
Panoramic of Lahat yang aktif terhadap pelestarian
peninggalan cagar budaya yang ada di Kabupaten Lahat bahkan pernah mendapat
penghargaan atas komitmen, dedikasi dan jasa dalam upaya pelestarian cagar
budaya di wilayah Sumatera Bagian Selatan dari Kemendikbud Republik Indonesia
pada perayaan Hari Purbakala ke-105 di Perpustakaan Nasional, Jakarta tahun
2018 terus melakukan sesuatu dalam upaya pelestarian cagar budaya.
Kali ini Ketua Panoramic of Lahat, Mario Andramartik
bersama dengan 3 pelajar SMA melakukan touring wisata budaya. Sebagaimana
diketahui Kota Lahat menyimpan banyak peninggalan bangunan masa kolonial dan sebagian besar bangunan tersebut masih
berdiri kokoh. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dan dapat dikemas menjadi
destinasi wisata sejarah bahkan Kota Lahat dapat dijadikan Kota Pusaka.
Kegiatan diawali dengan kunjugan ke beberapa perumahan
pergudangan bengkel kereta api. Di kawasan ini masa kolonial sekitar tahun 1931 Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen membangun pergudangan
kereta api berikut dengan komplek perumahan manager dan karyawannya. Kawasan pergudangan dan perumahan bengkel kereta api saat
ini sudah menjadi satu kelurahan yang bernama Kelurahan RD PJKA Bandar Agung.
Di kawasan ini terdapat satu gudang dengan luas lebih dari 1 ha, 7 rumah
manager dengan luas bangunan masing-masing sekitar 137 meter persegi, 12 rumah
dengan ukuran bangunan 130 meter persegi sepertinya menjadi rumah supervisor di
masa itu dan puluhan rumah dengan model kopel sepertinya menjadi rumah karyawan
pergudangan bengkel kereta api.
Mario bersama 3 pelajar SMA yaitu Toti dari SMAN 4 Lahat, Mahdi SMAN 6
Palembang dan Nafel Pesantren Daarut Tauhid Bandung dengan mengendarai sebuah
mobil melaju ke arah Simpang 4 Kota Lahat dengan menyusuri jalan Letnan Amir
Hamzah. Dan pada awalnya Belanda membangun jalan dari arah Muara Enim ke Lahat
yang saat ini menjadi jalan RE Martadinata terus lurus ke jalan Letnan Amir
Hamzah lalu belok kanan ke Simpang 4 lurus ke arah jalan Prof.Dr.Emil Salim
terus ke Tebing Tinggi dan belok kiri ke jalan Letjend Harun Sohar ke arah Pagaralam
serta belok kanan ke jalan Mayor Ruslan pusat pertokoan Kota Lahat.
Dari simpang 4 kami masuk ke jalan Letjend Harun Sohar, jalan ini banyak
bangunan masa kolonial seperti Juliana
Hospital yang saat ini menjadi RS DKT, Gereja Santa Maria, Rumah Dinas Manager
PLN, Lapangan PJKA dan Kantor PM. Di jalan Letjend Harun Sohar saat ini berdiri
kokoh barisan pohon mahoni dan merupakan pohon mahoni terbesar yang tumbuh di
Kabupaten Lahat bahkan Sumatera Selatan. Dan tentu pohon mahoni dengan diameter
lebih dari 1 meter ini ditanam lebih dari 100 tahun yang lalu di masa kolonial.
Dari jalan Letjend Harun Sohar belok ke kanan ke komplek sekolah Santo
Yosef disini ada SD Santo Yosef yang dibangun tahun 1936, SMP dan Klinik Santo
Yosef dibangun tahun 1938, lalu ada 7 rumah di dekat lapangan PJKA merupakan rumah
bergaya Indies yang dibangun masa kolonial dengan kondisinya hingga kini masih
bagus dan kokoh. Satu Bangunan dijadikan café yaitu Vizie Café dan 2 bangunan dijadikan
wisma untuk penginapan/
Lalu masuk ke jalan Serma Jamis disini ada SD Persit Kartika Candra
Kirana, ada 3 ruang kelas dengan arsitektur Indies dengan dinding batu sungai
di bagian bawah. Sekolah ini dahulunya adalah Hollandsche Chineesche Shool
(HIS) dan menjadi lokasi pertama 4 biarawati dari Belanda mengajar sebelum
mendirikan SD Santo Yosef. Kemudian belok ke kanan ke arah SMPN 2 Lahat dan di
jalan ini masih berdiri kokoh satu bangunan kayu setengah panggung tepat berada
di belakang rumah dinas Asisten Residen/Bupati. Dari sini lalu ke depan kantor
Satlantas Polres Lahat yang dahulunya sebagai Kantor KNIL. Tepat di depan
kantor Satlantas berdiri monument peringatan atas pertempuran yang terjadi pada
tahun 1947 dimana 8 laskar pejuang Lahat gugur dalam mempertahankan kemerdekaan
Republik Indonesia. Selanjutnya belok kiri masuk ke jalan Letnan Amir Hamzah
tepat di belakang SMAN 1 Lahat, sekarang merupakan bangunan masjid dahulunya
rumah Ir.Sukardi yang pernah disinggahi oleh Bung Karno pada kunjungannya tahun
1952 ke Lahat dan Pagaralam. Empat rumah dari rumah Ir.Sukardi ada sebuah rumah
beton berdinding putih dengan corak batu sungai berwarna hitam cirikhas Indies
style. Rumah putih ini didiami oleh keluarga Bu Jana yang sebelumnya menjadi
rumah persinggahan pertama kali 4 biarawati yang langsung datang dari Belanda
untuk membangun sekolah Santo Yosef. Empat biarawati dengan menumpang kereta
api dari stasiun Panjang di Lampung hingga stasiun Lahat.
![]() |
Gerbang masuk asrama putri St.Yosef |
Kunjungan berikutnya di jalan Prof.Dr.Emil Salim, disini dahulunya
merupakan pemakaman orang-orang Belanda yang dikenal dengan Kerkhof atau
masyarakat Lahat menyebutnya Kuburan Belando. Sekitar tahun 1988 Kuburan
Belando di bongkar dan dijadikan terminal kemudian sekarang menjadi komplek
pertokoan. Sekitar 100 meter ada Bengkel Balai Yasa berikut Tower Air setinggi
40 meter yang masih berfungsi hingga kini. Komplek Balai Yasa ini yang terdiri
dari bengkel, tower air, klinik, perumahan manager dan karyawan selesai
dibangun tahun 1931 dan hingga kini semua bangunan tersebut masih berdiri
kokoh. Terakhir Mario bersama Toti, Mahdi dan Nafel mengunjungi terowongan
kereta api.
Pembangunan jalur
kereta api dengan menembus hutan, menyeberangi sungai, membelah dan menembus bukit
dengan cara membuat terowongan. Pembuatan terowongan dinilai lebih baik
daripada harus membuat jalur mendaki. Setelah selesainya jalur kereta api
segmen Muara Enim–Lahat, yang diresmikan pada tangggal 21 April 1924 maka Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen (ZSS)
melanjutkan pembangunannya sampai ke Lubuklinggau. Hal ini sejalan dengan
rencana pembangunan jalur kereta api Trans-Sumatra yang mempersatukan jalur
kereta api Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara yang telah
dibangun. Masterplan ini dibuat untuk menyongsong 50
tahun Staatsspoorwegen berkarya
di Hindia Belanda.
Pembangunan jalur ini mempunyai
beberapa kendala, salah satunya adalah medan jalur yang berbukit-bukit yang
membuat insinyur Belanda menjadi kesulitan dalam menentukan trase yang cocok.
Mereka pun menyiasatinya dengan membangun terowongan. Pada segmen Lahat–Tebing
Tinggi, ZSS memutuskan membangun terowongan serta membangun stasiun-stasiun
untuk mendukung operasi kereta api tersebut.
![]() |
Willem Synja Tunnel atau Terowongan Gunung Gajah |