Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Rabu, 05 Desember 2012

Menari di Air Manna : Menembus Jeram Perawan Lahat

Menari di Air Manna
Menembus Jeram Perawan Lahat

Mirip - Bisa disimpulkan, karakteristik jeram Air Manna hampir mirip Sungai Asahan di Sumatera Utara. Arusnya cenderung agresif dan liar. Di musim hujan, bentukan sungainya bisa menciptakan rangkaian standing waves panjang dan saling terhubung (atas).

Kembali ke alam, apa pun bentuknya, selalu menjadi momen paling menyenangkan. Alasan itu juga yang memacu saya untuk melawat ke Desa Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat - Sumatera Selatan ini. Selama dua hari, saya dan beberapa rafters (pengarung jeram) coba menjajal ketangguhan jeram-jeram Sungai Air Manna yang bercokol di kelebatan rimba. Seperti wilayah pinggiran Sumatera lainnya, empat jam perjalanan Lahat - Tanjung Sakti itu penuh kelokan tajam. Sesekali, terlihat jurang menganga. Tapi di lain waktu, tampak kuning padi meliuk-liuk di antara nuansa hijau belantara raya dan hamparan perkebunan kopi yang lama-kelamaan semakin mendominasi pemandangan.

Setibanya di Tanjung Sakti, kami langsung bersua dengan Erwin Gumay, penggiat alam bebas dari Lahat. Kedatangan kami juga disambut senyum ramah penduduk setempat yang menyongsong di muka dusun. Bahkan, Drs. Lukman Panggarbesi, camat desa itu berada di antara mereka. Uniknya, ia sendiri pun rela bergabung dan siap memandu kami melakukan survei jeram siang hari itu juga. Sebagai aktivitas pra-pengarungan, kegiatan pertama itu hanya berkutat pada penelusuran data-data sungai. Mulai dari pencarian entry point, menandai bentukan dan tingkat kesulitan jeramnya, hingga ke soal penentuan jalur bagi tim darat yang akan mengiringi selama pengarungan.

Tentu, bukan perkara enteng melakukan hal itu. Memburu entry point yang mudah kami jangkau dari tepi jalan setapak penduduk, misalnya. Terpaksa golok dan parang dikeluarkan demi menerabas kepungan hutan perawan nan lebat ini.Herannya, sepanjang menyi-sir lembah penuh onak duri, tak tampak satu pun bekas tebangan liar. Yang pasti, sejauh pengamatan mata dan atas informasi penduduk setempat yang saya peroleh, hutan yang mengepung sungai ini masih sangat alami dan terjaga keasliannya. Dan tampaknya, baik penebang maupun para cukong kayu dari kota-kota besar masih "silap mata" dengan kelestarian itu.

Terbukti, selama puluhan tahun, hujan lebat tak pernah menjadikan penduduk wilayah ini kerepotan dengan musibah banjir dan longsor. Bagi peminat arung jeram, tentu saja menguntungkan, sebab debit air sungai yang berhulu di Gunung Dempo (3.159 mdpl) ini tak pernah surut, kendati di musim kemarau seperti sekarang.

Hari Pertama
Sehari usai pendataan, ihwal kehebatan Air Manna total terbukti. Di hari pertama, kami membagi dua etape pengarungan. Etape pertama bermula dari dusun Sindang Panjang (desa Tanjung Sakti) hingga dusun Gunung Kerto. Etape selanjutnya berlangsung di antara jeram-jeram dusun Gunung Kerto dan berakhir di dusun Simpur. Total 19 kilometer yang akan ditempuh hari ini.

Bara semangat kepalang berkobar di dada, pantang untuk mundur. Apalagi, saya, Dompi, Jack, Erwin Gumay dan rekannya, Andi, sudah bersiap dalam posisi mendayung. Maka, selepas doa bersama, dayung pun dikayuh. "Majuu...!" aba-aba Jack. Belum jauh jarak perahu dari tepi sungai. Mendadak, kesialan menimpa. Saat perahu melabrak jeram pertama, benda karet itu berguncang hebat. Sialnya, pijakan kaki saya kurang mantap, alhasil, tubuh saya limbung seketika dan terlempar dari perahu.

Untunglah, di antara derasnya gelombang standing waves (jeram berbentuk ombak berdiri) tersebut, Andi masih bisa meraih tangan saya. Sigap. Tapi selanjutnya, malah gantian dia yang bernasib serupa. Kendati selamat, pemuda kelahiran Lahat ini sempat dua kali timbul tenggelam dipermainkan buih-buih jeram. Sampai menjelang akhir etape satu, kami belum merasakan rintangan yang berarti. Kecuali satu buah jeram besar berbentuk penurunan (drop) setinggi satu meter. Sesuai aba-aba Jack, perahu masuk perlahan ke mulut jeram itu. Tepat, begitu mulut jeramnya habis, kayuhan semakin diperkuat untuk menghindari hisapan arusnya ke tebing. Perahu lolos.

Pengarungan terasa makin seru, saat memasuki dusun Gunung Kerto. Aliran Air Manna menyatu dengan Air Suka Merindu. Akibatnya debit air menjadi lebih tinggi. Ini terbukti dengan standing wave yang dari jauh terlihat biasa saja, ternyata malah sebaliknya. Besar dan menyeramkan, membuat bentuk perahu seolah mengecil.

Selepas jeram itu, perahu menepi untuk rihat. Puas menjerang rihat, pengarungan kembali berlanjut. "Siapkan konsentrasi penuh, kita tak tahu ada apa di depan," komando Jack, seraya mulai mendayung. Betul saja. Satu lidah riam menyambut, berbuih dan sangat menantang. Terbentuk dari dua buah jeram hydraulic (terbentuk karena aliran vertikal). Demi memperoleh siasat untuk melaluinya dengan gemilang, kami melakukan scouting (pengintaian jeram) di tepi sungai berbatu. "Kita ambil jalur kanan. Usahakan jangan sampai ada yang jatuh," tukas skipper (juru kemudi) kami itu, lantang.

Kiranya, inilah saat paling tepat membentrokkan nyali dan rasa takut yang porsinya sudah tak jauh berbeda. Maka, perlahan dayung dikayuh, seiring aba-aba Jack mengarahkan perahu masuk ke dalam amukan jeram itu. Dalam hitungan detik, saya sulit mengingat apa-apa lagi. Yang ada, hanya berkonsentrasi penuh mendengar arahan skipper, sambil mendayung cepat laksana kemasukan setan.

Mendebarkan, memang. Apalagi, saat saya mengetahui, perahu kami gagal menghindari jalur kanan yang pertama. Karena perahu miring 45 derajat, Dompi dan Andi terlempar ke luar. Nyaris, Jack pun ikut terlempar dan dilalap air. Tapi dengan kesigapan tinggi ia bisa menghindarinya. Di tengah situasi kacau balau, Erwin yang duduk di sebelah saya terjerembab ke bagian dalam perahu. Tak ayal, posisi perahu menjadi kurang seimbang, bisa terbalik. Terpaksa, agar itu tidak terjadi, saya mengimbangi berat perahu dengan berpindah posisi ke bagian kanan.

Hari Kedua
Memasuki hari kedua, tingkat kesulitan sedikit berkurang. Kendati begitu, pengarungan di sepanjang rute Dusun Simpur hingga desa Pulau Timun itu tetap berjalan seru dan menegangkan.
Kebanyakan jeram di 10 kilometer rute tersebut hanya berkisar pada standing waves. Kami pun banyak berjumpa patahan sungai yang tingginya bisa melebihi satu setengah meter atau lebih. Hanya Jeram Lubuk Sibayang, sebuah jeram yang sempat membuat otak kami lama berputar untuk menentukan jadi atau tidaknya diarungi.

Bentuk Lubuk Sibayang berupa patahan setinggi 1,5 meter. Tepat di depannya, sebuah batu besar sudah siap menghadang laju perahu. Jika stag di situ, risikonya bisa terbalik, Maka, bersiaplah diempas rangkaian standing waves yang jaraknya pun tak berjauhan dengan patahan tersebut. Nasib baik, lagi-lagi, masih berpihak pada tim perahu. Perlahan dan penuh kewaspadaan mereka menyongsong lidah jeramnya. Dan, begitu melewati patahan itu, mereka lantas mendayung kuat, sehingga benda karet itu tak sampai tertahan di batu.

Menjelang petang, tim tiba perahu di lokasi finish dusun Pulau Timun. Saya, Armen, dan Ican yang menjadi tim darat, tercengang menyaksikan kerumunan penduduk. Tampaknya, mereka tak sabar lagi ingin menyaksikan "pemandangan" tak lazim di dusun mereka yang terpencil itu.
Malamnya, dalam suasana keluarga desa nan damai di pelukan rimba belantara, kami menghabiskan waktu. Bercengkerama ihwal ketegangan-ketegangan yang kami alami selama dua hari ini. (m. latief)

Copyright © Sinar Harapan 2003

Pesona Tanjung Sakti


Pesona Tanjung Sakti

"Wah sayang sekali, sumber air panas ini belum dimanfaatkan secara maksimal, misalnya dibuat kolam pemandian", kata seorang kawan yang melihat kondisi sumber air panas di bawah jembatan di desa Pajar Bulan kecamatan Tanjung Sakti Pumi. Tak berapa lama kami berada di tepi sungai Manna tepat di bawah jembatan, beberapa saat kemudian datanglah 2 orang pemuda seorang berusia 14 tahun dan seorang lagi berusia 20 tahun membawa 2 ekor ayam ke tepi sungai yang berjarak hanya 2 meter dari kami.
Kamera kesayanganku masih dalam peganganku setelah aku melakukan beberapa jepretan ke sumber air panas. Ketika aku menoleh ke arah dua pemuda tersebut, ternyata mereka akan menyembelih2 ekor  ayam. Ayam pertama telah mereka potong dan mereka injak agar tak lepas kesungai, begitu pula dengan ayam kedua. Setelah kedua ayam tersebut mati mereka masukan k2dua ayam tersebut kedalam sumber air panas yang bersuhu lebih kurang 100 derajat celcius, kemudian mereka bersihkan ayam tersebut di tepi sungai. Sedang seorang kawan yang datang bersamaku membawa beberapa telur dalam plastik hitam yang hendak dia rebus dalam sumber air panas. Tidak lebih dari 10 menit, telur-telurpun telah masak dan siap untuk dimakan.
Demikianlah rupanya masyarakat disekitar sumber air panas yang terletak dibawah jembatan sungai manna, mereka manfaatkan untuk merebus telur atau membersihkan ayam. Tidak heran ketika aku pertama kali turun ke tepi sungai terdapat banyak darah yang masih segar, mungkin beberapa waktu yang lalu ada orang yang menyebelih ayam disini. ”Kalau saja ini di Jawa tentu sudah jadi tempat pemandian yang mendatangkan uang” ujar kawanku lainnya yang berada disampingku.
Aku masih dengan kameraku dan merekam setiap sudut air panas dibawah jembatan yang sudah dikenal masyarakat kabupaten Lahat sejak lama. Sumber air panas di Tanjung Sakti ini layak dijadikan tempat tujuan wisata kalau saja dikelola secara serius yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Dari sumber air panas ini kami putar balik dan menuju sebuah gereja. Gereja di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi konon merupakan gereja tertua di Sumatera Selatan, dibangun oleh misionaris sejak jaman kolonial dulu. Gereja berdinding kayu bercat warna putih, dengan dinding batu setinggi 2 meter, beratap seng dan memiliki menara setinggi sekitar 15 meter. Sedang disebelah kiri gereja terdapat sebuah bangunan kayu berlantai dua beratap seng dan berjendela kaca. Bangunan ini dibiarkan tanpa cat dan terkesan tua. Gereja dan bangunan disebelahnya yang telah berusia lebih dari 50 tahun merupakan juga asset wisata yang terletak sangat dekat dengan sumber air panas.
Hanya beberapa ratus meter dari gereja tua, tepatnya di depan rumah dinas camat Tanjung Sakti Pumi terdapat sebuah gang yang telah di semen, kami menyusuri gang dengan lebar sekitar 1,5 m. Dan 300 m kemudian terdapat area pemakaman, disebelah barat pemakaman ini terngonggok 6 batu yang disebut masyarakat setempat sebagai “Batu Tiang Enam”. Saat ini kondisi Batu Tiang Enam ditumbuhi semak belukar dan sangat sulit untuk mengambil gambar ke 6 batu secara keseluruhan karena terhalang semak belukar dan pohon bambu. Kondisinya sangat tidak terawat.
Ketiga obyek wisata yang terletak di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi telah lama di ketahui masyarakat Kab.Lahat namun karena beberapa hal sehingga tidak berkembang bahkan dilupakan orang,terlihat dari kondisi seperti Batu Tiang Enam yang sangat memprihatinkan dan sumber air panas yang belum sama sekali disentuh.
Selain ketiga obyek wisata tersebut juga terdapat sebuah air terjun yang terdapat di desa Jambat Tiang Batu. Letak air terjun sekitar 300 m dari jalan lintas PagarAlam –Tanjung Sakti. Jalan menuju ke air terjun hanyalah jalan tanah yang tidak terjal, sehingga mudah dijangkau. Air terjun ini disebut “Air Terjun Pemandian Ratu”. Menurut penuturan seorang kawan lokasi ini belum lama dibuka. Air terjun dengan lebar 4 m dan tinggi 8 m cukup deras airnya, terdapat lubuk dibawahnya sehingga dijadikan penduduk untuk mencari ikan.Disekitar air terjun terdapat perkebunan kopi yang juga dijadikan sebagai mata pencarian utama penduduk daerah ini.
Tanjung Sakti Pumi yang berjarak 33 km dari Pagar Alam sebelumnya merupakan satu kecamatan dan saat ini terbagi menjadi dua,yakni Tanjung Sakti Pumi dan Tanjung Sakti Pumu.Jalan menuju ke kecamatan ini  sangat memadai selain lebar juga dalam kondisi baik terpelihara.Jalan yang berkelok dan sedikit naik turun malah menambah keindahan dalam perjalanan.Tapi sejumlah jembatan masih dalam ukuran cukup untuk satu kendaraan roda empat,untuk itu bagi yang berkendaraan roda empat harus hati-hati bila melintasi jembatan.
Harapan kita bersama kelak pesona Tanjung Sakti dapat dikembangkan menjadi tempat tujuan wisata minimal untuk masyarakat kab.Lahat dan sekitarnya.
By mario
Wah sayang sekali ya belum di manfaatkan secara maksimal,misalnya dibuat kolam pemandian ,kata seorang kawan yang melihat kondisi sumber air panas di bawah jembatan di desa Pajar Bulan kecamatan Tanjung Sakti Pumi. Tak berapa lama kami berada di tepi sungai Manna tepat di bawah jembatan, datanglah 2 orang pemuda seorang berusia 14 tahun dan seorang lagi berusia 20 tahun membawa 2 ekor ayam ke tepi sungai yang berjarak hanya 2 meter dari kami.
Kamera kesayanganku masih dalam peganganku setelah aku melakukan beberapa jepretan ke sumber air panas. Ketika aku menoleh ke arah dua pemuda tersebut, ternyata mereka akan menyembelih ayam. Ayam pertama telah mereka potong dan mereka injak agar tak lepas kesungai, begitu pula dengan ayam kedua. Setelah kedua ayam tersebut mati mereka masukan kedalam sumber air panas yang bersuhu lebih kurang 100 derajat celcius, kemudian mereka bersihkan ayam tersebut di tepi sungai. Sedang seorang kawan yang datang bersamaku membawa beberapa telur dalam plastik hitam yang hendak dia rebus dalam sumber air panas. Tidak lebih dari 10 menit, telur-telurpun telah masak dan siap untuk dimakan.
Demikianlah rupanya masyarakat disekitar sumber air panas yang terletak dibawah jembatan sungai manna, mereka manfaatkan untuk merebus telur atau membersihkan ayam. Tidak heran ketika aku pertama kali turun ke tepi sungai terdapat banyak darah yang masih segar, mungkin beberapa waktu yang lalu ada orang yang menyebelih ayam disini. ”Kalau saja ini di Jawa tentu sudah jadi tempat pemandian yang mendatangkan uang” ujar kawanku lainnya yang berada disampingku.
Aku masih dengan kameraku dan merekam setiap sudut air panas dibawah jembatan yang sudah dikenal masyarakat kabupaten Lahat sejak lama. Sumber air panas di Tanjung Sakti ini layak dijadikan tempat tujuan wisata kalau saja dikelola secara serius yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Dari sumber air panas ini kami putar balik dan menuju sebuah gereja. Gereja di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi konon merupakan gereja tertua di Sumatera Selatan, dibangun oleh misionaris sejak jaman kolonial dulu. Gereja berdinding kayu bercat warna putih, dengan dinding batu setinggi 2 meter, beratap seng dan memiliki menara setinggi sekitar 15 meter. Sedang disebelah kiri gereja terdapat sebuah bangunan kayu berlantai dua beratap seng dan berjendela kaca. Bangunan ini dibiarkan tanpa cat dan terkesan tua. Gereja dan bangunan disebelahnya yang telah berusia lebih dari 50 tahun merupakan juga asset wisata yang terletak sangat dekat dengan sumber air panas.
Hanya beberapa ratus meter dari gereja tua, tepatnya di depan rumah dinas camat Tanjung Sakti Pumi terdapat sebuah gang yang telah di semen, kami menyusuri gang dengan lebar sekitar 1,5 m. Dan 300 m kemudian terdapat area pemakaman, disebelah barat pemakaman ini terngonggok 6 batu yang disebut masyarakat setempat sebagai “Batu Tiang Enam”. Saat ini kondisi Batu Tiang Enam ditumbuhi semak belukar dan sangat sulit untuk mengambil gambar ke 6 batu secara keseluruhan karena terhalang semak belukar dan pohon bambu. Kondisinya sangat tidak terawat.
Ketiga obyek wisata yang terletak di desa Pajar Bulan kec.Tanjung Sakti Pumi telah lama di ketahui masyarakat Kab.Lahat namun karena beberapa hal sehingga tidak berkembang bahkan dilupakan orang,terlihat dari kondisi seperti Batu Tiang Enam yang sangat memprihatinkan dan sumber air panas yang belum sama sekali disentuh.
Selain ketiga obyek wisata tersebut juga terdapat sebuah air terjun yang terdapat di desa Jambat Tiang Batu. Letak air terjun sekitar 300 m dari jalan lintas PagarAlam –Tanjung Sakti. Jalan menuju ke air terjun hanyalah jalan tanah yang tidak terjal, sehingga mudah dijangkau. Air terjun ini disebut “Air Terjun Pemandian Ratu”. Menurut penuturan seorang kawan lokasi ini belum lama dibuka. Air terjun dengan lebar 4 m dan tinggi 8 m cukup deras airnya, terdapat lubuk dibawahnya sehingga dijadikan penduduk untuk mencari ikan.Disekitar air terjun terdapat perkebunan kopi yang juga dijadikan sebagai mata pencarian utama penduduk daerah ini.
Tanjung Sakti Pumi yang berjarak 33 km dari Pagar Alam sebelumnya merupakan satu kecamatan dan saat ini terbagi menjadi dua,yakni Tanjung Sakti Pumi dan Tanjung Sakti Pumu.Jalan menuju ke kecamatan ini  sangat memadai selain lebar juga dalam kondisi baik terpelihara.Jalan yang berkelok dan sedikit naik turun malah menambah keindahan dalam perjalanan.Tapi sejumlah jembatan masih dalam ukuran cukup untuk satu kendaraan roda empat,untuk itu bagi yang berkendaraan roda empat harus hati-hati bila melintasi jembatan.
Harapan kita bersama kelak pesona Tanjung Sakti dapat dikembangkan menjadi tempat tujuan wisata minimal untuk masyarakat kab.Lahat dan sekitarnya.

Sabtu, 27 Oktober 2012

Pemkab Lahat koleksi 3.000 temuan megalit terbesar

Lahat, Sumsel (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, hingga 2012 sudah mengoleksi sekitar 3.000 temukan megalit tersebar di 12 kecamatan dengan berbagai macam bentuk, seperti batu tulis, arca, tempat persembahan dan peralatan.

"Kalau jumlah keseluruhan megalit ditemukan diperkirakan mencapai 3.000, sedangkan terdaftar resmi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Arkeologi dan BP3 Jambi mencapai 1.000 megalit, inilah yang menjadikan Lahat mendapat penghargaan Museum Rekor Indonesia (Muri), dalam kategori daerah yang paling banyak penemuan situs megalit," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lahat, Rechnawati, Kamis.

Menurut dia, daerah sebaran penemuan berbagai benda bersejarah meliputi Kecamatan Jarai, Pajarbulan, Kota Agung, Tajungtebad, Gumay dan ada beberapa tempat lainnya.

Keberadaan megalit di Kabupaten Lahat, sudah terkenal sejak zaman Belanda dan bahkan pernah dilakukan penelitian sejumlah ilmuwan dari berbagai negara seperti Belanda, Jerman dan Amerika Serikat.

Rechnawati mengatakan, peninggalan sejarah di wilayah Lahat bukan saja cukup banyak, dan bahkan kaya akan variasi dan bentuknya.

Dia mencontohkan, ada jenis arca, kubur batu, lesung batu, lumpang batu, dolmen, menhir dan batu datar.

"Benda bersejarah itu, bisa juga dijadikan sebagai simbul dan peralatan bagi nenek moyang zaman dahulu seperti alat mengolah makanan lesung dan lumpang batu, kemudian adanya titralith sebagai tempat persidangan dan bermusyawarah," ungkap dia.

Peninggalan bersejarah yang diperkirakan berumur lebih dari 3.000 hingga 4.000 tahun tersebut jumlahnya mencapai ribuan, tersebar di 12 kecamatan dan bentuknya cukup unik," kata dia lagi.

Nantinya penyerahan penghargaan Muri penemuan megalit itu, kata Rechnawati, akan langsung diterima Bupati Lahat Saifudin Aswari Rivai, pada malam pembukaan Festival Sriwijaya XX Sumsel tanggal 15 Oktober 2012.

"Kami sudah menyerahkan semua dokumen yang diperlukan kepada pihak pemberi penilaian penghargaan Muri di Semarang Jawa Tengah," ungkap dia.

Tim Muri hanya tinggal memeriksa situs megalit yang sudah didaftarkan dengan mendatangi satu per satu, untuk dilakukan penghitungan ulang.

"Nantinya kami siap mendampingi tim Muri untuk mendatangi berbagai lokasi penemuan megalit, sekaligus mempromosikan wisata sejarah di Kabupaten Lahat," katanya.

Sementara itu Balai Arkeologi Palembang, Kristantina Indriastuti mengatakan, pada penelitian tahun 2010 Balai arkelogi dan BP3 Jambi bahkan sudah menemukan 191 batu megalit di Desa Talang Pagaragung dan Kecamatan Pajarbulan, belum lagi pada penelitian sebelumnya dan lokasi lain.

"Kalau didata secara keseluruhan yang sudah ditemukan bisa mencapai ribuan dengan penyebaran di beberapa kecamatan, dan bahkan di satu lokasi saja terdapat ratusan jumlahnya dalam berbagai jenis," kata dia.

Penelitian dan pendataan dilakukan Balai dan BP3 Jambi dengan menemukan batu megalit dalam berbagai jenis, seperti tetralith, batu datar, dolmen, lumpang batu, lesung batu, batu gelang dan bilik batu.

Peninggalan sejarah yang sudah berumur ribuan tahun ini ditemukan ada di sekitar perkampungan penduduk, kebun kopi dan persawahan termasuk hutan belantara.

"Memang selama ini daerah Lahat, Pagaralam dan Empatlawang cukup banyak terdapat penemuan sejumlah peninggalan bersejarah dan benda cagar budaya, karena dahulunya daerah tersebut merupakan perkampungan manusia purba," ujarnya. (AS*M033/Z002)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2012

Selasa, 23 Oktober 2012

Lahat, Negeri Bertabur Megalit


Julukan ‘negeri bertabur megalit’ barangkali cocok disematkan kepada Kabupaten Lahat. Ratusan megalit sudah ditemukan di sini, baik tercatat maupun belum. Tinggal upaya pemerintah untuk menyelamatkan dan melestarikannya.
BANYAKNYA  penemuan  megalit yang bertebaran di beberapa kecamatan di Lahat, sungguh merupakan karunia yang sangat penting. Usaha pemerintah pusat maupun daerah sangat diperlukan untuk menjaga dan melestarikannya. Ada sekitar delapan kecamatan dari 21 kecamatan di Bumi Seganti Setungguan ini yang dipenuhi berbagai peninggalan purbakala.
Dari beberapa kali BeritaPagi mengikuti penelitian, seperti di salah satu kampung megalit dengan sebutan Negeri Celeng, tepatnya di Dusun Talang Gardu, Desa Tanjung Menang, Kecamatan Tanjung Tebat, Kabupaten Lahat, ditemukan tiga arca, tiga lumpang, dan satu batu datar berelief. Sayangnya, kepala salah satu arca yang berbentuk tubuh seorang perempuan itu, telah terpisah dari tubuhnya, hingga belasan meter.
Penelusuran atas lokasi Kampung Megalit yang berjarak  sekitar 28 kilometer dari Kota Lahat, dan sekitar 1 kilometer dari jalan lintas Lahat-Pagar Alam ini, termasuk penemuan terbesar dan yang terbaru.
Keberadaan megalit  yang diduga berasal dari zaman prasejarah ini terungkap di areal perkebunan kopi warga dengan luas sekitar dua hektar. Kondisi megalit yang ditemukan terlihat belum mengalami pemugaran dari pihak terkait sebagai bentuk penyelamatan. Bahkan bebatuan yang ada juga berbentuk korosif. Beruntung lokasi sekitar Negeri Celeng masih terpelihara oleh aktivitas warga yang mempunyai lahan.
Hasmini (56),  pemilik kebun mengatakan, lokasi kebun yang dimilikinya hampir sebagian besar permukaannya ditemukan bebatuan serupa. Bebatuan itu berupa megalit dan arca, baik berupa arca berbentuk manusia, tempat pemujaan, dolmen, batu datar, lumpang batu,  maupun megalit dengan berbagai bentuk lainnya.
Sayangnya, belum ada upaya pembebasan lahan dari pemerintah, termasuk pelestarian untuk megalit yang ada. Sementara masyarakat sendiri, karena minimnya pengetahuan, mereka menganggap batu yang ada tidak istimewa. “Sekitar sepuluh tahun lalu suami saya yang menjaga Negeri Celeng, tapi sejak beliau meninggal tidak ada lagi yang membersihkan,” ujar Hasmini yang menceritakan kondisi megalit yang ada.
Menurut Hasmini, sebelum lahannya dibuka untuk dijadikan kebun kopi, kondisi Negeri Celeng sangat tidak terawat pada waktu itu. Kemudian, lahan yang semula semak belukar dibersihkan kembali serta ditumbuhi kopi, hingga terawat sampai saat ini. Namun saat dibersihkan, salah satu kepala arca telah terpisah jauh dari tubuhnya.
“Dulu memang ada orang luar negeri datang yang aku dak tau dari mano dan untuk apo jugo, tapi cuma memeriksa dan jingok-jingok bae,” beber Harmini.
Sementara itu salah satu petugas Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3 Jambi) wilayah kerja Jambi, Sumsel, Bengkulu dan Babel Akhmad Rivai mengakui banyak menemukan megalit di wilayah Kabupaten Lahat. Bahkan, diperkirakan masih banyak peninggalan zaman purba itu yang belum ditemukan. “Memang belum diketahui banyak orang keberadaan kampung megalit satu ini. Dan kemungkinan banyak juga di tempat lainnya,” ujarnya.
Pemerhati Pariwisata Kabupaten Lahat Mario menuturkan, di Lahat banyak perkampungan megalit yang telah diteliti sejak tahun 1850. Saat ini temuannya mencapai lebih dari 500 megalit. Dalam buku sebuah buku yang diterbitkan Lonely Planet disebutkan, megalit di Lahat antara lain di Tinggi Hari merupakan megalit terbaik di Indonesia.
“Bisa saja masih banyak megalit-megalit lain yang belum diketahui keberadaannya. Kita masyarakat Lahat harus bangga dengan hasil peninggalan nenek moyang kita, tanggung jawab kita menjaga kelestariannya,” kata Mario.
Pemerintah daerah Lahat harus segera menyikapi beberapa penemuan megalit yang semakin banyak ditemukan warga. Jangan sampai kekayaan sejarah seni budaya adiluhung menjadi sia-sia. “Akan sangat menyesal apabila nantinya kesia-siaan ini tidak memiliki makna. Sebaiknya pemerintah daerah melalui instansi terkait tidak hanya menunggu uluran tangan dari Balar Nasional saja. Ini aset daerah yang amat berharga, bagi generasi penerus,” demikian ditegaskan oleh Jajang R Kawentar, seniman Lahat dan pendidik, yang juga banyak melihat aset megalith di Lahat.
Jajang berharap, Pemkab Lahat segera mengambil alih tugas Balai Arkeologi atau BP3 Jambi  yang ada, apabila belum ada tindaklanjutnya. Karena aset ini hanya dimiliki Lahat dan menjadi aset nasional bahkan dunia, dari perjalanan peradaban yang ada. “Kita harus mengklaimnya sebagai megalit terbanyak dan terbaik di dunia. Untuk membuktikannya memang harus banyak penelitian dilakukan tentunya,” jelas Jajang.  /soufie retorika

Lahat Kini Punya Hotel Bintang Tiga


LAHAT, KOMPAS.com Kota Lahat di Sumatera Selatan kini memiliki hotel bintang tiga, yaitu Hotel Grand Zuri. Hotel yang berlokasi di Manggul Jalan Lintas Sumatera yang merupakan jalur penting antara Muara Enim, Lahat, Lubuk Linggau, dan Pagaralam itu, diresmikan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dan Bupati Lahat Saifudin Aswari Rifa'i awal pekan ini. 


Presiden Direktur ZHM Nicodemus Kasan kepada Kompas Selasa (16/10/2012) pagi menjelaskan, ia melihat peluang yang menjanjikan di Kabupaten Lahat. Pelaku bisnis sering berdatangan ke daerah ini sehingga membutuhkan tempat akomodasi yang layak. Karena itulah ia berani mengelola hotel di Lahat.


Grand Zuri Lahat yang memiliki 97 kamar, dilengkapi dengan fasilitas kolam renang, pusat kebugaran, spa, web corner, business center, lounge, dan coffee shop 24 jam dengan hotspot dan live music. 


Hotel di Lahat merupakan hotel ke-11 yang dikelola Zuri Hospitality Management (ZHM), perusahaan hospitality Indonesia, setelah Dumai, Duri, Pekanbaru (Riau), Palembang (Sumatera Selatan), Cikarang-Bekasi (Jawa Barat), BSD-Tangerang Selatan (Banten), dan menyusul Padang (Sumatera Barat), Yogyakarta (DIY), Jakarta (DKI), dan Bali. Hingga tahun 2013, ZHM akan mengoperasikan 20 hotel.
Editor :
Robert Adhi Ksp

Selasa, 16 Oktober 2012

Dua Rekor MURI untuk Lahat

LAHAT, KOMPAS.com -Museum Rekor Indonesia memberikan 2 (dua) rekor MURI sekaligus terkait situs megalitik di Kabupaten Lahat, Senin (15/10/2012) dan Selasa (16/10/2012). Dengan pengakuan ini Pemerintah Kabupaten Lahat berharap tinggalan megalitik dapat menjadi daya tarik wisata Lahat. Pengakuan oleh MURI ini menjadi langkah awal untuk lebih mempromosikan situs megalitik yang tersebar di Lahat sebagai daya tarik wisata. -- Saifudin Aswary Rivai Kedua rekor MURI dimaksud ialah rekor untuk pemilik situs megalitik terbanyak yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Lahat. Sejauh ini, tercatat ada 1.027 tinggalan megalitik di Lahat yang tersebar di 41 situs. Kemudian rekor berikutnya diberikan kepada Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat yang memiliki data situs megalitik terbanyak. Panoramic of Lahat melakukan pendataan tinggalan megalitik sejak tahun 2008. "Data tinggalan megalitik di Lahat masih bisa bertambah karena banyak yang belum terdata," ujar Ketua Panoramic of Lahat Mario Andramatik. Bupati Lahat Saifudin Aswary Riva'i mengatakan, pengakuan oleh MURI ini menjadi langkah awal untuk lebih mempromosikan situs megalitik yang tersebar di Lahat sebagai daya tarik wisata. Editor : Robert Adhi Ksp

Pemkab Lahat Gali Ribuan Megalit

LAHAT, SUMSEL, KOMPAS.com--Pemerintah Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, bekerja sama dengan sebuah lembaga yang peduli dengan budaya dan wisata yang berada di Kabupaten Lahat bernama "Panoramic of Lahat" (Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Lahat) telah melakukan pendataan terhadap ribuan megalit yang tersebar di 12 kecamatan dalam wilayah kabupaten itu.
"Untuk mendukung kabupaten itu menjadi salah satu daerah memiliki megalit terbanyak, kami sudah melakukan penggalian dan mendata daerah-daerah terdapat kawasan artefak tersebut, seperti Kecamatan Pajarbulan, Jarai, Muara Payang, Tanjung Sakti, Gumay dan beberapa daerah lainnya," kata Bupati Saifudin Aswari Rivai di Lahat, Kamis.
Menurut dia, hingga kini telah terdata sebanyak 1.027 artefak yang tersebar di 40 situs wilayah Kabupaten Lahat berbatasan dengan Kota Pagaralam.
Diperkirakan jumlah tersebut akan terus bertambah, sebab perburuan yang dilakukan peninggalan zaman batu besar (megalitikum) ini terus dilakukan.
"Wilayah Lahat yang terdiri atas 23 kecamatan menurut kalangan budayawan disinyalir sebagai daerah situs arkeologi dan purbakala  terluas di tanah air, seperti halnya situs Sangirandi Jawa Tengah," ungkap dia.
Lahat memang dari dulu gudangnya benda-benda arkeologi dan purbakala bernilai budaya tinggi dan luhur, daerah dataran tinggi ini memang menyimpan banyak benda-benda arkeologi dan purbakala di tiap jengkal tanahnya.
Asumsinya, kata dia, bisa saja seluruh kawasan Pasmah adalah situs yang sangat luas di Sumsel.
Pernyataan ini sekaligus merespon informasi tentang banyaknya temuan benda-benda arkeologi dan purbakala di Lahat, sehingga mendapat dukungan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) untuk memberikan penghargaan.
"Kita mendapat banyak temuan benda arkeologi di Jarai dan Pajarbulan beberapa bulan lalu, dan penemuan itu tidak bisa dianalisa dengan cepat dan tepat karena Lahat tidak memiliki perangkat yang pas untuk menelitinya seperti BP3 Jambi serta Balai Arkeologi," ujar Aswari.
Menurut dia, memang sudah selayaknya saat ini ada lembaga atau instansi yang menguasai pengurusan benda-benda arkeologi dan cagar budaya seperti kantor perwakilan BP3, Museum atau pos arekologi termasuk cagar budaya yang berada di Lahat.
"Esensinya jauh lebih penting dari keberadaan kelembagaan yang paling dibutuhkan adalah adanya SDM peneliti, pengelola secara profesional benda-benda arkeologi dan cagar budaya yang merupakan sisa-sisa peninggalan masa lalu," ungkapnya.
Ketua Panoramic of Lahat Mario Andramatik ditemui di sela-sela pendataan di Desa Pulau Panggung, Kecamatan Pujar Bulan, Lahat mengatakan, sebenarnya pendataan megalit sudah dilakukan sejak tahun 2008 dengan jumlah temuan mencapai 700 megalit, kemudian hingga 2012 ini sudah mencapai ribuan.
"Jumlah artefak yang ditemukan dalam wilayah 12 kecamatan di Kabupaten Lahat akan terus bertambah, sebab diperkirakan peninggalan telah berusia ribuan tahun itu masih terdapat ribuan  tertanam dalam tanah dan belum terdata," ujarnya.
"Kita sangat berterima kasih atas kepedulian PT Bukit Asam (PT BA) membantu pendanaan dalam upaya pendataan ribuan megalit di Lahat," ujarnya.
Menurut dia, hanya satu desa saja di atas lahan sekitar 5 hektare terdapat 76 artefak, mulai dari arca, lumpang, lesung, batu datar, dolmen, menhir, dan tetralit, belum lagi daerah lainnya.
Sementara itu Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3 Jambi) wilayah kerja Jambi, Sumsel, Bengkulu dan Babel, Akhmad Rivai mengatakan, saat ini sejumlah lokasi penemuan megalit, situs kubur batu dan sejumlah benda bersejarah lainnya  sudah dilakukan penelitian dan pendataan termasuk penggalian untuk mengetahui yang lainya.
Hasil penggalian ada juga ditemukan bilik batu yang terdapat lempengan batu dan pahatan arca kepala berbentuk manusia di Desa Talang Pagaragung dan Desa Pajar Bulan Lahat.
Berbagai benda yang ditemukan dari hasil penggalian sudah didata dan diamankan dengan melakukan pemagaran, sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut dari BP3 Jambi.
Sumber :
ANT
Editor :
Jodhi Yudono

Sabtu, 13 Oktober 2012

Grand Zuri Tawarkan Media Trip

SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Tertarik dengan potensi wisata sejarah peradapan manusia yang ada di Kabupaten Lahat, maka managemen Hotel Grand Zuri Lahat menawarkan Sriwijaya Post untuk melakukan liputan khusus untuk memperkenalkan ke masyarakat luas. Wacana tersebut mengemuka dalam lawatan  CEO Zuri Hospitality Management, Purwantono, ke kantor Sriwijaya Post, Kamis (11/10/2012).

"Kita baru mengetahui jika di Lahat terdapat situs Megalit berjumlah 40 tersebar di 13 kecamtan. Awalnya tidak percaya, tapi dari hasil penelitian ditemukan peradaban manusia berusia 3 ribu tahun sebelum masehi," kata Purwantono yang didampingi Direktur Eksekutif Dias kurniawan dan Sales Manager Grand Zuhri Lahat David.

Selanjutnya Purwanto menuturkan, Bumi Seganti Setungguan memiliki lebih dari 40 potensi alam, dengan sekitar 22 buah benda budaya serta atraksi wisata. Menurutnya, potensi tersebut harus disebar ke dunia melalui kegiatan Media Trip.

"Kalau memang betul Kabupaten Lahat jadi pusat perdaban, maka adalah hal yang itu luar biasa. Teman-teman media harus mengungkap dan mengangkat potensi yang ada di Lahat melalui Media Trip bekerja sama dengan Grand Zuri," ujarnya.

Pemimpin Redaksi Sripo Hadi Prayogo yang didampingi Pemimpin Redaksi Tribun Sumsel Weny Ramdiastuti, dan Pemimpin Perusahaan Sripo Bambang Hartono, mengatakan bila rencana yang ditawarkan Grand Zuri adalah hal yang unik.

"Mengangkat potensi wisata sejarah dan budaya adalah rencana luar biasa. Karena berkaca dari banyak negara di Asean, seperti Kamboja, Vietnam, dan Thailang, mereka ternama karena menjual wisata seperti itu," katanya.

Ditambahkan Weny, banyak potensi wisata sejarah dan budaya yang belum tergali di Kabupaten Lahat. Rencana kegiatan Media Tripyang ditawarkan Grand Zuri dapat mengangkat nama Sumsel secara keseluruhan sebagai destinasi wisata.

"Tak hanya Lahat sebenarnya, daerah lain di dekatnya seperti Pagaralam atau Baturaja memiliki potensi yang sama hebatnya namun belum tergali dengan maksimal," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Grand Zuri Lahat turut mengenalkan paket Beautiful Lubuk Sepang Tour hingga tanggal 30 Desember 2012. Dengan Rp325 ribu per orang, Grand Zuhri ingin memperkenalkan Rumah Baghi, Balai Buntar, Makam Puyang Remejang Sakti, dan bunga Bangkai.

Grand Zuri Lahat merupakan hotel bintang tiga dengan konsep Meeting, Leisure, Education and Leadership yang menyediakan paket pertemuan setengah hari maupun sehari penuh mulai dari Rp170 ribuhingga Rp225 ribu per orang.

Penulis : Deryardli
Editor : Eko Adiasaputro

Rabu, 03 Oktober 2012

The beauty of my village

Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 12.30 siang, teh manis yang disuguhkan oleh Eva Hartoni Kepala Desa Karang Dalam sudah hampir habis, tapi Budi dan Haris belum juga datang. Padahal sudah sekitar 30 menit lalu mereka pergi untuk mencari nasi bungkus untuk bekal kami di air terjun nanti. Lima belas menit kemudian mereka datang dan segera aku siapkan segala keperluanku dalam perjalanan ke air terjun.

Dengan memakai sandal gunung kesayanganku kulangkahkan kakiku dengan mantap sedang Kades Hartoni tak pakai alas kaki, anggut (Kadus II Desa Kr.Dalam) hanya memakai sandal dan Camat Pulau Pinang, M.Ishak memakai sepatu boot begitu juga Budi dan Haris.

Tepat jam 12.50 kami bergerak dari rumah Kades. Kami menyusuri jalan kebun dari sebelah selatan desa. Setelah menyeberangi sungai kecil dan 5 menit kemudian sampailah kami di lapangan rumput pinggir desa. Dari sini kami harus menyeberangi sungai kecil lagi lalu jalanan mulai menanjak. Jalan menanjak ini telah di semen thn 1986 tapi kondisinya sudah banyak yang rusak dan di musin hujan jalan semen ini cukup licin. Seratus meter kemudian jalanan tanah yang becek harus kami lalui. Perjalanan ke komplek air terjun Karang Dalam sangat mengasyikkan. Perkebunan kopi dengan buahnya yang telah memerah siap untuk dipanen menyegarkan pikiran yang penat oleh hiruk pikuk kehidupan kota.

Setelah menempuh perjalanan 40 menit dan kamipun sampai di air terjun Pandak. Namun untuk turun ke air terjun ini kami harus menuruni tebing terjal. Air terjun Pandak atau pendek mempunyai ketinggian sekitar 5 m. Setelah melewati air terjun Pandak sampailah di air terjun Lebah Rawang atau dikenal dengan air terjun Bidadari. Jarak antara kedua air terjun ini sekitar 50 m saja. Lokasi ini pernah dipakai syuting film Si Pahit Lidah yang dibintangi oleh Advent Bangun dan Ria Irawan.

Sejenak setelah berada di air terjun, kemudian kami makan nasi bungkus yang telah dibawa Budi dan Haris. Kami makan sangat lahapnya ditepi sungai Asam yang berair jernih dengan pemandangan air terjun Bidadari nan elok ini. Air terjun Bidadari merupakan air terjun tertinggi dari tujuh air terjun yang ada di desa Karang Dalam, Pulau Pinang. Dengan ketinggian sekitar 30 m dan lubuk dibawahnya yang sangat nyaman untuk berenang. Tak salah kalau film Si Pahit Lidah mengambil syuting di air terjun nan indah ini. Kameraku tak henti-hentinya merekam keindahan air terjun nan cantik ini. Setelah puas menikmati keindahan air terjun Bidadari, kamipun berbalik arah ke air terjun Pandak dan menaiki tebing terjal yang tadi kami lalui, karena tak ada jalan lain. Dari sini kami menyusuri sungai Asam kearah ilir untuk melihat air terjun Ujan Panas. Setelah 10 menit menyusuri Sungai Asam dan kami tepat berada di atas air tejun Ujan Panas. Untuk melihat keindahan air terjun ini kami harus menuruni tebing terjal dengan kemiringan 90 derajat. Aku dibimbing Kades untuk menuruni tebing terjal ini. Mungkin dia kira aku tidak pernah melakukan perjalanan seperti ini. Perjalanan seperti telah aku lakukan sejak masih sekolah di SMP dulu. Kamipun harus bergelantungan diakar-akar pohon untuk bisa sampai ke bagian bawah air terjun. Aku tidak sarankan lewat jalur ini kalau yang bernyali kecil. Sangat beresiko dan berbahaya. Air terjun Ujan Panas mempunyai ketinggian 20 m dan merupakan air terjun kedua dari arah ilir atau dari arah bawah. Di air terjun ini sering terlihat pelangi yang menambah keindahan selain pepohonan hijau disekitarnya.

Segera kubuka tas kameraku dan kuletakkan diatas tripod. Dan entah berapa kali kameraku menjepret keindahan alam karunia Allah yang diberikan pada masyarakat Karang Dalam ini. Selanjutnya kami harus menaklukkan air terjun Sumbing. Air terjun Sumbing merupakan air terjun pertama dengan tinggi 10 m. Disebut air terjun Sumbing karena bagian atas air terjun ini terbelah dan menurut cerita masyarakat setempat, belahan tersebut tempat jalan ular naga menuju sarangnya yang terletak tak jauh di ilir air terjun yang disebut dengan Gelung Naga. Karena bagian atasnya sumbing atau belah maka menambah keindahan air terjun ini .

Tujuh air terjun yang ada di desa Karang Dalam Kecamatan Pulau Pinang atau 14 km dari kota Lahat yaitu pertama Air Terjun Sumbing (10 m) kedua Air Terjun Ujan Panas (20 m), ketiga Air terjun Pandak (5 m), keempat air Terjun Lebah Rawang atau Bidadari (30 m), kelima Air Terjun Telantang dengan tinggi 15 m dan lebar 15 m (merupakan air terjun terlebar dari ketujuhnya), keenam Air Terjun Sebahak (10 m) dan yang terakhir atau ketujuh Air Terjun Pegadungan dengan tinggi 5 m. Ketujuh air terjun ini mengalir di sungai Asam yang bermuara ke sungai Lematang. Selain itu ada satu air terjun lagi di desa ini yaitu Air Terjun Limau dengan ketinggian sekitar 5 m. Jadi secara keseluruhan ada 8 air terjun di desa Karang Dalam.

 Selain keindahan kedelapan air terjunnya Karang Dalampun mempunyai Batu Megalith berupa menhir atau batu tegak yang telah berusia 3000 tahun. Peninggalan prasejarah yang telah di lindungi undang-undang dan merupakan satu dari sekian banyak peninggalan prasejarah yang tersebar luas di Kabupaten Lahat. Menurut cerita batu ini merupakan cikal bakal desa Karang Dalam yang dibawa dari tanah suci Arab, maka dari itu batu menhir ini disebut juga Batu Haji atau Batu Aji. Dan juga batu menhir ini diyakini ukurannya bertambah dari waktu ke waktu. Sungguh sangat bersyukur dan bangga sebagai masyarakat Karang Dalam yang mempunyai keindahan alam dan budaya megalith yang tiada duanya. Desa Karang Dalam yang berbatasan dengan desa Kuba disebelah utara, desa Lubuk Sepang di sebelah selatan, kecamatan Gumay Talang di barat dan sungai Lematang atau desa Pagar Batu di sebelah timur juga mempunyai tempat beristirahat dalam perjalanan Lahat-Pagar Alam berupa Jagungan, disini kita bisa melepas lelah dengan duduk santai dan menikmati jagung manis khas Karang Dalam. Letak yang sangat dekat dengan kota Lahat sebagian ibukota Kabupaten dan terletak tepat di tepi jalan propinsi Lahat – Pagar Alam sangat mungkin menjadi andalan tujuan wisata alam. Create : By Mario

Sabtu, 08 September 2012

Touring Wisata With Scooter

“ Dimana rumah Minhar “ tanyaku setelah kami berada di sebuah rumah di pinggir sawah yang merupakan rumah paling akhir di desa Tanjung Beringin. Rumah panggung dengan halaman cukup luas dan disudut depan halaman terdapat pohon kelapa dengan buahnya yang membuat tenggorokan jadi haus.. “ Ya  benar ini rumah Minhar” sahut seorang ibu yang berada dibawah rumah. “ Nah itu anaknya, tadi Minhar sudah pergi ke kebunnya” sahut ibu itu lagi. Setelah kami sampaikan maksud kedatangan kami, dua orang pemuda berumur belasan tahun mau menghantar kami ke lokasi, tapi saran mereka jangan membawa vespa karena medan perjalanannya cukup parah dan sangat susah kalau pakai vespa, tapi kami menyakinkan mereka bahwa vespa kami sanggup.
 
Untuk kesekian kali nya Lahat Scooter Club (LSC) melaku kan “Touring Wisata” dalam kegiatan mengenal lebih dekat alam Kab. Lahat yang terkenal akan keindahan panorama alamnya. Dari data yang penulis dapat, saat ini di Kabupaten Lahat ada 48 air terjun dan yang paling membanggakan adalah keberadaan peninggalan prasejarah berupa situs megalith yang merupakan terbesar se Indonesia dan Asia bahkan dapat disejajarkan dengan megalith Stonehenge di Inggris dan Easter Island di Chile seperti di beritakan TVRI Nasional pada 7 Agustus 2010 silam. Kali ini anggota LSC yang turut mengikuti touring wisata  antara lain : Deny, Efran, Muldan, Jeber, Wanto, Agus, Yudha, Dedek Toti, Giman, Iqbal, Yanu, Henreiner, Galuh, Onki, Fitri dan penulis sendiri. Total anggota yang ikut 16 orang. Touring wisata kali ini mengunjungi tiga lokasi di tiga kecamatan, yaitu Situs Megalith Batu Bute di Desa Muara Danau Kecamatan Tanjung Tebat, Situs Megalith Batu Beghamben di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Kota Agung dan Air Terjun Napalan di Desa Lawang Agung Kecamatan Mulak Ulu.

Untuk sampai di Situs Megalith Batu Bute tidak sulit. Situs ini terletak di sebuah kebun karet di tepi jalan. Dari arah Lahat menuju ke Pagar Alam setelah melewati Desa Lengkung Daun dan lokasi rencana kebun buah Tebing Panjang, akan menjumpai Desa Muara Danau. Disisi kiri jalan terdapat sebuah pertigaan dengan papan petunjuk SMPN 1 Tanjung Tebat, dipertigaan ini belok kiri setelah 300 meter kemudian akan terlihat sebuah arca manusia dan bebatu lainnya yang terletak di perkebunan karet tepat disebelah kanan jalan. Selain itu terdapat juga sebuah papan petunjuk yang menerangkan situs megalith ini. Menurut instansi yang memelihara, situs ini bernama Arca Manusia Muara Danau tapi penduduk sekitar menyebut Batu Bute. Mengapa disebut Batu Bute mungkin dari kepala arca ini yang tidak mempunyai mata atau pada bagian mukanya tidak jelas. Situs ini hanya terlindung oleh rindangnya pohon-pohon karet, belum ada upaya lain untuk melindunginya, padahal seperti tertera dipapan petunjuknya situs ini merupakan cagar budaya yang di lindungi undang-undang no.5 tahun 1992. Setelah puas mengamati dan berphoto bersama di situs megalith Batu Bute kami melanjutkan perjalanan, tapi sebelumnya kami sempat tertahan sekitar setengah jam karena salah satu vespa kami mengalami gangguan pada knalpotnya.

Memasuki jalan kearah Kecamatan Kota Agung, jalanan cukup lenggang dan beraspal mulus. Tidak ada hambatan apapun. Desa Tanjung Beringin berada di sebelah Timur Kantor Kecamatan Kota Agung berjarak sekitar 4 km. Jalan menuju desa sudah sedikit rusak disana sini tapi tidak menghambat perjalanan  kami. Setelah berada di Desa Tanjung Beringin terlihat desa ini sedang membangun infrastruktur jalan dan saluran air, jalanan masih berhampar batu yang belum diaspal.

Untuk sampai di Batu Beghamben masih membutuhkan waktu sekitar setengah jam dari Desa Tanjung Beringin karena jalan menuju kesana merupakan jalan kebun yang sempit hanya cukup untuk berjalan satu orang dan berlumpur. Beberapa kali vespa kami tergelincir dan terbenam di lumpur. Jadi perjalanan ke Batu Beghamben merupakan perjalanan “adventure”. Jalan ini pernah diaspal sebelumnya oleh program AMD (ABRI Masuk Desa) tapi karena tidak ada kendaraan roda empat khususnya yang masuk kesini maka rerumputan tumbuh subur menutup jalan ini dan hanya menyisakan jalan sempit yang cukup untuk satu orang saja. Dan untuk dapat melihat lebih dekat Batu Beghamben kami harus menembus perkebunan kopi.

Betapa takjubnya kami setelah melihat keadaan situs ini. Disini terdapat 2 arca batu, yang pertama sebuah arca manusia yang menggambarkan 3 orang yang saling beghamben (gendong dipundak belakang) sedang arca kedua yang terletak tepat di depan arca pertama menggambarkan arca manusia seperti seorang raja atau satria menunggang seekor gajah, namum arca manusia ini pada bagian kepala telah lepas dan juga posisi arca ini telah miring sekitar 45 derajat.

Situs ini dibawah pemeliharaan Minhar seorang warga Desa Tanjung Beringin yang telah ditunjuk sebagai juru pelihara. Menurut Minhar situs ini perlu perhatian pihak terkait seperti pemagaran dan pengatapan. Juga belum ada papan petunjuk yang menerangkan keberadaan situs ini.

Karena parahnya jalan untuk menuju situs megalith ini dalam perjalanan kembali ke Desa Tanjung Beringin beberapa vespa kami tergelincir di jalan berlumpur bahkan salah satu vespa kami mengalami gangguan. Kami sempat terbagi 2 kelompok, satu kelompok telah sampai di desa dan lainnya masih dalam perjalanan karena gangguan. Menurut penuturan penduduk setempat, kami yang datang kali ini merupakan rombongan terbanyak yang pernah datang ke Batu Beghamben biasanya hanya 2 atau 3 orang saja.

Dalam perjalanan ke Air Terjun Napalan di Desa Lawang Agung Kecamatan Mulak Ulu jalan beraspal sangat  baik walau terdapat sedikit tikungan, turunan dan tanjakan. Justru kondisi seperti ini sangat mengasyikan perjalanan kami. Setelah melewati Desa Air Puar salah satu vespa kami terpaksa harus berhenti sebentar karena tali gasnya putus. Selama satu vespa kami mengalami gangguan semua vespa berhenti dan menunggu sampai kami semua dapat melanjutkan perjalanan. Memang beginilah solidaritas anak-anak vespa yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan dan solidaritas antar mereka.

Rencana sebelumnya kami akan menemui Kades Desa Lawang Agung tapi tepat di tengah desa kami bertemu seorang sahabat bernama H.Nasmal dan sahabat kami ini berkenan membawa kami untuk melihat Air Terjun Napalan yang letaknya hanya beberapa meter dari jalan lintas Mulak Ulu – Semendo. Untuk dapat berada di air terjun kami harus menuruni tebing dengan kemiringan 45 derajat yang jarang dilalui, beberapa kali kami sempat terpeleset. Setelah sampai di lokasi segera aku siapkan kameraku dan ku arahkan ke air terjun. Tak berapa lama semua anggota LSC telah membuat barisan sejajar melebar tepat berada beberapa meter dari air terjun dan kuarahkan kameraku pada mereka. Kemudian satu persatu dari kami berpose di air terjun Napalan yang mempunyai lebar 5 m dan tinggi 30 m. Dan salah satu dari kami sempat bercengkrama tepat dibawah air terjun sedang lainnya bermain air atau membasuh muka dan kaki. Suatu suasana yang sangat membahagiakan. Walau di bulan suci Ramadhan dan tentu suatu perjalanan yang melelahkan tapi kami tetap berpuasa. Setelah bersuka ria dengan keindahan air terjun Napalan,  kamipun beranjak meninggalkan sejuta kenangan yang tiada tara. Kali ini kami harus merayap menaiki tebing dengan kemiringan 45 derajat. Sesampai di desa kamipun terengah-engah dan beberapa dari kami terbaring lemas dihalaman rumah penduduk dimana kami memarkir vespa.

Waktu telah menunjukkan 5.30 wib dan 40 menit lagi waktu berbukapun tiba, kami harus melanjutkan perjalanan ke Desa Lesung Batu karena Kadesnya telah menyiapkan makanan berbuka puasa untuk kami, tetapi salah satu vespa kami mengalami gangguan. Dan akhirnya kami berbuka puasa di Desa Lawang Agung. Sahabat kami, H.Nasmal telah menyiapkan makanan berbuka puasa untuk kami. Sekitar jam 7 malam kami baru tiba di rumah Rudi Hartono Kades Lesung Batu Kecamatan Mulak Ulu, kamipun langsung menyatap hidangan yang telah disajikannya

Alhamdulillah dalam perjalanan ke Lahat kami tidak mengalami gangguan apapun, sebelum memasuki Desa Tanjung Tebat tepatnya di restoran disimpang Kota Agung kami sempatkan untuk minum kopi dan santai sesaat sambil menikmati beberapa alunan music reggae bahkan beberapa dari kami berjoget ria. Suatu touring wisata yang sangat mengesankan. Semoga Touring Wisata seperti ini bukan saja sekedar hiburan tapi mengenal lebih dekat Kabupaten Lahat yang kita sayangi, kalo kita sebagai masyarakat Lahat tidak tahu daerah sendiri bagaimana orang lain hendak kenal daerah kita. Harapan kami kegiatan seperti dapat didukung semua pihak. Create : By Mario

Putriku Ditengah Sawah

Mentari masih bersembunyi di balik awan seolah malu menampakkan dirinya. Gunung Dempo nan gagah perkasa juga bersembunyi seolah tak mau menyapa hadirku. Oh,,, pagi nan gelap. Kemana mentariku pergi? Di suasana pagi yg dingin dan gelap tertutup awan, aku langkahkan kakiku menuju komplek batu megalith yg konon merupakan kampung megalith. Sejak puluhan tahun yg lalu beberapa peneliti asing dari berbagai negara telah datang kesini untuk melakukan riset dan sampai saat inipun beberapa peneliti masih kerap datang untuk menyempur nakan hasil penelitian sebelumnya.

Aku tidak mengerti  tentang megalith tapi kecintaan dan kepedulian membawa aku sering keluar masuk melihat megalith yang ada di dataran tinggi Pasemah apalagi pada suatu kesempatan aku sempat melihat batu megalith yang ada di Easter Island, Chile (Amerika). Disana megalithnya telah tertata dengan sangat baik sehingga sangat menarik sebagai obyek wisata. Tidak mengherankan bila pulau ini kebanjiran turis dari berbagai negara. Akupun sempat berpikir kalau saja megalith di tanah Pasemah dapat ditata dengan baik maka akan jauh lebih baik daripada megalith dimanapun di dunia.

Embun pagi masih membasahi pepohonan kopi yang berbuah hijau dan menetes jatuh ke bumi, air jernih terlihat segar di sepanjang parit sawah yang aku lewati dan aku terus menyusuri parit menuju batu-batu megalith yang terletak tepat di persawahan penduduk. Aku sempat terhenyak ketika melihat seonggok batu tepat di tengah sawah. Mengapa kondisinya seperti ini???  Sangat jauh berbeda dengan batu megalith yang berada di Easter Island, tertata dengan baik di dalam pagar besi yang kokoh dan jauh dari jangkauan tangan jahil pengunjung serta dijaga dengan sangat ketat oleh ranger atau securitynya. Pengunjung hanya boleh melihat dari luar pagar setinggi dada dan bebas memotret. Hal ini dirasa sangat nyaman oleh pengunjung. Selain itu masyarakat setempat berdandan pakaian tradisional menyapa dan mengajak pengunjung photo bersama, semua menambah suasana di lingkungan megalith sangat menyenangkan.

Setelah beberapa saat aku tertegun dan kulangkahkan kakiku memasuki sawah berdaun padi yang masih hijau. Tak kuhiraukan beceknya tanah sawah, tak kupedulikan kaki dan celanaku kotor, aku terus mendekat guna melihat lebih jelas batu megalith ini. Untuk beberapa saat aku mengamati batu megalith dari semua sudut dan ternyata batu megalith ditengah sawah  ini menggambarkan seorang manusia. Kameraku telah memotret semua sudut batu ini dan akan bercerita betapa menyedihkannya kondisi batu megalith di tengah sawah yang hanya di lindungi oleh tembok semen berukuran kurang dari satu meter dan tinggi sama rata dengan tanah sawah. Dari keterangan yang aku dapat, batu megalith ini bernama Batu Putri.
Tak jauh dari Batu Putri terdapat satu lumpang batu berlubang dua yang bernasib sama dengan Batu Putri. Lumpang batu dengan posisi miring menghadap Batu Putri atau membelakangi Gunung Dempo. Letak lumpang batu berlubang dua di tengah sawah,  berjarak sekitar 3 meter dari Batu Putri dan tanpa pengamanan sama sekali.

Kulangkahkan kakiku keluar dari beceknya tanah sawah berwarna hitam yang subur di kaki Gunung Dempo. Aku menyusuri pematang sawah menuju sebuah arca manusia. Di sebidang tanah berukuran 4 meter persegi terdapat satu dolmen dan satu arca. Arca setinggi hampir 160 cm menggambarkan seorang satria berparas bundar, bibir tebal, hidung pesek, mata besar, memakai anting-anting dengan sebuah pedang di punggungnya dan memakai ikat pingang sedang berada di atas seekor gajah. Seekor gajah dalam posisi terlentang dengan belalai melilit tangan sang satria yang berada diatasnya. Masyarakat sekitar menyebut batu megalith ini dengan nama Baturang, mungkin singkatan dari batu orang atau arca orang. Kondisi Baturang cukup baik walau tanpa pengamanan sama sekali, tidak terdapat vandalis dan kerusakan lainnya. Mungkin yang menyebabkan Baturang terlihat baik karena jarangnya pengunjung dan adanya kearifan lokal yang tetap menjaga keutuhan Baturang. Baturang yang terlihat gagah dan kokoh tepat menghadap ke arah Gunung Dempo seolah berkata ” hai Gunung Dempo aku seorang satria yang gagah perkasa berhasil menaklukkan  seekor gajah dan akan aku persembahkan padamu”.

Dua puluh meter dari Baturang terdapat sebuah lumpang batu yang lebih besar dari lumpang batu di tengah sawah dekat Batu Putri. Lumpang Batu dengan tinggi sepinggang orang dewasa berada di tengah kebun ubi rambat dengan daun berwarna hijau, terlihat kontras dengan warna batu lumpang berwarna hitam kecoklatan. Batu lumpang ini mempunyai lubang 4 dengan kedalaman dan diameter lubang yang sama serta mempunyai 2 garis horizontal tepat di tengah. Disini telah terlihat dimana pada masa itu masyarakat Pasemah telah mengenal alat ukur. Batu lumpang berdiri miring dengan lubang berada di sisi samping, hal ini terjadi kemungkinan karena perubahan alam. Batu lumpang masih terlihat utuh tanpa adanya vandalis dan kerusakan lainnya.

Suatu penggambaran kehidupan masa lalu dimana adanya kehidupan manusia, fauna dan alam yang saling bertautan dan  telah berkembang di dataran tinggi Pasemah tepatnya yang berada di desa Gunung Megang kecamatan Jarai kabupaten Lahat. Terlihat budaya yang maha agung telah ada disini. Pemahat masa lalu dengan tangan-tangan terampil mereka telah menghasilkan karya yang sangat mengagumkan. Batu-batu andesit yang sangat kerasnya mereka pahat dan berdiri dengan kokohnya sampai saat ini.

Di desa yang terletak tepat di kaki Gunung Dempo ini juga terdapat sebuah kubur batu atau bilik batu. Lempengan batu-batu andesit mereka susun dengan sangat rapinya membentuk dinding, atap dan lantai dengan sebuah pintu yang akan membuat mereka nyaman berada di dalamnya. Dengan teknologi yang sangat terbatas tetapi mereka mampu membangun sebuah karya yang maha agung dan monumental. Bukan itu saja nenek moyang kita masa itupun telah mengenal seni rupa berupa lukisan-lukisan yang tergambar dalam bilik batu dengan warna-warni yang mereka dapat di alam sekitar mereka.

Desa yang masih alami, bebas dari segala polusi, jauh dari hiruk pikuk dan kemacetan kota. Sangat nyaman untuk melepas lelah dan kepenatan dari segala aktivitas harian. Selain alamnya yang indah dengan pemandangan gunung dempo yang berdiri kokoh, udara yang sejuk dengan suhu sekitar 20 derajat di siang hari, perkebunan kopi yang tertata rapi yang merupakan penghasilan andalan masyarakat desa dan persawahan yang menambah indahnya suasana desa. Suatu perpaduan yang sangat serasi ditambah dengan masyarakatnya yang ramah dan sopan. Create : By Mario

Air Mengalir Tak Pernah Putus

Selama ini masyarakat Kota Lahat pergi ke tepi sungai Lematang tepatnya yang berada di depan Perpustakaan Daerah atau pergi ke seberangnya yang dahulu sering dijadikan tempat berkemah bila musim liburan sekolah tiba. Selain itu satu lagi tempat rekreasi di Kota Lahat yang sering dikunjungi yaitu Taman Ribang Kemambang yang dahulu  merupakan Bumi Perkemahan Pramuka, di tempat ini pernah di jadikan lokasi Jambore Daerah Pramuka se Sumatera Selatan tahun 1990. Ketika aku bercerita tentang adanya air terjun di Kota Lahat, kawan-kawanku setengah heran.

 “Dimana air terjun di Kota Lahat” demikian kata mereka. Bukan saja kawan-kawanku yang heran dan tidak tahu keberadaan air terjun di Kota Lahat, cukup banyak masyarakat Kota Lahat yang tidak pernah mengetahuinya walaupun mereka lahir, dibesarkan dan menetap di Kota Lahat.

Akhir Maret sesuai dengan yang telah kami sepakati bersama beberapa kawan untuk berkunjung ke air terjun di Kota Lahat dan tepat di hari Minggu kami meluncur dengan sepeda motor kami masing-masing menuju air terjun. Dari Lapangan MTQ Lahat menuju ke arah relay TVRI yang letaknya lebih tinggi, kami menyusuri jalan aspal yang berkelok dan menanjak. Dalam waktu kurang dari 10 menit kami sudah berada di relay TVRI dan dari sini kita dapat melihat Kota Lahat secara keseluruhan begitu juga kita dapat melihat Bukit Serelo dengan panorama yang sangat indah bah seorang putri yang sedang tidur terlentang dan pebukitan Bukit Barisan yang hijau dan panjang bah ular raksasa.

Ke arah barat dari relay TVRI terdapat kebun jagung dengan pohonnya yang baru tumbuh lalu ke sebelah barat lagi sebuah komplek perumahan penduduk dan di ujung perumahan ini ada jalan bernama Jalan Cughup Ganya. Kami masuk ke jalan ganya yang telah beraspal mulus dan berhenti di kebun karet di ujung jalan. Tidak ada jalan lagi selain beberapa rumah penduduk yang baru di bangun dan hamparan kebun karet yang sudah mulai di panen.

Aku menghampiri seorang warga sebagai penunjuk jalan ke arah air terjun. Setelah aku bertanya dimana letak air terjun, aku tertawa heran. Air terjun hanya berjarak 10 m dari tempat kami berdiri. Suara gemuruh air tidak terdengar karena air terjun ini hanya setinggi 8 m dan sumber air di atasnya kecil. Diatas air terjun hanyalah sebuah parit kecil berukuran lebar 1,5 m yang mengalir di antara rumah penduduk dan kebun karet yang bersumber di sebuah tebat kecil bernama Tebat Serame.

Kami menuruni tebing menuju ke air terjun dan pesona pertama disini adalah indahnya pelangi dengan gemericik air. Dan dari tektur bebatuan yang terdapat di aliran air menandakan bahwa sebelumnya aliran air disini cukup besar akan tetapi dengan adanya pembukaan lahan perkebunan dan perumahan di hulunya maka berakibat seperti yang terjadi saat ini.
Berjalan ke arah timur dan berbelok sedikit ke arah utara maka akan terlihat air yang terjun dari bukit di atas kami akan tetapi hanya sebagian kecil saja air terlihat dan lainnya tertutup semak belukar. Untuk dapat melihat secara keseluruhan maka kami harus turun ke sungai dan berjalan menyusuri sungai ke arah air terjun. Setelah berjalan sekitar 50 m kami dapat melihat keindahan air terjun bertingkat dua dengan ketinggian sekitar 10 m.

Seperti pada air terjun yang pertama kami lihat, air terjun inipun mempunyai debit air yang kecil dan berwarna kecolkatan. Hal ini disebabkan diatas air terjun ini telah di buka sebagai kebun maka tak mengherankan bila debit airnya kecil dan berwarna kecoklatan yang berasal dari warna tanah diatasnya. Kedua air terjun yang terletak di desa Kota Baru Kecamatan Kota Lahat dan berjarak sekitar 100 m di belakang relay TVRI airnya tak pernah kering sepanjang waktu walaupun di musim kemarau. Maka dari itu air terjun ini disebut dengan nama Air Terjun atau Cughup Ganya. Ganya berarti mengalir terus dan tak pernah berhenti.

Semoga semangat masyarakat Kota Lahat untuk membangun kotanya seperti air terjun ganya walaupun kecil tetapi terus mengalir tak pernah berhenti. Create : By Mario

Air Terjunku Di Kebun Durian

Suatu hari jam di tanganku telah menunjukkan pukul 3 sore dan baru saja seorang kawan baruku bernama Iwan menelponku, menanyakan apakah aku jadi pergi untuk melihat air terjun. Segera aku bergegas untuk segera tiba di rumah Iwan dan selanjutnya menuju air terjun.

Dua puluh menit kemudian aku telah tiba di rumah Iwan dan kuparkir mobilku di depan rumahnya yang tepat berada di pinggir jalan lintas Lahat – Pagaralam. Dengan berbekal kamera dengan segala perlengkapannya segera kulangkahkan kakiku menuju air terjun.

Setelah berjalan sekitar 10 menit kami sempat berhenti sejenak karena aku melihat suatu pemandangan yang indah dan menarik. Dari sini terlihat dengan jelas Bukit Serelo  yang terletak di Merapi Selatan dengan indahnya. Pemandangan alam sangat menakjubkan, pepohonan kopi nan hijau, langit nan biru dengan sedikit awan yang menambah keindahan, kicau burung terdengar dengan merdunya, udara yang bersih dan  segar meneduhkan hati dan pikiran
 
Jalan kebun yang sempit ini hanya dilalui masyarakat desa ketika mereka hendak pergi ke kebun kopi dan karet. Jalan ini akan sedikit ramai bila musim durian dan cempedak tiba, masyarakat pergi ke kebun durian atau mereka sebut hepang durian. Ketika musim durian tiba hepang durian akan dibersihkan dan mereka menunggu durian yang jatuh dari pondok kecil yang mereka buat sekedar terhindar dari hujan. Ketika malam tiba mereka nyalakan api dari kayu dan ranting yang ada di sekitar. Di pagi hari mereka bawa durian yang telah terkumpul  dengan kinjar dan mereka jual di pinggir jalan desa yang tepat berada di jalan lintas Lahat – Pagaralam.

Tak terasa kami telah menempuh perjalanan 20 menit  dan air terjun yang kami tuju telah berada di depan mata. Apa nama air terjun ini ? demikian perntanyaanku setelah melihat air terjun dengan air nan jernih ini. Iwan langsung menyambar pertanyaanku dengan pernyataan “Mario saja yang kasih nama  air terjun ini” Lalu aku bertanya lagi ini sungai apa? Dan di jawab oleh Fendi “ ini sungai Ketapang” Jadi air terjun ini apa namanya? Aku coba bertanya lagi. Dan Fendi menjelaskan “ ini air terjun Ketapang” Jadi air terjun yang terletak di sungai Ketapang desa Lubuk Sepang kecamatan Pulau Pinang kabupaten Lahat ini bernama Air Terjun Ketapang. Aku baru pertama kali ini menjejakkan kaki di air terjun ini walau letaknya tidak jauh dari Kota Lahat atau berjarak sekitar 16 km saja. Memang keberadaan air terjun ini tidak diketahui banyak orang dan aku baru mengetahuinya ketika secara kebetulan aku bersama Iwan dalam suatu perjalanan di travel. Dari pertemuan ini dan kami lanjutkan dengan perjalanan bersama ke air tejun Ketapang.

Air Terjun Ketapang menambah daftar jumlah air terjun yang ada di kabupaten Lahat. Dengan jarak yang relatif dekat dengan desa Lubuk Sepang atau berjarak 20 menit perjalanan kaki karena belum dapat di tempuh dengan kendaraan apapun  dan juga sangat dekat dengan Kota Lahat atau berjarak 16 km maka tidak menutup kemungkinan air terjun ini kelak akan menjadi daya tarik wisata masyarakat Lahat apalagi kalau dibenahi secara serius menjadi sebuah obyek wisata.

Di desa Lubuk Sepang selain air terjun yang baru saja di publikasikan ada juga beberapa daya tarik wisata lainnya yang bila dikemas  dengan baik akan menjadi obyek wisata, yaitu rumah adat atau rumah baghi, Makan Puyang Remejang Sakti dan makam-makan lainnya, Balai Buntar serta Bunga Bangkai.

Rumah adat atau rumah baghi di desa Lubuk Sepang terdapat tiga buah, dimana di rumah adat ini terdapat ukiran-ukiran yang sangat indah yang tidak kita jumpai lagi dalam pembuatan rumah dijaman sekarang. Rumah-rumah adat ini diyakini telah berusia sekitar 100 tahun yang terbuat dari kayu-kayu pilihan. Ukiran-ukiran yang indah menunjukkan suatu seni budaya yang tinggi yang telah masyarakat miliki kala itu. Makan Puyang Remejang Sakti merupakan makam leluhur msyarakat desa Lubuk Sepang. Balai Buntar merupakan 9 batu yang tersusun melingkar sejumlah Sembilan buah, konon tempat ini adalah tempat dimana para tetua masyarakat bertemu dan bermusyawarah dalam menentukan suatu kebijaksanaan atau keputusan.

Sedang keberadaan bunga bangkai disini tidak sama sekali menjadi perhatian masyarakat. Bunga bangkai atau bunga kibut atau masyarakat Lubuk Sepang menye but bunga krubut. Dan jenis bunga bangkai yang ada disini dengan ketinggian sekitar 50 cm dengan warna pink dengan corak bintik putih yang sangat indah bila mekar.

Bunga bangkai jenis ini bernama Amorphophallus Muelleri, sedang jumlah bunga bangkai cukup banyak akan tetapi tidak mekar di banyak tempat dan sangat jarang mekar maka dari itu bunga ini termasuk bunga langka. Kalau saja tempat tumbuh kembangnya bunga ini di tata dengan baik dapat juga menjadi daya tarik wisata yang akan menyedot wisatawan minimal yang berasal dari kabupaten Lahat.

Semoga denga telah terbukanya Air Terjun Ketapang akan mendongkrak wisatawan untuk datang melihat air terjun dan potensi wisata lainnya yang berada di desa Lubuk Sepang dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi satu paket wisata dengan obyek wisata lainnya yang ada di kecamatan Pulau Pinang seperti Jagungan, Batu Aji dan 7 air terjun di desa Karang Dalam, Komplek Megalith Batu Putri,  Air Terjun Panjang dan Air Terjun Salak di desa Tanjung Sirih serta Komplek Megalith Tinggi Hari I di desa Pulau Pinang. By Mario Andramartik