia, predikat tersebut disematkan kepada Kabupaten Lahat pada tahun 2012 oleh Museum Rekor Indonesia (MURI). Pada kenyataannya memang Kabupaten Lahat memiliki situs megalitik yang tersebar di beberapa desa dan kecamatan sehingga Kabupaten Lahat mendapat julukan “Negeri Seribu Megalitik”. Dari data yang dihimpun oleh Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat saat ini di Kabupaten Lahat tak kurang ada 1.121 peninggalan megalitik yang tersebar di 67 situs megalitik di 54 desa dan 14 kecamatan.

Dari 67 situs megalitik tersebut, masyarakat Kabupaten Lahat hanya mengenal atau lebih mengenal beberapa situs saja seperti Situs Tinggihari, Situs Batu Putri, Situs Batu Macan dan Situs Batu Kerbau. Untuk Situs Tinggihari selain merupakan situs megalitik yang pertama kali ditemukan pada tahun 1849 oleh L.Ullman juga merupakan situs yang paling bagus dan terbaik seperti yang ditulis oleh Lonely Planet yang terbit di Australia pada tahun 2007 menyebut Situs Tinggihari “The Pasemah carving are considered to be the best example of prehistoric stone sculpture in Indonesia. The best examples of this type are  at  a site called Tinggi Hari, 20 km from Lahat, west of the small river town of Pulau Pinang” (Pahatan Pasemah dianggap sebagai contoh terbaik dari arca batu prasejarah di Indonesia. Contoh terbaik dari jenis ini adalah di situs yang disebut Tinggi Hari, 20 km dari Lahat, di sebelah Barat sungai kota kecil Pulau Pinang).

Untuk mengenal lebih dekat situs per situs megalitik perlu adanya beberapa upaya dari berbagai pihak agar keberadaan situs-situs megalitik Kabupaten Lahat lebih dikenal oleh masyarakat Kabupaten Lahat dan Provinsi Sumatera Selatan. Adapun beberapa upaya misalnya dengan memasukan megalitik sebagai pelajaran muatan lokal di sekolah SD hingga SLTA, membuat program siswa-siswa mengunjungi situs megalitik, membuat kegiatan atau event di situs megalitik, membuat festival megalitik dan berbagai kegiatan dengan nuansa megalitik.

Mario dan Ardianto di Situs Megalitik Jemaring

Pada tulisan ini kita akan mengenal satu situs megalitik di Kecamatan Jarai. Di Kecamatan Jarai sendiri saat ini ada beberapa situs megalitik yang tersebar di beberapa desa yaitu Desa Gunung Kaya, Gunung Megang, Pagar Dewa, Muara Tawi, Jemaring dan Bandar Aji. Secara Geografis Kecamatan Jarai terletak pada koordinat 103º16’ Bujur Timur dan 30º59’ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 400-1000 meter di atas permukaan laut. Lokasi penelitian sering disebut sebagai daerah Pasemah, yang dibatasi oleh Gunung Dempo di sebelah Barat Daya dengan ketinggian 3.159 meter dpl dan di sebelah Timur Laut terdapat Pegunungan Gumay yang termasuk gugusan Bukit Barisan yang memanjang dari Tenggara ke Barat Laut pulau Sumatera dengan ketinggian kurang lebih 1.700 meter dari permukaan laut.

Situs Jarai sebagai salah satu bentuk situs permukiman masa lalu, oleh Van Der Hoop telah diketahui sejak tahun 1932 dalam bukunya berjudul Megalithic Remains in South Sumatera. ( Hoop , 1932 : 35-36 ), Selanjutnya Puslitbang Arkenas melakukan penelitian di situs Gunung Kaya dan situs Gunung Megang tahun 2007 dan 2008. Balai Arkeologi Palembang telah melakukan kegiatan penelitian dengan mengadakan  ekskavasi  di situs Gunung Kaya yang terletak sekitar 10 km sebelah baratlaut Kota Pagar Alam, dan berhasil menemukan 1 buah bilik batu dan di lokasi tersebut didapatkan pula tinggalan megalitik berupa, dolmen, lesung batu baik tunggal dan berkelompok, batu datar, lumpang batu dan sebuah arca dalam posisi terguling.(Kristantina, 2008). Pada saat kegiatan penelitian tim mendapat informasi dari pemilik tanah yang bernama Ludyo, bahwa di sekitar pekarangan rumah, ditemukan 8 buah tempayan bahan tanah liat berdiameter sekitar 60 cm.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, keberadaan tinggalan megalitik di situs Jarai menunjukkan bahwa daerah tersebut mengindikasikan pernah digunakan sebagai tempat bermukim pada masa lalu. Menyangkut keberadaan tinggalan tersebut baik dari segi kualitas dan kwantitasnya menimbulkan berbagai permasalahan yang menyangkut tingkat teknologi, ekonomi, pranata sosial   dan adaptasi manusia pendukungnya.

Pada tahun 2011 penelitian lanjutan oleh Balar Arkeologi Palembang, survei peninggalan megalitik di Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan telah  dilakukan di 6 desa, yang mencakup Desa Gunung Kaya, Gunung Megang, Pagar Dewa, Jemaring, Muara Tawi, dan Tanjung Menang.

Di Desa Jemaring sendiri ditemukan beberapa peninggalan megalitik yang disebut dengan  Situs Jemaring yang berada diketinggian 810 meter dpl, lokasi situs di pinggir jalan raya yang menghubungkan jalan lintas Pagar Alam – Muara Payang menuju Desa Jemaring, lokasi situs berada di hamparan persawahan, dan berhasil di data adanya 13 temuan tinggalan megalitik seperti: dolmen, batu datar, lumpang batu, tetralith dan batu temu gelang.

Dr.Alrefi, S.Pd., M.Pd dan Akbari,S.Pd,M.Pd di Situs Megalitik Jemaring

Untuk menuju situs megalitik Jemaring dari Pasar Jarai hanya berjarak sekitar 1 km ke arah Muara Payang, setelah Desa Aromantai terdapat pertigaan ke arah kanan. Dari pertigaan ini kita akan menyusuri jalan aspal yang mulus dan telah dilakukan pelebaran jalan dengan pengecoran di sebelah kanan dan kiri jalan sehingga jalan menuju desa ini terlihat lebar dan nyaman dilalui. Kurang dari 1 km di sebelah kanan jalan terdapat hamparan persawahan dan disinilah temuan megalitik Situs Jemaring berada. Ketika persawahan ini selesai dipanen maka bebatuan yang merupakan peninggalan masa megalitik lebih terlihat jelas dibandingkan ketika persawahan ini ditumbuhi dengan tanaman padi yang telah menutupi keberadaan megalitik. Akan tetapi ada satu peninggalan megalitik berupa lumpang batu yang berada di tepi sawah di antara tanaman terong dan lengkuas sehingga setiap waktu lumpang batu ini dapat dilihat dan lokasinyapun sangat dekat dengan jalan yaitu sekitar 10 meter saja. Lumpang batu dengan satu lubang dengan diameter sekitar 20 cm sedikit berlumut karena air sering mengenang di lubang lumpang batu ini apalagi Situs Jemaring ini belum memiliki juru pelihara seperti situs lainnya di Kecamatan Jarai seperti Situs Gunung Kayang, Situs Gunung Megang dan Situs Baturang. Pada ketiga situs ini terlihat lebih terpelihara, bersih dan tertata juga pada beberapa tinggalan telah di pagar secara permanen sebagai upaya pengaman peninggalan megalitik. Semoga kedepan Situs Jemaring juga mendapat perlakuan sepadan dengan situs-situs lainnya.

Lumpang Batu di Situs Megalitik Jemaring

Pada kunjungan kami terakhir di Situs Jemaring ini kami mendampingi akademisi dari Universitas Sriwijaya putra-putri dari Kabupaten Lahat. Sebanyak 12 orang akademisi Universitas Sriwijaya yang dipimpin oleh Prof.Dr.Ir.H.Ahmad Muslim, M.Agr mengunjungi Kecamatan Jarai dengan titik kunjungan di Desa Gunung Megang dan Pelajaran. Adapun kunjungan ini sebagai upaya dari Pemerintah Kabupaten Lahat melalui Bupati Lahat Cik Ujang,SH untuk mengajak pihak akademisi khususnya dari Universitas Sriwijaya terutama yang merupakan putra-putri Kabupaten Lahat membantu pemikiran dan program-program kerja untuk kemajuan Kabupaten Lahat. Di Kecamatan Jarai sendiri lebih fokus pada sektor pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, pariwisata dan Kebudayaan. Semoga kegiatan ini akan berlanjut pada kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi masyarakat dan pemerintah Kabupaten Lahat menuju Kabupaten Lahat yang maju, berkembang dan bercahaya. (Oktober, Mario Andramartik).



Selasa, 27 September 2022

PERADABAN DI UJUNG BARAT LAHAT (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)

                   
                                           Gambar. Batu Langgar Desa Lawang Agung Lama

Setelah menyeberangi jembatan gantung sepanjang sekitar 50 meter jalanan langsung menanjak tajam sehingga dibutuhkan sepeda motor yang kuat dan pengendara yang telah teruji, kalau tidak sepeda motor dapat mati dan mundur masuk ke sungai Lintang. Hal inilah yang aku alami ketika hendak melihat langsung peninggalan megalitik yang disebut masyarakat sebagai Batu Langgar. Aku dibonceng sepeda motor oleh Wandra seorang penggiat wisata Desa Lawang Agung Lama Kecamatan Muara Payang dan didampingi oleh Febri yang juga seorang penggiat wisata dari Desa Lawang Agung Lama. Kami bertiga menyusuri jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu kendaraan sepeda motor dan bila berpapasan dengan sepeda motor ataupun orang maka salah satu harus berhenti dan sedikit minggir, belum lagi kami harus menghindari ranting-ranting pohon kopi yang tumbuh dengan lebatnya. Seorang penggiat wisata Imran Sumardi tetap berada di Desa Lawang Agung Lama mendampingi tim kami dari Lahat melihat kebun kopi, durian, tembakau, kebun sayur dan sumber mata air atau ayek ulu tulung yang juga menjadi daya tarik wisata desa selain air terjun Jernih dan air terjun Lawang Agung.


Dalam perjalanan menuju Batu Langgar selain harus menyeberangi jembatan gantung juga menyusuri kebun kopi sebelum akhirnya tiba di kebun sayur dimana Batu Langgar berada. Jalan setapak sejak dari jembatan gantung hingga kebun sayur dimana Batu Langgar berada jalanan menanjak berupa jalan tanah dan  hanya sebagian kecil yang telah di cor beton. Jarak tempuh dari jalan lintas Pagar Alam – Pendopo menuju Batu Langgar sekitar 1,3 km atau perjalanan dengan sepeda motor sekitar 10 menit. Akan tetapi walaupun jaraknya cukup dekat dari desa Batu Langgar yang merupakan sebuah situs budaya peninggalan masa megalitik belum banyak dikenal luas baik oleh masyarakat Kabupaten Lahat maupun masyarakat Sumatera Selatan.

Bupati Lahat Cik Ujang,SH melalui Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan Bidang Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik langsung menindaklanjuti dengan berkunjung langsung ke lokasi setelah menerima laporan masyarakat terkait adanya situs budaya peninggalan masa megalitik yang berada di Kecamatan Muara Payang. Kunjungan pertama ke Situs Megalitik Batu Langgar. Di situs ini terdapat sebuah bilik batu yang berada di bagian timur kebun sayur milik Harpensyah, terlihat bagian dinding bagian kiri, kanan dan belakang juga bagian depan bilik yang menghadap ke arah barat. Semua batu berupa lempengan batu slab stone. Akan tetapi atap bagian depan bilik batu terlihat terjadi patahan.

Saat ini di Kawasan Megalitik Pasemah (Lahat, Pagar Alam, Empat Lawang , Muara Enim) ditemukan banyak bilik batu yang letaknya di bawah permukaan tanah seperti yang ditemukan di situs megalitik Kota Raya Lembak, Talang Pagar Agung, Gunung Megang, Gunung Kaya, Tegur Wangi, Talang Kecepol dan Tanjung Aro akan tetapi bilik batu yang ditemukan di situs megalitik Batu Langgar bilik batu berada di permukaan tanah.

Selain bilik batu yang disebut masyarakat sebagai Batu Langgar di situs ini juga terdapat tetralith (tetra = 4, lith = batu) atau batu susun empat. Tetralith berada sekitar 20 meter dari Batu Langgar ke tenggara juga terlihat slab stone dan monolith di kebun cabe. Lokasi situs berada di ketinggian 669 mdpl.

Dari Batu Langgar kami bertiga dengan sepeda motor kembali ke Desa Lawang Agung Lama dan melanjutkan perjalanan ke Desa Talang Tinggi yang hanya berjarak sekitar 1 km. Dari Desa Talang Tinggi kami melanjutkan perjalanan ke situs megalitik yang baru kami terima laporannya dari Harpensyah pemilik Situs Batu Langgar. Untuk menuju lokasi situs dari desa sekitar 2 km dengan menyusuri jalan desa yang sudah di aspal 1,8 km dengan sisanya yang masih dalam pengerjaan pengecoran. Lokasi situs berada di ketinggian 821 mdpl tepat di bagian barat laut di kaki Gunung Dempo.

     
               Gambar. Tim di situs megalitik Talang Kemang Ilir

Kebun sayur yang tepat berada di sisi kiri jalan merupakan kebun milik Harhendi dengan luas sekitar 1 ha dengan tanaman sayur berupa terong, tomat, kacang panjang, jahe dan kates. Saat kami berada di sana tanaman terong dan tomat sedang di panen sedangkan tanaman lainnya baru saja ditanam. Setelah kami bertemu dengan dengan Harhendi selanjutnya dengan keramahannya kami diantar untuk melihat satu per satu peninggalan megalitik yang berada di kebun sayur Harhendi ini.

“Kite ke situ kudai” ajak Harhendi sambil menunjuk ke arah timur, dan kamipun berjalan di sela-sela tanaman terong dan tomat mengikuti Harhendi. Benda pertama yang kami lihat berupa lesung batu tetapi sudah patah, di sebelah timur lesung batu terdapat 1 tetralit, jarak 1 meter terdapat momolith dan 2 meter dari monolith terdapat lesung batu lagi. Lesung batu dalam kondisi tidak terawat dengan bagian lubang berisi tanah dan tepi lupang berlumut hijau. Lalu kami bersihkan lubang lesung sehingga terlihat dengan jelas bentung dari lesung batu. Kemudian kami berjalan ke arah utara, disini terdapat 2 buah lesung batu dengan ukuran lebih kecil dari lesung batu kedua yang kami lihat. Dua lesung berada berdekatan tetapi pada awalnya satu lesung berada sekitar 3 meter dari lokasi sekarang.

Dari sini kami berjalan lagi ke arah utara sekitar 5 meter dan di antara pohon terong terdapat satu lumpang batu dengan diameter sekitar 10 cm. Kondisi lumpang batu seperti tinggalan yang lain kurang terawat. Hal ini disebabkan karena pemilik lahan tidak mengetahui bahwa batu-batu ini merupakan tinggalan masa megalitik mereka mendapat cerita bahwa lokasi kebun mereka merupakan bekas tempat tinggal puyang rejang.

Berjalan sekitar 10 meter  masih di kebun terong dan tomat terdapat 1 lagi tetralit dengan ukuran lebih besar dari tetralith pertama yang kami lihat. Jarak antar ke-4 batu tetralith ini sekitar 2 meter dengan tinggi batu rata-rata sekitar 90 cm. Dari Tetralith kami berjalan ke arah barat dan kami diperlihatkan sebuah lesung dengan ukuran seperti lesung pertama yang kami lihat. Harhendi masih terus mengajak kami berjalan untuk melihat tinggalan lainnya dan ternyata memang masih ada tinggalan lain berupa lesung batu dan lumpang batu.

      
           Gambar. Temuan peninggalan megalitik di kebun sayur

Dari temuan yang ada di Talang Kemang Ilir Desa Talang Tinggi Kecamatan Muara Payang ini kami dapat katakan bahwa situs ini merupakan satu pemukiman dengan dominasi tinggalan berupa lesung batu dan timbul sebuah pertanyaan apakah ada temuan jenis lainnya seperti arca, menhir, bilik batu, dolmen dan lainnya, hal ini perlu penelitian lebih mendetail. Akan tetapi dengan temuan yang ada maka menambah jumlah situs yang ada di Kecamatan Muara Payang menjadi 3 situs megalitik. Situs pertama ditemukan di Desa Muara Payang pada survey pertama tahun 1999. Dari hasil pengamatan dan dilakukan test pit di 2 kotak ditemukan tempayan kubur dan benteng tanah. Lalu dilakukan penelitian tahap II pada tahun 2000 dengan temuan terdapat 2 lokasi hunian yang dikelilingi oleh benteng tanah, tempayan kubur, tetralith dan umpak bangunan. Pada tahun 2001 dilakukan penelitian tahap III dan selanjutnya penelitian tahap IV yang dilakukan pada tahun 2002 oleh Balai Arkeologi Palembang yang dipimpin oleh Kristantina Indriastuti,SS dengan anggota tim Drs.Siswanto, Drs.Budi Wiyana dan Supeno. Di penelitian tahap IV ini ditemukan beberapa tempayan kubur, menhir, dolmen, dan batu datar. Situs kedua adalah Batu Langgar dan situs ketiga Situs Talang Kemang Ilir.

Dengan temuan Situs Talang Kemang Ilir maka jumlah situs yang ada di Kabupaten Lahat menjadi 67 situs megalitik dan semakin mengukuhkan Kabupaten Lahat sebagai Pemilik Situs Megalitik Terbanyak se Indonesia dan semakin populer Kabupaten Lahat sebagai Negeri 1000 Megalitik.

Semoga dalam waktu dekat beberapa situs megalitik dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya Kabupaten Lahat dan selanjutnya dapat dilakukan pemeringkatan menjadi Cagar Budaya Provinsi, Nasional hingga menjadi Warisan Dunia Unesco. Tentu hal ini bukan pekerjaan mudah tetapi bila digarap dengan serius dengan melibatkan semua komponen yang ada tentu akan dapat tercapai apalagi hingga saat ini Warisan Dunia Unesco yang berasal dari Indonesia baru 5 yaitu Candi Borobudur, Candi Prambanan, Manusia Purba Sangiran, Subak Bali dan Sawahlunto Ombilin. Bila Situs Megalitik Kabupaten Lahat dapat ditetapkan menjadi Warisan Dunia Unesco bukan saja akan memboomingkan nama Kabupaten Lahat di kancah internasional akan tetapi juga banyak memberikan manfaat kepada masyarakat Kabupaten Lahat seperti bergeraknya  berbagai sektor ekonomi bukan saja sektor budaya dan pariwisata juga perbaikan infrastruktur dan peningkatan pendapatan asli daerah. (Mario Andramartik, September 2022).

Minggu, 24 Juli 2022

Pasemah Ulu Manna Ulu Peradadan di Barat Daya Lahat (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)

Tim berada di depan ghumah baghi Desa Gunung Raya

Suku Basemah atau juga disebut BesemahPasemah atau Pesemah adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Kota Pagar AlamKabupaten Empat LawangKabupaten Lahat dan Kabupaten Muara Enim. Suku ini secara umum bermukim di sekitar kawasan gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Dempo. Suku Pasemah merupakan salah satu suku bangsa asli yang berasal dari wilayah Sumatra Selatan yang memiliki kerabatan dengan suku Melayu dan Komering yang juga sudah ratusan tahun tinggal di Sumatera Selata.


Suku Pasemah yang sekarang paling identik adalah wilayah yang termasuk dalam administrasi Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Empat Lawang. Kabupaten Empat Lawang merupakan kabupaten baru pemekaran dari Kabupaten Lahat. Sedangkan Muara Enim yang merupakan suku Basemah adalah daerah sekitar Semendo, kurang lebih 50 km dari kota Muara Enim.

Masyarakat Suku Pasemah yang hidup di sekitar gunung Dempo sebagian besar merupakan petani. Saat ini pun daerah ini masih menjadi sentra produksi kopi di Sumatera Selatan. Sedangkan tanaman lainnya adalah sayuran,  seperti kubis, wortel, cabe, sawi, kentang, tomat, daun bawang, terong, seledri, dan lain-lain.

Suku Pasemah, kaya dengan nilai-nilai adat, tradisi dan budaya yang khas. Masyarakat di tanah Pasemah sejak dulu sudah memiliki tatanan dan aturan masyarakat yang bernama “Lampik Empat, Merdike Due” yakni, “Perwujudan Demokrasi Murni”, yang muncul, berkembang, dan diterapkan sepenuhnya oleh semua komponen masyarakat setempat.

Tanjung Sakti Pumu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten LahatSumatra SelatanIndonesia. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu berjarak 97 km ke arah barat daya dari pusat Kabupaten Lahat. Kecamatan ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Tanjung Sakti yang terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tanjung Sakti Pumi dan Kecamatan Tanjung Sakti Pumu. Kata Pumu sendiri adalah singkatan dari Pasemah Ulu Manna Ulu, sama halnya dengan wilayah Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, kata "Pumi" adalah singkatan dari Pasemah Ulu Manna Ilir. Pasemah Ulu Manna merupakan daerah sindang kemargaan yang terletak di perbatasan Bengkulu Selatan dan Sumatra Selatan. Maka Atribusi Ulu dan Ilir pada dua nama Kecamatan Tanjung Sakti menunjuk letak geografis dari Pasemah Ulu Manna. Besemah atau Pasemah (penamaan suku menurut literatur Belanda dan Inggris) merupakan suku masyarakat dominan yang mendiami Tanjung Sakti. Suku Besemah termasuk dalam Proto Malayan dengan kebudayaan Melayu. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu mempunyai luas wilayah 229,59 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 58,56 jiwa/km². Pusat pemerintahan Kecamatan Tanjung Sakti Pumu berada di Desa Simpang III Pumu.

Kecamatan Tanjung Sakti Pumu terletak di wilayah perbatasan barat Sumatra Selatan dan paling selatan Kabupaten Lahat dengan topografi berupa lembah hingga pegunungan. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu berada di kaki Gunung Dempo dan Gunung Dingin bagian selatan. Sementara di sebelah barat adalah rangkaian Pegunungan Bukit Barisan dengan sejumlah gunung seperti Gunung Payung, Gunung Tunjuk dan Gunung Hitam. Ketinggian wilayah Kecamatan Tanjung Sakti Pumu antara 700 hingga >2.000 meter diatas permukaan air laut. Sungai besar yang mengalir di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu adalah Sungai Penangkulan, Sungai Serai, Sungai Cawang, Sungai Manna, dan Sungai Sukamnadu. Kecamatan Tanjung Sakti Pumu yang beriklim tropis dengan dua musim dalam satu tahunnya yaitu musim kemarau dan penghujan, dengan suhu udara pada siang hari berkisar antara 20 - 31 derajat Celcius. Hujan turun hampir sepanjang tahun rata-rata hari hujan adalah 150 – 300 hari dengan curah hujan rata-rata 2.000 – 4.250 mm/tahun.

Kecamatan Tanjung Sakti Pumu dengan Ibukota Kecamatan Desa Simpang III Pumu merupakan Kecamatan yang terpisah dari wilayah Kabupaten Lahat dipisahkan oleh Kota Pagar Alam. Wilayah Tanjung Sakti Pumu secara geografis berbatasan dengan wilayah sebagai berikut: Utara dengan Kabupaten Empat Lawang dan Provinsi Bengkulu, bagian Selatan dengan Provinsi Bengkulu, bagian Timur dengan Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, bagian Barat dengan Provinsi Bengkulu. Desa terluas yang ada di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu adalah Desa Kembang Ayun seluas 12,67 kilometer persegi dan desa terkecil adalah Desa Genting dengan luas wilayah 3,38 kilometer persegi.

Setiap suku memiliki hunian yang unik dan berbeda menyesuaikan dengan budaya mereka begitu juga dengan Suku Pasemah yang mempunyai rumah tradisional yang disebut dalam bahasa lokal dengan Ghumah Baghi. Ciri khas Ghumah Baghi adalah memiliki atap yang runcing mirip seperti tanduk atau membentuk pelana kuda. Namun atap ini tidak begitu runcing jika dibandingkan dengan atap rumah adat Toraja. Atap rumah adat suku Pasemah memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan oleh alam seperti ijuk atau pohon aren. Tiang-tiang rumah juga menggunakan bahan ramah lingkungan yaitu kayu dengan rangka atap berbahan bambu. Keunikan lainnya adalah setiap sudut rangka rumah tidak menggunakan paku melainkan pasak. Bagian dalam ghumah gaghi tidak dibuat sekat-sekat kamar melainkan hanyalah ruang yang terbuka luas. Sedangkan untuk bagian depan dibuat lebih tinggi daripada lantai bagian dalam. Anggota keluarga dari garis keturunan laki-laki akan menempati bagian depan sedangkan keturunan wanita akan berada di bagian dalam. Satu lagi keunikan dari rumah ini adalah tidak memiliki jendela dan hanya terdapat satu buah pintu kayu. Dari kontruksinya Ghumah Baghi pada bagian tiang terdiri dari satu balok kayu utuh yang tidak ditanam tetapi berdiri pada sebongkah batu, kontruksi ini merupkan kontruksi anti gempa. Ghumah baghi berbentuk rumah panggung dengan 8 tiang sehingga disebut ghumah baghi ghilapan dan ghumah baghi tatahan karena terdapat pahatan pada bagian dinding dan tiang bagian atas.

Bupati Lahat, Cik Ujang melalui Mario Andramatik, Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melakukan pendataan sebaran Ghumah Baghi di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu yang didampingi Herlianto Sapsidi, Resen Ferdinan dan Hengki Pirmansyah. Tim melakukan kunjungan langsung ke ghumah baghi satu per satu di setiap desa yang tersebar di 7 desa dari total 14 desa yaitu : Gunung Raya, Genting, Suban, Tanjung Alam, Ujung Pulau, Gunung Ayu, dan Kepala Siring.

Dari Desa Simpang III Pumu tim pendataan menuju Desa Gunung Raya dan diterima oleh Kepala Desa Gunung Raya Mitianah. Tim keliling desa dan mengunjungi 7 ghumah baghi, dari ke-7 ghumah baghi tinggal tersisa 5 karena 1 ghumah baghi sudah dipindah ke desa Gunung Merakse dengan menyisakan tiang-tiang dan dibiarkan tergeletak. Satu ghumah baghi lainnya telah roboh sekitar tahun 1997 dan saat ini berdiri rumah baru dengan bahan baku batu bata. Semua ghumah baghi di desa ini merupakan ghumah baghi ghilapan yang tidak mempunyai ukiran atau pahatan. Semua ghumah baghi sudah mengalami renovasi seperti penambahan ruang, membuat jendela dan bagian bawah ghumah sudah berdinding batu bata dan semen.



Ghumah baghi tatahan di Desan Suban Kecamatan Tanjung Sakti Pumu

Dari Desa Gunung Raya tim pendataan menuju Desa Genting. Dari infromasi yang disampaikan oleh Resen bahwa di desa ini terakhir hanya tersisa satu ghumah baghi sekitar 2 tahun lalu dan saat ini ghumah baghi tersebut sudah roboh dan tidak menyisakan bentuk apapun. Tim melanjutkan ke Desa Suban, dari informasi awal di desa ini terdapat 2 ghumah baghi. Dari rumah Kepala Desa Suban tim berjalan ke rumah  Matsin tetapi tim tidak bertemu dengan Matsin hanya bertemu dengan anaknya yang tinggal dekat dengan rumah Matsin. Rumah Matsin merupakan ghumah baghi tatahan dengan pahatan sama seperti yang terdapat di Mulak Ulu, Kota Agung, Pajar Bulan, Jarai dan Kota Pagar Alam. Ghumah Baghi milik Matsin menjadi ghumah baghi tatahan pertama yang kami temukan. Ghumah baghi sudah terjadi renovasi seperti pembuatan jendela dan penambahan ruang depan. Kondisi ghumah baghi sudah memprihatinkan karena sudah sedikit miring sehingga dipasang penyanggah agar tidak bertambah miring. Dari ghumah baghi milik Matsin kami terus ke ghumah yang kedua dan terus keliling desa dan ternyata kami bisa melihat 7 ghumah baghi. Semua ghumah baghi di desa ini juga mengalami renovasi seperti penambahan ruang depan atau samping, pembuatan jendela dan bagian bawah ditambah ruang dengan dinding batu bata dan semen. Jadi di 3 desa yang sudah kami kunjungi terdapat 12 ghumah baghi, hal ini sangat menggembirakan dan memberi semangat untuk kami melihat desa lainnya dan menemukan ghumah baghi yang lebih banyak. Ketika kami akan meninggalkan Desa Suban kami bertemu dengan Kepala Desa Batu Rancing Hansri dan selanjutnya kami singgah di rumahnya di Desa Batu Rancing.

Di Desa Batu Rancing kami betemu dengan Kepala Desa Tanjung Alam dan menurutnya di Desa Tanjung Alam terdapat 3 ghumah baghi. Kami bercerita sembari menikmati kopi robusta khas Tanjung Sakti Pumu  yang ditanam diperbukitan diketinggian di atas 7.500 mdpl. Selanjutnya kami melihat 2 ghumah baghi di Desa Batu Rancing, kedua ghumah baghi merupakan jenis ghilapan yang sudah mengalami renovasi.

Kemudian kami melanjutkan pendataan di Desa Tanjung Alam, dari info awal di Desa Tanjung Alam terdapat 3 ghumah baghi tetapi setelah kami masuk desa dan melihat satu per satu rumah, kami melihat 14 ghumah baghi dan yang menarik ada satu ghumah baghi tatahan dengan dinding terdapat 3 pahatan mandalike, pada umumnya selama ini ghumah baghi tatahan hanya mempunyai satu pahatan mandalike di bagian tengah dinding. Dan lebih menariknya ke-3 mandalike mempunyai motif yang berbeda. Semua ghumah baghi di desa ini juga sudah mengalami renovasi seperti halnya pada ghumah baghi di desa sebelumnya yang kami kunjungi.

Dengan melintasi jembatan Sungai Cawang kami melanjutkan perjalanan ke Desa Ujung Pulau. Di desa ini kami temukan 2 ghumah baghi. Ghumah pertama berada di tepi sebelah kanan jalan, ghumah sudah ada penambahan teras pada bagian depan dan dinding papan pada bagian bawah. Pada ghumah kedua ada penambahan teras bagian bawah dan dinding kayu juga pembuatan jendela, bagian atap seng masih utuh berbentuk pelana kuda dengan sedikit runcing pada bagian ujungnya.

Di Desa Gunung Ayu kami langsung melihat ghumah baghi yang sedang dibongkar bagian atapnya dan diganti dengan bentuk limas. Bambu-bambu rangka atap dan ikatan dari rotan dan ijuk masih kami ditemukan di bawah ghumah baghi. Sedih sekali melihat kejadian ini akan tetapi kami tak dapat berbuat banyak. Kemudian kami pergi ke belakang ghumah baghi yang sedang dibongkar atapnya karena kami melihat 2 ghumah baghi dan ternyata di bagian dalam desa ini masih ada 4 ghumah baghi lagi, satu ghumah baghi sudah berubah total dan hampir tidak terlihat bentuk ghumah baghi hanya terlihat bagian bawahya saja. Sedang 3 ghumah baghi lainnya juga sudah mengalami renovasi. Total ghumah baghi yang dapat kami identifikasi di Desa Gunung Ayu yang berada di ketinggian 758 mdpl ada 6 ghumah baghi.

Waktu telah menunjukkan pukul 11.15 wib ketika kami memasuki Desa Kepala Siring yang merupakan desa ke-7 yang kami kunjungi hari ini. Di sebelah kiri jalan kami melihat satu ghumah baghi bentuk ghilapan dengan penambahan teras pada bagian depan dan anak tangga dengan bahan batu dan semen. Disebelahnya terdapat ghumah baghi berbentuk tatahan yang telah direnovasi dengan pembuatan beberapa jendela dan bagian atap sudah berubah bentuk. Lalu kami belok ke kanan di simpang dekat rumah Kepala Desa Kepala Sirih, Faizal. Di jalan ini  tepat ditikungan terdapat satu ghumah baghi tatahan yang masih cukup bagus walau pada bagian atap sedikit ada kerusakan. Dan berikutnya ghumah baghi ke-4 di Desa Kepala Siring berada sekitar 100 meter dari jalan di mana kami berada sehingga kami tidak dapat melihat dengan jelas kondisi ghumah baghi ini.

Kami putuskan untuk kembali ke Desa Simpang III Pumu karena waktu sudah memasuki waktu zhuhur. Desa Kepala Siring langsung berbatas dengan Desa Simpang III Pumu, jadi kami tadi menempuh jalan melingkar untuk melihat semua desa di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu. Kami sangat bersyukur didampingi oleh dua orang warga Tanjung Sakti Pumu, Resen dan Hengki yang sangat paham dengan kondisi daerahnya. Suatu pengalaman baru yang sangat menyenangkan dan berkesan melihat peninggalan mahakarya leluhur yang sangat tinggi nilai-nilai seninya. Ratusan tahun silam leluhur Tanjung Sakti Pumu telah membuat karya yang membanggakan terlihat dari 40 ghumah baghi yang saat ini masih dapat dilihat keagungan dan kemegahannya. Semoga dari ghumah baghi yang masih berdiri dapat dipertahankan bahkan dapat dilestarikan dan dikembalikan lagi ke bentuk aslinya. Dengan tinggalan ghumah baghi yang begitu banyak merupakan aset wisata budaya yang dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya ditambah dengan potensi lainnya maka dapat dijadikan desa wisata yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat, pendapatan asli desa dan pendapatan asli daerah. (Juni 2022, Mario Andramartik).


Rabu, 23 Maret 2022

AYEK LANTUNG 3 TINGKAT NAN MEMIKAT (Jelajah Negeri Mengenal Alam)

Staf Khusus Bupati Lahat, Camat Pagar Gunung, Kades Kedaton dan perangkat di Air Terjun Lantung Desa Kedaton

Ungkapan yang menyebut potensi kekayaan dan keindahan Kabupaten Lahat tak akan pernah habisnya di eksplore adalah sangat tepat. Hampir setiap bulan bahkan setiap minggu berita tentang eksplorasi kekayaan dan keindahan alam Kabupaten Lahat tak pernah putus dibahas dan diberitakan.

Pada minggu kedua di bulan Februari ini Bupati Lahat Cik Ujang melalui Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik menyampaikan hasil peninjauan ke air terjun di Desa Kedaton Kecamatan Pagar Gunung. Mario yang juga merupakan Ketua Panoramic of Lahat langsung meninjau air terjun bersama Marles Yuniardi Camat Pagar Gunung, dan Yeni Heriyanti Kepala Desa Kedaton beserta perangat desanya.

Yeni Heriyanti sebagai Kepala Desa Kedaton yang baru terpilih akhir tahun 2021 didampingi Deni Saputra Sekretaris Desa, Nita Heryanti Ketua BPD, 5 orang Kadus; Eli Rahayu Kadus 1, Andi Ajis Kadus 2, Hairol Saleh Kadus 3, Herdiansyah Kadus 4, Marliani Kadus 5, Kenidy Bendahara Desa, Satal Kaur Pemerintah beserta 4 staf desa dan anggota Karang Taruna Desa Kedaton bersama-sama berjalan kaki dari desa menuju air terjun.

Perjalanan di mulai dari Kantor Desa Kedaton yang terletak di Dusun Lekung Daun yang tepat berada di tepi jalan lintas Lahat – Pagaralam. Di lokasi ini nantinya akan menjadi pintu utama menuju air terjun dan juga area parkir. Dari titik ini lalu kami lanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri kebun karet dan kopi serta beberapa bidang tanah yang belum digarap alias masih berupa semak belukar. Jalan menuju air terjun masih berupa jalan rintisan yang baru saja dibuka seminggu yang lalu sehingga masih banyak ranting di tengah jalan. Jalan belum dapat dilalui dengan kendaraan apapun. Kontur jalan sedikit bergelombang dengan turunan dan tanjakan yang relative landai sehingga tidak banyak menguras tenaga.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit tibalah di aliran sungai Lantung. Tepat dimana kami berada merupakan bagian atas daripada air terjun. Dari sini kita hanya dapat melihat air mengalir dan jatuh ke bawah. Bagian atas air terjun ini banyak ditumbuhi pohon bambu sehingga area sangat rimbun.

Untuk dapat melihat air terjun maka kami harus berjalan agak menjauh dari sungai kemudian masuk ke kebun kopi dan menuruni jalan di sela-sela pohon kopi. Jalan hanya sedikit menurun sehingga tidak menyusahkan kami untuk menuruninya. Lima menit kemudian sampailah kami di aliran sungai dan ketika melihat ke arah kanan  maka akan terlihat air terjun tetapi hanya bagian bawahnya saja karena bagian atas air terjun tertutup rimbunnya pepohonan di sekitar air terjun.

Kami berjalan menyusuri sungai sejauh 10 meter dan bentuk rupa air terjun sudah terlihat jelas. Air terjun ini masih sangat alami terlihat dari bebatuan di kawasan ini masih berwarna hijau karena diselimuti lumut juga ranting-ranting banyak menjulai hingga sampai ke sungai, sinar mataharipun sedikit sekali karena terhalang rimbunnya pepohonan. “Saranku agar semua pohon di kawasan ini tidak ditebang dan tetap terjaga agar ekosistem air terjun tetap bagus” demikian saran yang aku sampaikan kepada Camat, Kades dan seluruh perangkat desa yang ikut survey air terjun ini. Udara di sini sangat sejuk dan asri, air sungaipun sangat jernih dan bersih ditambah keindahan air terjun yang berbentuk undakan dan air yang mengalir jatuh membentuk lubuk di bawah air terjun yang dapat digunakan untuk berenang.

Air terjun di mana kami berada merupakan air terjun kedua dari 3 air terjun yang ada di kawasan ini. Air terjun kedua ini mempunyai ketinggian sekitar 20 meter. Kami belum bisa melihat air terjun yang paling atas karena jalur menuju air terjun tersebut masih terlalu terjal dan belum sama sekali ada aksesnya. Air terjun paling atas diperkirakan mempunyai ketinggian sekitar 5 meter sedangkan air terjun ketiga yang berjalan sekitar 20 meter dari air terjun kedua belum dapat kami lihat karena tertutup rimbunnya pepohonan dan semak belukar.

Kami sangat menikmati suasana dan  keindahan air terjun Lantung ini. Kami sempatkan untuk berfoto dan mengambil beberapa video untuk dokumentasi. Dan kamipun sempat berdiskusi untuk rencana pengembangan 3 air terjun ini. Air terjun Lantung 3 tingkat nan memikat ini sangat layak untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata unggulan Desa Kedaton Kecamatan Pagar Gunung. Beberapa faktor yang sangat mendukung adalah letaknya yang sangat dekat dengan desa yaitu sekitar 1 km, jarak tempuh dari pusat kota Lahat sekitar 25 km, berada di jalan lintas Lahat – Pagaralam yang merupakan jalur perjalanan wisata, ada 3 air terjun di satu aliran sungai, masih alami dan asri, masyarakat beserta perangkat desa yang dikomandoi Kepala desa, Ketua BPD dan Camat sangat mendukung. Dengan banyaknya faktor pendukung tersebut insyaAllah daya tarik wisata ini cepat menjadi destinasi wisata unggulan, apalagi di dukung dengan dana dari APBD atau DAK Kementerian.

Seperti kita ketahui bahwa Kabupaten Lahat mempunyai sangat banyak air terjun, dari data yang disampaikan Panoramic of Lahat hingga tahun 2022 terdapat 185 air terjun di Kabupaten Lahat mungkin jumlah ini merupakan jumlah terbanyak kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki air terjun.

 

Dari ratusan air terjun tersebut baru dalam hitungan jari air terjun yang telah berkembang menjadi destinasi wisata. Hal ini terjadi bukan hanya di Kabupaten Lahat mungkin terjadi di banyak daerah di Indonesia. Ada beberapa kendala utama pertumbuhan dan pengembangan pariwisata saat ini yaitu : (1) masih buruknya akses jalan dan telekomunikasi menuju atau di lokasi daya tarik wisata/destinasi wisata; (2) terbatasnya keterampilan tenaga kerja dan pelayanan pariwisata; (3) lemahnya dukungan untuk investasi swasta pada sektor pariwisata; dan (4) lemahnya koordinasi antar dinas/lembaga, pusat-daerah, pemerintah-swasta dalam pengembangan pariwisata dan dalam pelestarian kekayaan alam dan budaya. Apabila kendala tersebut dapat diatasi secara terpadu, maka akan mampu mengembangkan industri pariwisata yang bertaraf nasional bahkan internasional.

 

Semoga dengan kekompakan dan semangat dari berbagai pihak di Desa Kedaton akan mampu mengembangkan potensi desa yang akan berdampak positif terhadap peningkatan perekonomian masyarakat desa dan peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Lahat menuju Kabupaten Lahat Bercahaya. (Mario Andramartik, 19 Februari 2022).

 

 

Rabu, 16 Maret 2022

PESONA TERSEMBUNYI KOTA LAHAT (Jelajah Negeri Mengenal Alam)

Pemandangan Cughup Gerinsing


Kota Lahat merupakan ibukota Kabupaten Lahat dan merupakan kota tua di Sumatera Selatan dengan dibuktikan banyaknya peninggalan gedung-gedung tua yang dibangun pada awal tahun 1900an. Sebagai pusat kegiatan pemerintah dan bisnis, Kota Lahat terus berkembang seiring dengan perkembangan waktu. Saat ini Kota Lahat menjadi pintu utama masuknya para wisatawan yang ingin berkunjung ke Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam. Setiap akhir pekan Kota Lahat dibanjiri wisatawan yang datang dari daerah sekitar seperti Muara Enim, Pali, Prabumulih dan Palembang.

Tepian sungai Lematang menjadi pusat kunjungan wisatawan setiap akhir pekan karena kawasan ini sejak masa kolonial telah terkenal sebagai kawasan wisata dan sejak tahun 2017 kawasan ini makin ramai dikunjungi wisatawan karena banyaknya pelaku wisata yang membuka usaha pariwisata seperti restoran/resto dan taman rekreasi.  Tak heran setiap akhir pekan Tepian Sungai Lematang dipadati kendaraan dari luar Kabupaten Lahat. Selain itu Kota Lahat masih memiliki destinasi wisata seperti Taman Ayek Lematang, Puncak Gugah, Pagar Park dan  Taman Rekreasi Ribang Kemambang. Tapi masyarakat Kota Lahat masih belum banyak yang tahu bahwa di Kecamatan Lahat ada beberapa air terjun atau masyarakat Lahat menyebutnya dengan nama cughup.

Hari ini Sabtu 12 Februari 2022 terkuak sudah bahwa di Kecamatan Lahat ada air terjun tepatnya di Desa Padang Lengkuas. Desa yang terletak di jalan lintas Sumatera Lahat – Muara Enim ini berjarak sekitar 3,5 km dari pusat pemerintahan Pemkab Lahat atau perjalanan 10 menit. Sepintas kita tidak akan percaya bahwa di Desa Padang Lengkuas Kecamatan Lahat terdapat air terjun atau cughup karena desa yang berada di jalan lintas Sumatera dan sungai Lematang ini berupa daerah dataran rendah. Setelah kami survey bersama Kepala Desa yang baru dilantik pada tanggal 24 Desember 2021 lalu ternyata terdapat beberapa air terjun.

Desa Padang Lengkuas Kecamatan Lahat mempunyai luas wilayah sekitar 2.000 ha dengan luas pemukinan sekitar 4 ha dan sisanya berupa perkebunan dan persawahan. Desa ini berpenduduk sekitar 750 jiwa dengan mayoritas penduduk bermata pencarian sebagai petani sebanyak 95% dengan rincian 65% petani karet, 30% menggarap sawah dan 5% bertani kopi. Pemukinan desa di apit Desa Ulak Lebar di sebelah Barat dan Desa Kota Raya di sebelah Timur serta di bagian Selatan berbatas dengan Desa Muara Cawang Kecamatan Lahat Selatan dan Talang Akar Kecamatan Merapi Selatan

Staf Khusus Bupati Lahat Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mario Andramartik bersama Kades Padang Lengkuas Sabroni didampingi Sekretaris Desa Harwansyah, Kaur Aset Sam Sahuri, Kasie Pemerintahan Yogi Pratama, Kadus 2 Erwinsyah, Pendamping Desa Lokal Yulianti, Tokoh Pemuda Desa Dendi Rius, Syawaludi, Solo Afandi, Idham dan Novi langsung melakukan peninjauan lokasi air terjun/cughup di Desa Padang Lengkuas. Perjalanan dengan sepeda motor di mulai dari kediaman Kepala Desa lalu menyeberangi jembatan gantung di Sungai Lematang kemudian melintasi jalan setapak dengan pemandangan kebun karet, kebun pisang, kebun kopi dan persawahan. Ketika melintasi persawahan kami disuguhkan pemandangan padi nan menguning dan belasan ibu-ibu memanen padi dengan alat tradisional, suatu pemandangan yang langka di sebuah perkotaan. Di benakku langsung teringat dengan destinasi wisata di Magelang, Jawa Tengah yaitu Svargabumi yang menyulap hamparan sawah menjadi destinasi wisata unggulan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Foto bersama di Cughup Gambir


Sekitar perjalanan 15 menit kami memasuki jalan yang baru dibuka dengan lebar sekitar 10 meter. Jalan ini masih berupa jalan tanah yang nantinya menghubungkan Jembatan Lematang 2 yang saat ini masih dalam kontruksi pembangunan ke wilayah Lahat Selatan dan rencana pembangunan komplek Perkantoran Pemkab Lahat yang baru.

Kami menyusuri jalan tanah ini walaupun masih berupa jalan tanah tetapi sudah terlihat bahwa jalan ini akan menjadi jalan yang bagus dan membuka akses pengembangan Kota Lahat. Tepat di ujung jalan tanah ini yang berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit PT Arta Prigel kami belok ke kiri masuk ke jalan setapak dengan semak belukar di kiri dan kanan jalan. Hanya dalam waktu kurang dari 5 menit atau jarak 200 meter kami berhenti di aliran sungai Gambir dan tepat di atas kami berdiri merupakan air terjun/cughup.

Lalu kami langsung menuruni tebing terjal dengan cara berpegangan dengan akar-akar pohon dan terlihat air terjun/cughup. Untuk menuju ke air terjun kami harus menebas semak belukar untuk membuka akses jalan karena cughup ini belum sama sekali dikunjungi atau dikembangkan sebelumnya. Pembukaan akses ke cughup ini baru dilakukan oleh Sabroni sang kepala desa yang baru terpilih 9 Desember 2021 lalu. Jadi perjalanan survey hari ini merupakan gebrakan baru dari kepala desa yang baru saja terpilih. Hal ini juga yang membuat  Staf Khusus Bupati Lahat Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif langsung merespon cepat ketika mendapat informasi dari warga desa bernama Idham untuk melakukan survey.

Cughup yang berada di aliran sungai Gambir ini mempunyai ketinggian sekitar 10 meter dengan lebar sekitar 5 meter dengan kondisi masih dipenuhi semak belukar dan bebatuan yang besar di bawah cughup. Cughup ini disebut Cughup Mentiring dengan airnya yang jernih. Selain keindahan cughup di area ini juga dapat melihat bentang alam yang luas bah bentangan permadani hijau dengan Bukit Serelo yang menjulang bah jempol raksasa. Yach suatu pemandangan yang sangat luar biasa yang berada di Kecamatan Lahat. Juga area di atas cughup Mentiring dengan kontur tanah yang datar sangat layak untuk dijadikan camping ground atau lokasi berkemah. Maka kawasan yang hanya berjarak sekitar 2 km dari desa Padang Lengkuas atau dari Jembatan Lematang 2 sangat layak untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata alam.

Kemudian kami melanjutkan untuk melihat cughup yang kedua yang berada di aliran sungai Temiang. Kami melintasi jalan dengan lebar 3 meter berupa jalan berbatu yang merupakan jalan perkebunan kelapa sawit lalu belok ke kiri sejauh 50 meter dan tibalah di atas cughup. Dari atas cughup, kami harus menebas semak belukar untuk menuju cughup dan menuruni sedikit tebing yang tidak begitu terjal. Sesampai di aliran sungai Temiang kamipun harus membersihkan ranting dan semak belukar yang menutupi cughup. Jadi cughup kedua ini juga masih sangat alami, asri dan belum terjamah sebelumnya.

Kami bersama-sama mencoba membersihkan ranting dan semak belukar yang menutupi cughup dan sesudahnya kami berfoto bersama. Cughup dengan airnya nan bersih dan jernih ini disebut sebagai Cughup Geringsing. Dengan ketinggian hanya 5 meter dan bentang cughup hingga 25 meter dan air yang jatuh membentuk undakan sehingga cughup ini terlihat lebih indah.

Tanpa kami sadari waktu telah melewati pukul 12 siang dan kamipun sudah terasa lapar sehingga kami makan bersama dengan duduk di atas batu di aliran sungai Temiang ini. Walaupun hanya makan nasi bungkus dan minum air mineral yang telah di bawa oleh perangkat desa tetapi terasa nikmat dan lezat sembari menikmati keindahan cughup Geringsing.

Berjuta kegembiraan yang kami rasakan karena telah berhasil meninjau kekayaan alam Desa Padang Lengkuas yang selama ini terlantar dan tersembunyi. Semoga ke depan daya tarik wisata desa ini dapat dikembangkan oleh desa yang akan memberikan dampak positif terhadap pengembangan ekonomi desa. Langkah awal pengembangan daya tarik wisata desa dengan membentuk Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis yang mendapat Surat Keputusan pembentukan dari Dinas Pariwisata yang selanjutnya dikukuhkan oleh Bupati. Pembentukan Pokdawis di setiap desa sudah sesuai dengan Pedoman Pokdarwis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dan untuk pengembangan daya tarik wisata desa dapat menggunakan Dana Desa sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022. Harapan kita bersama untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Lahat akan dapat terwujud menuju Kabupaten Lahat Bercahaya. (Mario Andramatik Sabtu,12 Februari 2022).

Kamis, 17 Februari 2022

KARANG DALAM SI PUTRI TIDUR (Jelajah Negeri Mengenal Alam)

                                     Cughup Terlantang Desa Karang Dalam

Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan selama ini terkenal dengan sebutan Negeri Seribu Megalit. Hal ini karena di kabupaten ini banyak ditemukan  peninggalan megalitik yang berusia 3.000 tahun. Pada tahun 2012 Kabupaten Lahat mendapatkan rekor MURI sebagai pemilik situs megalit terbanyak se Indonesia. Dari data yang dihimpun oleh Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat di Kabupaten Lahat saat ini terdata 66 situs megalit yang tersebar di 52 desa dan 14 kecamatan. Dengan demikian sangat wajar bila Kabupaten Lahat berjuluk Negeri Seribu Megalit.

Ternyata di Kabupaten Lahat juga ditemukan daya tarik wisata lainnya bahkan jumlahnya juga tergolong spektakuler yaitu air terjun atau dalam bahasa Lahat disebut dengan “cughup”. Selama ini masih banyak yang kurang tepat menyebut air terjun dengan sebutan curup atau cughop. Yang tepat adalah cughup.

Masih menurut data dari Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat bahwa di Kabupaten Lahat terdapat 183 air terjun atau cughup yang tersebar di 20 kecamatan dari total 24 kecamatan yang berada di Kabupaten Lahat.

Kali ini kita ke Kecamatan Pulau Pinang yang berdekatan dengan kecamatan Lahat sebagai ibukota kabupaten. Kecamatan Pulau Pinang merupakan kecamatan induk dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Pagar Gunung, Gumay Ulu dan Pulau Pinang sendiri. Pemekaran pertama tahun 2006 dengan terbentuknya Kecamatan Pagar Gunung kemudian terjadi pemekaran lagi dengan terbentuknya Kecamatan Gumay Ulu pada tahun 2008. Saat ini Kecamatan Pulau Pinang terdiri dari 10 desa yaitu: Tanjung Mulak, Pulau Pinang, Lubuk Sepang, Tanjung Sirih, Perigi, Karang Dalam, Pagar Batu, Kuba, Jati dan Muara Siban. Kecamatan Pulau Pinang mempunyai luas wilayah 111,67 km2 dengan ibukota kecamatan di Desa Jati.

 

Kecamatan Pulau Pinang dengan kontur perbukitan dengan ketinggian berkisar 134 – 300 mdpl berada di sepanjang sungai Lematang dengan anak sungainya seperti sungai Liem, sungai Ketapang, sungai Asam, sungai Salak dan sungai Mulak. Dari anak-anak sungai Lematang tersebut banyak ditemukan cughup. Saat ini di Kecamatan Pulau Pinang sudah terdata oleh Panoramic of Lahat ada 16 cughup yang berada di desa Lubuk Sepang, Perigi, Tanjung Mulak, Pulau Pinang dan Karang Dalam.

 

Dari ke-5 desa yang mempunyai air terjun di Kecamatan Pulau Pinang, Desa Karang Dalam yang mempunyai paling banyak air terjun. Di desa ini tidak kurang ada 8 air terjun dan 7 air terjun berada di satu aliran sungai yaitu sungai Asam. Ke-7 air terjun di sungai Asam adalah air terjun Sumbing, Ujan Panas, Pandak, Bidadari, Sebahak, Terlantang dan Pegadungan. Hal ini yang sangat mengagumkan dan menjadi daya tarik tersendiri karena tidak setiap sungai mempunyai air terjun sebanyak yang berada di sungai Asam.

 

Kondisi saat ini ke-7 air terjun tersebut masih belum tersentuh pengembangan sehingga belum menjadi destinasi wisata padahal pada tahun 1985 hingga akhir tahun 1990an air terjun di Desa Karang Dalam menjadi primadona kunjungan ke air terjun di Kabupaten Lahat. Kala itu tingkat kunjungan setiap akhir pekan ke air terjun di Desa Karang Dalam bisa dikatakan tertinggi di Kabupaten Lahat. Sebagai primadona kunjungan adalah air terjun Bidadari. Disebut air terjun Bidadari karena di air terjun ini yang sebelumnya bernama air terjun Rebah Lawang dijadikan syuting film nasional berjudul Si Pahit Lidah dengan adegan bidadari mandi di air terjun yang diperankan oleh artis nasional Ria Irawan dan Advent Bangun. Setelah pemutaran film Si Pahit Lidah maka air terjun Bidadari dibanjiri wisatawan dari penjuru Kabupaten Lahat dan Sumatera Selatan. Hal ini tentu membawa berkah bagi masyarakat Desa Karang Dalam sehingga tercipta destinasi wisata kuliner Jagungan dimana wisatawan dapat menikmati jagung rebus setelah berwisata di air terjun.

 

Saat ini untuk mengunjungi air terjun Bidadari, Sebahak dan Terlatang yang merupakan air terjun ke-4, 5 dan 6 tidaklah sulit karena pemerintah telah membangun jalan setapak, sehingga untuk mencapai air terjun Bidadari dari desa dengan sepeda motor kurang dari 5 menit dan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama 15 menit saja.

 

Untuk menuju ke air terjun Sebahak dan Terlantang dari desa dengan mengunakan sepeda motor sekitar 5 menit perjalanan dengan menyusuri jalan setapak yang telah di cor kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 15 menit untuk tiba di air terjun Sebahak. Perjalanan selama 15 menit dengan menyusuri jalan tanah di perkebunan kopi. Kontur jalan hanya sedikit bergelombang dan tidak banyak menguras tenaga.

Setiba di air terjun Sebahak kita akan disajikan pemandangan yang cantik dengan air terjun berair jernih dengan tinggi sekitar 5 meter dan lebar hingga 10 meter serta lubuk dengan luas sekitar 10 meter berkedalaman hingga 1,5 meter. Dengan lubuk seperti ini sangat nyaman untuk berenang dan bermain air. Di sekitar air terjun ditumbuhi banyak pepohonan sehingga terasa sangat sejuk.

 


Dari air terjun Sebahak kami menuju ke air terjun Terlantang dengan cara mendaki tepi air terjun dengan berpegang dengan akar kayu dan menapaki bebatuan dinding air terjun sehingga celana dan baju kami basah. Selanjutnya dari atas air terjun Sebahak kami berjalan sekitar 20 meter menyusuri sungai Asam, disini ada satu undakan dengan ketinggian sekitar 3 meter dan dibawahnya terbentuk lubuk yang luas. Kami terus berjalan di aliran sungai Asam dengan kedalaman bervariasi dari  semata kaki hingga sebatas pinggang yang membuat celana kami semakin basah.

 

Setelah berjalan menyusuri sungai sejauh 150 meter dari air terjun Sebahak tibalah kami di air terjun Terlantang. Kami duduk di bawah pohon jambu air yang tepat berada 20 meter dari depan air terjun Terlantang. Aku sibuk dengan kamera jadulku Nikon D80 yang aku beli tahun 2006 untuk mengambil sudut terindah dari air terjun ini sedang Ketua BPD Desa Karang Dalam Kurni Burmansyah sedang asyik meracik kopi untuk kami minum sembari menikmati keindahan air terjun berlubuk luas ini. Sementara lainnya Kaur TU dan Umum Hariadi atau sering dipanggil Adi dan Ketua Karang Taruna Nermansyah beserta 2 anggota Karang Taruna Abel dan Yudi mengambil foto dan video dengan kamera handphone mereka. Air terjun Terlantang berada di ketinggian 300 mdpl dengan lebar bentang dinding air terjun sekitar 15 meter, tinggi 6 meter dan luas lubuk sekitar 20 meter dengan kedalaman air mencapai 2 meter. Di atas air terjun ini terdapat kebun kopi dengan pohon pembayang berupa pohon durian dan jengkol. Di kawasan ini banyak ditanam pohon kopi jenis Liberika atau masyarakat Lahat menyebutnya kopi tupak.

 

Setelah merasa puas berada di air terjun Terlantang kami bergegas kembali ke desa karena hari telah siang. Dari air terjun kami ke hilir dengan menyusuri sungai sejauh 50 meter lalu naik ke kebun kopi dan setelah berjalan sekitar 15 menit kami tiba dimana kami meninggalkan sepeda motor di ujung jalan setapak yang telah di cor. Sepeda motor yang kami tinggal di tepi jalan setapak tak bergeser sedikitpun, hal ini menunjukkan bahwa di desa ini sangat aman meninggalkan kendaraan di tengah kebun. Kondisi ini merupakan modal besar dalam pengembangan pariwisata sesuai dengan Sapta Pesona dengan poin pertama Aman.

 

Abel segera menghidupkan motornya dan aku duduk dibelakang Abel begitu juga dengan Burmansyah dan Nermasyah menghidupkan motor mereka masing-masing dan kami semua kembali ke desa dengan mengendarai sepeda motor. Perjalanan kembali ke desa terasa sangat singkat tak lebih dari 15 menit karena jalanan menurun dengan melalui jalan setapak yang telah di cor beton. Setiba di desa kami langsung ke rumah Kepala Desa Iwan Iggalasi,Spd yang telah menunggu kami. Awalnya Iwan akan ikut bergabung ke air terjun tetapi karena ada hal penting di Kota Lahat sehingga tidak bisa ikut. Setiba di rumah Kepala Desa aku duduk di pance (bangku terbuat dari bambu) dan ketika melihat ke kaki ada beberapa lintah menempel di kakiku dan setelah aku lepaskan lintah tersebut mengalir darah segar dari bekas gigitan lintah. Hal ini sudah resiko biasa bila kita ke sungai yang masih alami dan belum banyak tercemar bahan kimia. Tak selang berapa lama istri Iwan sudah menyuguhkan minuman kopi untuk kami nikmati, hal ini juga terjadi ketika kami baru tiba di desa ini juga disuguhkan minuman kopi.

 

Untuk menikmati 4 air terjun lainnya yaitu air terjun Sumbing, Ujan Panas, Pandak dan Bidadari dapat dilakukan dengan berjalan kaki dari desa ke sungai Asam. Di awal kita akan melihat sebuah lubuk yang disebut masyarakat sebagai Gelung Nage yang konon dahulunya sebagai tempat tinggal ular naga lalu berjalan menyusuri sungai dan tiba di air terjun Sumbing. Disebut sumbing karena ada patahan di bagian dinding atas air terjun yang konon sebagai jalur lintasan ular naga. Kemudian menyusuri sungai Asam lagi untuk sampai di air terjun Ujan Panas. Air terjun dengan ketinggian sekitar 20 meter dan dibawahnya terdapat lubuk dengan luas sekitar 10 meter. Disebut air terjun Ujan Panas karena di air terjun ini sering terlihat pelangi seperti ketika hujan di siang hari dan muncul pelangi.

 

Dari air terjun Ujan Panas menuju air terjun Pandak dengan jarak sekitar 100 meter harus mendaki tebing dengan berpegangan dengan akar-akar pohon karena belum ada akses jalan di tepi sungai Asam. Setelah melewati tebing dinding di tepi air terjun dilanjutkan menyusuri sungai asam dengan kedalaman hingga setinggi betis. Dari air terjun Pandak sudah dapat melihat air terjun Bidadari yang berjalan kurang dari 50 meter.

 

Tim Panoramic of Lahat di Cughup Terlantang

Betapa asyik dan menakjubkan bila kelak dibangun jalan di sepanjang tepi sungai Asam sehingga bisa berjalan kaki menikmati keindahan sungai, air terjun, perkebunan kopi, karet dan durian. Sepanjang sungai dapat menikmati bunga warna-warna dan singgah di pondok-pondok bambu untuk menikmati kelezatan ikan ghuas dan lemang serta menyeruput kopi khas Karang Dalam. Dapat juga bermalam dengan memasang tenda di tepi sungai dekat air terjun yang dihibur dengan suara gemericik air dan nyanyian burung dan jangkrik.

 

Semoga nantinya daya tarik wisata Desa Karang Dalam berupa air terjun dan situs megalit Batu Aji yang hanya berjarak 14 km dari pusat Kota Lahat dan berada di perlintasan jalur wisata Lahat – Pagaralam ini dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata unggulan Kabupaten Lahat yang akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian masyarakat Desa Karang Dalam dan pendapatan asli daerah Kabupaten Lahat menuju Lahat Bercahaya. (Mario Andramartik, 14 Desember 2021).