Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Selasa, 07 Desember 2021

LAHAT KOTA PUSAKA (Jelajah Negeri Mengenal Budaya)

Rumah bercorak Indies Style dibangun tahun 1931


Pada saat ini dimana wabah covid 19 masih belum tuntas sehingga banyak kegiatan yang sempat tertunda. Kalaupun mau dilaksanakan harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat atau kegiatan tetap berlangsung secara daring. Setelah mengikuti beberapa kegiatan secara daring tentu cukup membosankan hal hasil tetap ingin mengadakan kegiatan offline dengan mendatangi lokasi secara langsung.

Panoramic of Lahat yang aktif terhadap pelestarian peninggalan cagar budaya yang ada di Kabupaten Lahat bahkan pernah mendapat penghargaan atas komitmen, dedikasi dan jasa dalam upaya pelestarian cagar budaya di wilayah Sumatera Bagian Selatan dari Kemendikbud Republik Indonesia pada perayaan Hari Purbakala ke-105 di Perpustakaan Nasional, Jakarta tahun 2018 terus melakukan sesuatu dalam upaya pelestarian cagar budaya.

Kali ini Ketua Panoramic of Lahat, Mario Andramartik bersama dengan 3 pelajar SMA melakukan touring wisata budaya. Sebagaimana diketahui Kota Lahat menyimpan banyak peninggalan bangunan masa kolonial  dan sebagian besar bangunan tersebut masih berdiri kokoh. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dan dapat dikemas menjadi destinasi wisata sejarah bahkan Kota Lahat dapat dijadikan Kota Pusaka.

Kegiatan diawali dengan kunjugan ke beberapa perumahan pergudangan bengkel kereta api. Di kawasan ini masa kolonial sekitar tahun 1931 Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen membangun pergudangan kereta api berikut dengan komplek perumahan manager dan karyawannya. Kawasan  pergudangan dan perumahan bengkel kereta api saat ini sudah menjadi satu kelurahan yang bernama Kelurahan RD PJKA Bandar Agung. Di kawasan ini terdapat satu gudang dengan luas lebih dari 1 ha, 7 rumah manager dengan luas bangunan masing-masing sekitar 137 meter persegi, 12 rumah dengan ukuran bangunan 130 meter persegi sepertinya menjadi rumah supervisor di masa itu dan puluhan rumah dengan model kopel sepertinya menjadi rumah karyawan pergudangan bengkel kereta api.

Mario bersama 3 pelajar SMA yaitu Toti dari SMAN 4 Lahat, Mahdi SMAN 6 Palembang dan Nafel Pesantren Daarut Tauhid Bandung dengan mengendarai sebuah mobil melaju ke arah Simpang 4 Kota Lahat dengan menyusuri jalan Letnan Amir Hamzah. Dan pada awalnya Belanda membangun jalan dari arah Muara Enim ke Lahat yang saat ini menjadi jalan RE Martadinata terus lurus ke jalan Letnan Amir Hamzah lalu belok kanan ke Simpang 4 lurus ke arah jalan Prof.Dr.Emil Salim terus ke Tebing Tinggi dan belok kiri ke jalan Letjend Harun Sohar ke arah Pagaralam serta belok kanan ke jalan Mayor Ruslan pusat pertokoan Kota Lahat.

Dari simpang 4 kami masuk ke jalan Letjend Harun Sohar, jalan ini banyak bangunan masa kolonial  seperti Juliana Hospital yang saat ini menjadi RS DKT, Gereja Santa Maria, Rumah Dinas Manager PLN, Lapangan PJKA dan Kantor PM. Di jalan Letjend Harun Sohar saat ini berdiri kokoh barisan pohon mahoni dan merupakan pohon mahoni terbesar yang tumbuh di Kabupaten Lahat bahkan Sumatera Selatan. Dan tentu pohon mahoni dengan diameter lebih dari 1 meter ini ditanam lebih dari 100 tahun yang lalu di masa kolonial.

Dari jalan Letjend Harun Sohar belok ke kanan ke komplek sekolah Santo Yosef disini ada SD Santo Yosef yang dibangun tahun 1936, SMP dan Klinik Santo Yosef dibangun tahun 1938, lalu ada 7 rumah di dekat lapangan PJKA merupakan rumah bergaya Indies yang dibangun masa kolonial dengan kondisinya hingga kini masih bagus dan kokoh. Satu Bangunan dijadikan café yaitu Vizie Café dan 2 bangunan dijadikan wisma untuk penginapan/

Lalu masuk ke jalan Serma Jamis disini ada SD Persit Kartika Candra Kirana, ada 3 ruang kelas dengan arsitektur Indies dengan dinding batu sungai di bagian bawah. Sekolah ini dahulunya adalah Hollandsche Chineesche Shool (HIS) dan menjadi lokasi pertama 4 biarawati dari Belanda mengajar sebelum mendirikan SD Santo Yosef. Kemudian belok ke kanan ke arah SMPN 2 Lahat dan di jalan ini masih berdiri kokoh satu bangunan kayu setengah panggung tepat berada di belakang rumah dinas Asisten Residen/Bupati. Dari sini lalu ke depan kantor Satlantas Polres Lahat yang dahulunya sebagai Kantor KNIL. Tepat di depan kantor Satlantas berdiri monument peringatan atas pertempuran yang terjadi pada tahun 1947 dimana 8 laskar pejuang Lahat gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Selanjutnya belok kiri masuk ke jalan Letnan Amir Hamzah tepat di belakang SMAN 1 Lahat, sekarang merupakan bangunan masjid dahulunya rumah Ir.Sukardi yang pernah disinggahi oleh Bung Karno pada kunjungannya tahun 1952 ke Lahat dan Pagaralam. Empat rumah dari rumah Ir.Sukardi ada sebuah rumah beton berdinding putih dengan corak batu sungai berwarna hitam cirikhas Indies style. Rumah putih ini didiami oleh keluarga Bu Jana yang sebelumnya menjadi rumah persinggahan pertama kali 4 biarawati yang langsung datang dari Belanda untuk membangun sekolah Santo Yosef. Empat biarawati dengan menumpang kereta api dari stasiun Panjang di Lampung hingga stasiun Lahat.

Gerbang masuk asrama putri St.Yosef


Terus di jalan Letnan Amir Hamzah, di jalan ini ada beberapa rumah yang sangat bersejarah sejak lahirnya Kota Lahat maupun di masa perang kemerdekaan. Pertama adalah Kantor Asisten Residen Palembangsche Bovenladen yang selanjutnya menjadi Kantor Bupati hinggga tahun 1985 sebelum pindah ke Kantor Bupati yang saat ini berada di Kelurahan Bandar Jaya, akan tetapi sayangnya bangunan ini dirobohkan dan dibangun dengan bangunan baru yang sekarang menjadi Kantor Dinas Perpustakaan Daerah. Tepat di sebelah Kantor Asisten Residen Palembangsche Bovenladen adalah Rumah Dinas Asisten Residen yang kemudian menjadi Rumah Dinas Bupati dan sekarang menjadi rumah mantan Bupati Lahat (disebelah bangunan induk sekarang dibangun restoran bernama Rumah Baghi). Lalu 2 bangunan di sebelahnya dengan bangunan kayu bergaya Indies setengah panggung, satu bangunan menjadi wisma yang dapat disewa dan satunya menjadi resto Coffe & me, juga beberapa bangunan di komplek Zipur yang masih berdiri kokoh. Mayoritas bangunan bergaya Indies di kawasan ini dibangun pada awal terbentuknya pemerintahan Afdeling Palembangsche Bovenladen tahun 1869.

Kunjungan berikutnya di jalan Prof.Dr.Emil Salim, disini dahulunya merupakan pemakaman orang-orang Belanda yang dikenal dengan Kerkhof atau masyarakat Lahat menyebutnya Kuburan Belando. Sekitar tahun 1988 Kuburan Belando di bongkar dan dijadikan terminal kemudian sekarang menjadi komplek pertokoan. Sekitar 100 meter ada Bengkel Balai Yasa berikut Tower Air setinggi 40 meter yang masih berfungsi hingga kini. Komplek Balai Yasa ini yang terdiri dari bengkel, tower air, klinik, perumahan manager dan karyawan selesai dibangun tahun 1931 dan hingga kini semua bangunan tersebut masih berdiri kokoh. Terakhir Mario bersama Toti, Mahdi dan Nafel mengunjungi terowongan kereta api.

Pembangunan jalur kereta api dengan menembus hutan, menyeberangi sungai, membelah dan menembus bukit  dengan cara membuat terowongan. Pembuatan terowongan dinilai lebih baik daripada harus membuat jalur mendaki. Setelah selesainya jalur kereta api segmen Muara Enim–Lahat, yang diresmikan pada tangggal 21 April 1924 maka Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen (ZSS) melanjutkan pembangunannya sampai ke Lubuklinggau. Hal ini sejalan dengan rencana pembangunan jalur kereta api Trans-Sumatra yang mempersatukan jalur kereta api Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara yang telah dibangun. Masterplan ini dibuat untuk menyongsong 50 tahun Staatsspoorwegen berkarya di Hindia Belanda.

Pembangunan jalur ini mempunyai beberapa kendala, salah satunya adalah medan jalur yang berbukit-bukit yang membuat insinyur Belanda menjadi kesulitan dalam menentukan trase yang cocok. Mereka pun menyiasatinya dengan membangun terowongan. Pada segmen Lahat–Tebing Tinggi, ZSS memutuskan membangun terowongan serta membangun stasiun-stasiun untuk mendukung operasi kereta api tersebut.

Willem Synja Tunnel atau Terowongan Gunung Gajah


Terowongan pertama dibangun di daerah Gunung Gajah Lahat. Terowongan ini diperkirakan selesai pada tahun 1928–1929. Dengan kendala-kendala semacam itu, maka pembangunan jalur kereta api ini menjadi lama.

Ada beberapa catatan yang cukup menarik mengenai terowongan ini. Diyakini, nama asli terowongan ini adalah Willem Synja Tunnel, Willem yang diyakini merupakan arsitek terowongan tersebut. Kemudian terowongan ini terkenal dengan nama Terowongan Gunung Gajah seperti tulisan yang tertera di depan terowongan. Penamaan Terowongan Gunung Gajah  berdasarkan lokasi terowongan yang berada di Kelurahan Gunung Gajah. Panjang terowongan Gunung Gajah sekitar 365 meter dan menjadikan terowongan ini terpanjang ke-10 se Indonesia. Terowongan ini masih berfungsi dengan baik hingga kini dan menjadi salah satu ikon heritage di Kota Lahat. (Lahat,Mario Andramartik,26/07/2021)

Minggu, 05 Desember 2021

SALAK NAN MENAWAN

Ketua Panoramic of Lahat Mario Andramartik di Air Terjun Salak


Keindahan alam dan budaya Kabupaten Lahat tak diragukan lagi dan telah banyak dipublikasi oleh banyak media apalagi di era millennial ini sangat gampang sekali mempublikasi suatu produk. Kabupaten Lahat yang telah mendapatkan rekor MURI sebagai pemilik situs megalitik terbanyak se Indonesia tahun 2012 sehingga mendapatkan julukan Negeri 1000 Megalitik. Dan ternyata Kabupaten Lahat juga memiliki air terjun terbanyak se Indonesia. Pada tahun 2016 Panoramic of Lahat telah mendaftarkan air terjun Kabupaten Lahat kepada MURI dan pihak MURI telah menyetujui maka Kabupaten Lahat dapat memakai julukan Bumi Seribu Air Terjun.

Dari data yang dikumpulkan oleh Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat hingga kini Kabupaten Lahat telah memiliki 179 air terjun yang tersebar di 20 kecamatan dari total 24 kecamatan di Kabupaten Lahat atau 80% kecamatan di Kabupaten Lahat memiliki air terjun. Air terjun dalam bahasa Lahat disebut dengan cughup seperti tertera di kamus bahasa Seganti Setungguan, bukan curup, bukan curug dan bukan juga cughop. Banyak yang menyebut air terjun dengan curup, hal ini disebabkan karena susah atau tidak dapat menyebut kata cughup. Karena Curup merupakan ibukota Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Untuk kata curug merupakan  air terjun dalam bahasa Sunda. Sedangkan kata cughop merupakan sebutan untuk air terjun dalam bahasa di daerah Lintang Kabupaten Empat Lawang. Dalam bahasa Lahat tidak mengenal vocal o sehingga tidak tepat bila menyebut kata cughop. Kalau di daerah Lintang sering memakai vocal o.

Dari 179 cughup yang ada di Kabupaten Lahat mempunyai ketinggian dan keindahan yang berbeda dengan lokasi yang tersebar di banyak desa dan kecamatan. Kecamatan Gumay Ulu merupakan kecamatan yang memiliki cughup terbanyak yaitu 33 cughup, Mulak Ulu memilik 24 cughup , Pagar Gunung memilik 19 cughup dan Pulau Pinang memilik 16 cughup.

Wisatawan keluarga di air terjun Salak

Kecamatan Pulau Pinang yang terdiri dari 10 desa yaitu : Tanjung Mulak, Pulau Pinang, Lubuk Sepang, Tanjung Sirih, Perigi, Karang Dalam, Pagar Batu, Kuba, Jati dan Muara Siban. Kecamatan Pulau Pinang dengan kontur perbukitan dengan ketinggian berkisar 134 – 190 mdpl berada di sepanjang sungai Lematang dengan anak sungainya seperti Sungai Lim, Sungai Ketapang, Sungai Asam, Sungai Salak dan Sungai Mulak. Dari anak sungai Lematang inilah banyak ditemukan cughup. Saat ini cughup berada di 5 desa yaitu Desa Tanjung Mulak, Pulau Pinang, Lubuk Sepang, Perigi dan Karang Dalam. Dari ke-5 desa tersebut Desa Karang Dalam yang memiliki paling banyak cughup yaitu sebanyak 8 cughup.

Dari keindahan 16 cughup yang berada di Kecamatan Pulau Pinang pernah memikat TV nasional untuk melakukan syuting program TV mereka seperti Cughup Panjang di Desa Pulau Pinang dan Cughup Bidadari di Desa Karang Dalam pernah menjadi lokasi syuting film nasional di tahun 1980an juga Cughup Salak di Desa Perigi pernah dikunjungi penyanyi kondang Ari Lasso dan presenter terkenal Edwin serta banyak wisatawan yang berkunjung ke cughup ini melalui jalur sungai Lematang.

Cughup Salak sungguh sangat memikat siapapun yang melihat fotonya apalagi langsung ke lokasi cughup. Cughup Salak berada di Desa Perigi Kecamatan Pulau Pinang. Untuk menuju lokasi cughup dari Kota Lahat menuju Desa Lubuk Sepang yang berjarak 15 km atau 32 menit perjalanan dengan kendaraan roda empat. Setiba di Desa Lubuk Sepang melanjutkan perjalanan menyeberangi sungai Lematang dengan  melintasi jembatan gantung sepanjang sekitar 100 meter lalu belok ke kanan menyusuri jalan setapak sejauh 500 meter dengan melintasi kebun karet dan kopi. Sebelum sampai di cughup kita akan menikmati kesejukan alam sekitar dan meniti tepian sungai Salak yang berair jernih.

Selain jalur darat tersebut juga dapat melalui jalur sungai Lematang. Jalur ini pertama kali dibuka pada tahun 2012 yang dilakukan oleh komunitas atau pengiat arung jeram/rafting. Dan kemudian jalur ini menjadi jalur favorit para pencinta arung jeram yang datang dari berbagai pelosok kota di Sumatera Selatan untuk menikmati arus sungai Lematang dan keindahan Cughup Salak nan menawan. Pernah dalam sehari 100 orang mengarungi Sungai Lematang dan singgah untuk menikmati keindahan Cughup Salak. Para peserta rafting selain menikmati keindahan Cughup Salak juga akan merasakan kelezatan lemang khas Desa Tanjung Sirih. Lemang yang dibawa masih dalam keadaan utuh lalu dibuka setelah berenang ria di cughup dan hal ini merupakan sensasi tersendiri bagi para peserta rafting yang membedakan dengan lokasi rafting lainnya.

Wisatawan rafting dan singgah di air terjun Salak

Cughup Salak dengan ketinggian sekitar 15 meter dan terdapat sedikit undakan sehingga terlihat lebih indah dengan airnya yang jernih. Di bawah cughup ada lubuk yang tidak dalam sehingga aman dan nyaman untuk berenang serta di bagian hilir cughup sangat dangkal sehingga tidak akan terjadi terbawa arus sungai. Vegetasi di sekitar cughup merupakan kebun kopi dan karet juga banyak tumbuh tanaman amorphophalus mulleri atau krubut/kibut/bunga bangkai dikarenakan area mempunyai kelembaban yang cukup untuk tumbuhan tanaman tersebut. Dengan banyaknya pepohonan disekitar cughup sehingga lingkungan cughup sangat rindang, asri dan sejuk. Hal ini yang membuat cughup ini sering didatangi pengunjung.

Keindahan Cughup Salak telah memikat kami sekeluarga sehingga kami putuskan untuk melihat langsung cughup ini di tahun 2009. Kami bersama dengan anak kami yang baru berusia 4 tahun melintasi kontur jalan yang jarang kami lalui. Ketika menyeberangi jembatan gantung anak kami tidak mau di gendong alias mau jalan sendiri dan akhirnya satu sepatunya jatuh ke sungai. “Ayah …. sepatu Toti di ambil sungai” kata anakku ketika sepatunya terbawa arus Sungai Lematang. Pengalaman ini menjadi pengalaman berharga dan tak pernah menyurutkan kami untuk mengenal, melihat, merasakan keindahan alam tanah leluhur, tanah kelahiran tercinta. Kami sekeluarga dan Panoramic of Lahat terus berusaha mengunjungi setiap titik-titik informasi yang datang kepada kami dan kami sangat bersemangat untuk mengunjunginya walaupun sering kami harus berjalan kaki sangat jauh hingga perjalanan kaki 4 jam satu kali perjalanan yang membuat kami kelelahan.

Semoga keindahan Cughup Salak nan menawan ini terus dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata unggulan desa yang dapat membantu peningkatan perekonomian masyarakat desa dan pendapatan asli desa yang akan berdampak terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lahat nantinya. Pengembangan dapat dimulai dengan pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Desa Perigi selanjutnya dengan pembangunan akses jalan yang memadai ke lokasi cughup dan pembangunan amenities di lokasi cughup seperti toilet, ruang ganti pakaian, gazebo, mushalla dan kios jualan. #ayokecughupsalak #ayowisatakelahat #lahatbercahaya. (Mario Andramartik, 9 Oktober 2021).

Senin, 01 November 2021

JUKUH KAYU KAMBING

Camat Kota Agung berpose dari Puncak Bukit

Momen 28 Oktober setiap tahun menjadi hari penting bagi bangsa Indonesia dimana pada tanggal 28 Oktober 1928 atau 93 tahun yang lalu para pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai suku bangsa seperti diantaranya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi berkumpul untuk menyatukan tekad yang saat ini dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Kongres dilaksanakan di 3 gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat untuk menghasilkan Sumpah Pemuda. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam rapat tersebut terdapat uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yakni sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan. Selain itu, anak harus dididik secara demokratis dan ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dengan di rumah. 

Rapat ketiga, Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat yang kini diabadikan sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Pada rapat ketiga inilah detik-detik diumumkan rumusan hasil kongres yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.  Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia. Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres.

Adapun Museum Sumpah Pemuda yang berdiri di tanah seluas 1.400 meter persegi ini awalnya merupakan rumah tinggal milik Sie Kong Liang yang kemudian disewakan sebagai indekos untuk para pelajar.
Ahli waris pemilik lahan Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya No. 106 menyerahkan status lahan tersebut secara resmi kepada Negara melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Penerimaan sertifikat itu dilakukan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid dari Yanti Silman dan Ahli Waris yang juga cucu dari Sie Kong Lian sebagai pemilik asli lahan Museum Sumpah Pemuda.

Dari peristiwa 93 tahun yang lalu tersebut maka setiap tanggal 28 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Berbagai cara dilakukan dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda, ada yang melakukan upacara bendera dengan membacakan teks Sumpah Pemuda, membuat diskusi, seminar, perlombaan dan lain sebagainya.

Pemandangan persawahan dan Gunung Dempo

Begitu juga yang dilakukan oleh masyarakat dan komunitas yang berada di Desa Sukaraja Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat yang berjarak sekitar 43 km dari pusat Kota Lahat. Disini dilakukan juga peringatan Hari Sumpah Pemuda dengan kegiatan melakukan upacara penaikan bendera merah putih dan pembacaan teks Sumpah Pemuda. Dalam upacara ini selaku Pemimpin Upacara Mujiyono dan sebagai Pembina Upacara Marsi,SE Camat Kota Agung, hadir juga Mario Andramartik Staf Khusus Bupati Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Martani dan Rustawan Staf Kecamatan Kota Agung, Marlina Kades Sukaraja, Herianto Kades Karang Agung, Bujang Kades Sukarame. Perangkat Desa Sukaraja yang hadir Dadi Pirmansyah Sekretaris Desa, Winal Asri Ketua BPD, Wiriansyah Kasie Pembangunan, Kristian Hadinata Kaur Aset, Dodi Amsyah Kaur Keuangan, Pitra Akbar Ketua Karang Taruna, Toto Iswanto Ketua Pokdarwis, Victor seorang penggiat kopi dan Humas PT.Green Lahat, penggiat literasi/wisata Mujiyono dan Afif juga para pengiat paralayang sebanyak 10 orang yang datang dari berbagai kota seperti Pagaralam, Palembang dan Bangka.

Kegiatan upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Desa Sukaraja ini dilakukan di atas bukit yang disebut masyarakat sebagai Bukit Jukuh Kayu Kambing yang berada di ketinggian 1.062 mdpl di gugusan Bukit Barisan yang membentang sepanjang pulau Sumatera. Disebut Bukit Jukuh Kayu Kambing seperti yang dituturkan Kepala Desa Sukaraja Marlina karena disini posisinya tinggi atau dalam bahasa lokal disebut jukuh dan banyak ditumbuhi tanaman kayu keras yang daunnya mirip daun pohon beringin bernama Kayu Kambing. “Jadi Bukit Jukuh Kayu Kambing adalah bukit yang tinggi yang banyak ditumbuhi kayu kambing” pungkas sang kades wanita yang baru menjabat 2 tahun ini dengan semangat dan berapi-api. 

Setelah upacara bendera selesai dari pengiat wisata paralayang melakukan terbang layang dari atas bukit lalu mengudara keliling area desa Sukaraja dan landing di area dekat posko pertama pendakian. Satu per satu penerbang mengudara dengan warna payung yang beraneka warna menghiasi area bukit ini yang disaksikan ratusan pengunjung yang berada di atas Bukit Jukuh Kayu Kambing atau yang berada dekat lokasi landing. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri karena pembukaan area bukit ini baru berjalan sekitar 2 bulan lalu tepatnya diawali oleh kegiatan Pramuka melakukan upacara bendera di atas bukit ini seperti yang disampaikan Kasrun Ketua Kwartir Ranting Gerakan Pramuka Kota Agung. Kemudian setelah kegiatan Pramuka ini mendorong masyarakat desa yang tergabung di Karang Taruna dan kemudian terbentuk Pokdarwis yang didukung oleh Kades, Camat dan perangkat pemerintah desa dan kecamatan untuk mengembangkan keberadaan bukit ini menjadi destinasi wisata.

Sekarang secara berangsur tingkat kunjungan dari waktu ke waktu terus meningkat. Dan dengan tingkat kunjungan meningkat maka sudah mulai tumbuh juga ekonomi kreatif masyarakat desa dengan membuat pondok jualan yang terbuat dari bambu dengan bahan jualan makanan, minuman dan pakaian untuk keperluan berkemah.

Untuk menuju Bukit Jukuh Kayu Kambing dari Kota Lahat ke arah Pagaralam dan di simpang Asam belok kiri ke arah Kota Agung/Semendo, setelah menempuh perjalanan sekitar 42 km tibalah di Desa Sukaraja belok ke kanan ke arah MTS Negeri dan tepat di depan pintu gerbang MTS Negeri  terdapat lahan untuk parkir kendaraan roda empat sedang kendaraan roda dua dapat langsung ke posko pertama dengan melalui jalan yang telah di cor beton dengan lebar sekitar 2 meter. Perjalanan dari jalan ke posko pertama sekitar 1,5 km. Di posko ini semua pengunjung wajib melapor dan registrasi juga tersedia lokasi parkir kendaraan roda dua, selanjutnya pengunjung atau wisatawan berjalan ke atas bukit dengan menyusuri jalan setapak yang sebagian telah di cor beton sedang sisanya baru saja dibuka berupa jalan tanah. Kendaraan yang diperbolehkan menuju bukit hanya kendaraan yang membawa payung untuk paralayang. Dengan akses yang mudah dan dekat untuk menuju lokasi take of paralayang maka lokasi Bukit Jukuh Kayu Kambing saat ini menjadi lokasi take of paralayang yang diminati bahkan sudah direncanakan untuk lokasi Porprov 2023 seperti dituturkan oleh Afif.

Paralayang mengudara di Desa Sukaraja, Kota Agung

Di Sukaraja selain keindahan Bukit Jukuh Kayu Kambing yang menawarkan kegiatan trekking, hiking, terbang paralayang dan camping dengan kesejukan udara dataran tinggi dan keindahan alam perbukitan yang masih hijau juga dapat menikmati keindahan Gunung Dempo dan Bukit Serelo dari kejauhan serta hamparan persawahan dan perkampungan penduduk. Selain itu Sukaraja juga mempunyai Cughup Jawi dan Tebat Bungkal yang berada di bagian Timur Bukit Jukuh Kayu Kambing.

Dari perbincangan dengan Pitra Akbar Ketua Karang Taruna dan Toto Iswanto Ketua Pokdarwis, di Sukaraja juga pernah ada Ghumah Baghi yang merupakan rumah adat masyarakat Pasemah juga ada peninggalan masa megalitik berupa lumpang batu. Akan tetapi kedua hasil budaya leluhur tersebut tidak dapat dijumpai lagi. Ghumah Baghi sudah berubah menjadi rumah masa kini dan lumpang batupun sudah hilang atau hancur.

Dari daya tarik yang ada di Sukaraja dapat menjadi magnet kunjungan wisatawan bilamana benar-benar dikelola secara baik dan professional. Semoga dengan telah terbentuknya Pokdarwis dapat berperan sebagai motivator, penggerak serta komunikator dalam upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian masyarakat di sekitar destinasi pariwisata atau daya tarik wisata agar dapat berperan sebagai tuan rumah yang baik bagi berkembangnya kepariwisataan dan memiliki kesadaran akan peluang dan nilai manfaat yang dapat dikembangkan dari kegiatan pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

 

Semoga daya tarik wisata yang ada di Desa Sukaraja dapat segera dikembangkan menjadi destinasi wisata yang akan memberikan manfaat kepada masyarakat dan pendapatan asli desa menuju masyarakat adil, makmur, sejahtera dan bercahaya. (Mario Andramartik, 28 Oktober 2021).

Kamis, 28 Oktober 2021

MISTERI NEKARA AIR PUAR

      Tim Peneliti dari Pusat Arkelogi Nasional di Batu Tatahan

Hingga tahun 2016 tak ada masyarakat yang datang untuk mengunjungi situs megalitik yang berada di Desa Air Puar Kecamatan Mulak Ulu yang berada di kaki Bukit Barisan. Seonggok batu bersejarah peninggalan masa megalitik ini tak tersentuh perhatian semua pihak padahal peninggalan masa megalitik ini telah ditemukan oleh tim yang dipimpin oleh H.W.Vonk seorang Controleur Tanah Pasemah pada tahun 1934 seperti tertulis dalam bukunya yang berjudul “ De Batoe Tatahan Bij Air Poear”.

Di tahun 2016 tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi datang ke batu ini dan melakukan pendataan dan pendokumentasian. Agus Sudaryadi dari tim BPCB Jambi menghubungi saya dalam kunjungan ini tetapi karena saya posisi sedang ada kegiatan di Jakarta sehingga saya tidak bisa ikut. Akan tetapi setelah saya pulang dari Jakarta saya bersama tim Panoramic of Lahat dan keluarga saya (istri dan anak-anak) langsung menuju situs yang telah dikunjungi tim BPCB Jambi.

Kemudian tahun 2017 kami tim Panoramic of Lahat juga datang lagi ke situs megalitik ini. Kami mendampingi  Tri Wurjani seorang peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional dan tahun 2021 ini datang lagi peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional Harry Octavianus Sofian,S.S,M.Sc yang didampingi oleh Wahyu Rizky Andhifani,S.S,M.M, Riri Fahlen S.Sos, Bambang Aprianto, SH,M.M, Mario Andramartik dan Taufik Hidayat.

Seonggok batu yang berada di kebun kopi di tepi sungai Puar mungkin menurut masyarakat desa atau masyarakat awan hanya batu biasa dan tak ada yang istimewa tetapi di batu ini telah tertatah sebuah cerita yang penuh makna dan misteri yang belum terpecahkan.

Batu yang disebut oleh H.W.Vonk sebagai Batu Tatahan merupakan sebuah batu yang dipahat/ditatah dan menggambarkan dua sosok manusia yang sedang berhadapan dengan memegang benda ditengahnya, benda ini menyerupai nekara juga digambarkan beberapa hewan di bawah nekara dan sosok manusia. Posisi gambar tatahan pada posisi terbalik dimana bagian kedua kepala sosok manusia berada di bagian bawah dan kaki kedua sosok manusia berada di bagian atas. Jadi kita melihatnya dengan cara kepala kita diitundukkan ke bawah.

Posisi batu dan bentuk pahatan saat ini masih sama dengan posisi batu dan pahatan seperti pertama kali dipublikasi oleh H.W.Vonk pad tahun 1934. Belum ada vandalism seperti batu megalitik lainnya. Hal ini dikarenakan lokasi batu yang berada di kebun kopi dan tidak diketahui banyak orang. Orang yang sering melihat batu ini hanya pemilik kebun. Penduduk Desa Air Puar saja jarang berkunjung bahkan ada yang belum pernah berkunjung apalagi masyarakat luar desa dan wisatawan nyaris belum ada yang berkunjung.

Untuk menuju Batu Tatahan Air Puar ini dari Kota Lahat menuju arah Kecamatan Kota Agung dan terus ke arah Semendo. Jarak tempuh dari Kota Lahat ke Desa Air Puar Kecamatan Mulak Ulu sekitar 50 km atau 1,5 jam perjalanan dengan kendaraan roda dua atau roda empat dengan kondisi jalan aspal yang baik. Berhenti di Desa Air Puar lalu melanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang telah di cor beton melintasi perumahan penduduk kemudian menyeberangi jembatan gantung sungai Puar. Dari sini masuk ke kebun durian dengan kontur jalan tanah dan semak-semak terus masuk ke kebun kopi. Kondisi kontur jalan relative mudah hanya sedikit menurun setelah jembatan gantung hingga kebun kopi. Total berjalan kaki sekitar 500 meter dan beruntung ketika di musim durian dapat menikmati buah durian yang langsung jatuh dari pohon.

Ketua Panoramic of Lahat bersama keluarga berkunjung ke Batu Tatahan


Batu Tatahan yang berada di kebun kopi milik Erlan ini berada hanya 15 meter dari sungai Puar dan ketika terjadi banjir tahun 2019 batu sempat bergeser beberapa cm karena terjangan air dan dorongan dari batu-batu besar yang ikut hanyut. Dari peristiwa ini maka harus ada tindakan nyata terhadap Batu Tatahan ini agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan misalnya Batu Tatahan ini hanyut atau bahkan pecah dan belah karena banjir. Kalau hal ini terjadi maka kerugian besar yang terjadi.

Sudah seharusnya pihak-pihak yang berwenang dapat melakukan upaya nyata terhadap Batu Tatahan ini misalnya menunjuk/mengangkat seorang  juru pelihara seperti yang terjadi pada situs-situs megalitik lainnya, ditetapkan menjadi Benda Cagar Budaya dan dijadikan destinasi wisata sehingga upaya nyata pelindungan, pelestraian hingga pemanfaatan terhadap Batu Tatahan benar-benar ada.

Di Desa Air Puar selain terdapat Batu Tatahan juga ditemukan tinggalan megalitik lainnya yaitu Lumpang Batu. Di desa ini terdapat Lumpang Batu sebanyak 2 buah yang berada di persawahan. Jarak Lumpang Batu dengan Batu Tatahan sekitar 700 meter. Lumpang Batu pertama merupakan Lumpang Batu berlubang tiga dengan pelipit/pembatas yang terlihat jelas pada setiap lubang, posisi lumpang miring dengan lubang di bagian samping. Lumpang Batu ini mempunyai ukuran 132 cm, lebar 100 cm dan tinggi 100 cm. Lumpang Batu kedua adalah lumpang batu berlubang dua dengan posisi miring dimana bagian yang berlubang berada di bagian samping. Lumpang Batu mempunyai ukuran panjang 115 cm, lebar 67 cm dan tinggi 105 cm. Jadi di Desa Air Puar saat ini terdapat 2 situs megalitik yaitu Batu Tatahan dan Lumpang Batu. Selain itu juga ditemukan peninggalan budaya yang lebih muda yaitu Ghumah Baghi yang merupakan rumah adat Kabupaten Lahat. Dan untuk daya tarik wisata lainnya di Desa Air Puar ada 6 air terjun atau cughup yaitu Cughup Datar Lebar, Datar Lebar Tinggi, Asahan, Rubat, Karlantang, dan Pendaghatan.

 

Dengan potensi alam dan budaya yang ada di Desa Air Puar  berupa daya tarik wisata budaya dan alam serta sumber daya lainnya seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan maka dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata terpadu yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat desa. Langkah awal dapat dibentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) yang beranggotakan masyarakat desa. Pembentukan Pokdarwis dengan maksud mengembangkan kelompok masyarakat yang dapat berperan sebagai motivator, penggerak serta komunikator dalam upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian masyarakat di sekitar destinasi pariwisata atau lokasi daya tarik wisata agar dapat berperan sebagai tuan rumah yang baik bagi berkembangnya kepariwisataan, serta memiliki kesadaran akan peluang dan nilai manfaat yang dapat dikembangkan dari kegiatan pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

 

Semoga daya tarik wisata budaya dan alam yang ada di Desa Air Puar dapat segera dikembangkan menjadi destinasi wisata yang akan memberikan manfaat kepada masyarakat dan pendapatan asli desa. Mario Andramartik, 08 Oktober 2021.

Senin, 18 Oktober 2021

MAHASISWA S3 PERANCIS PENELITIAN DI LAHAT

                       Tim Peneliti di Batu Tatahan Desa Air Puar

Peninggalan masa megalitik yang berada di Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan yang tersebar  hampir di seluruh kecamatan terus menjadi perhatian khususnya para peneliti. Penelitian sudah dilakukan sejak tahun 1849 dengan keluarnya jurnal penelitian hingga terbitnya buku-buku tentang megalitik yang ada di Kabupaten Lahat. Sebut saja jurnal penelitian atau laporan sejak tahun 1850 oleh L.Ullmann dalam artikelnya Hindoe belden in de bovenladen van Palembang, lalu tahun 1872 oleh E.P.Tombrink dalam tulisannya Hindoe Monumenten in de bovenladen van Palembang, kemudian Van der Hoop dalam bukunya Megalithic Remains in South Sumatera tahun 1932 selanjutnya tahun 1934 ada H.W.Vonk dengan tulisannya berjudul Batoe Tatahan bij Air Poear kemudian masih ada lagi C.W.Schuler, Frederic Martin Schnitger dengan bukunya berjudul The Forgotten Kingdoms in Sumatra, Von Heine Geldern, dan Van Heekeren.

Selanjutnya perhatian tentang budaya Pasemah mulai ditangani oleh para peneliti Indonesia, seperti R.P Soejono, Teguh Asmar dan Haris Sukendar. Peninggalan megalitik Pasemah menjadi bahan bahasan berbagai ahli baik dalam forum nasional maupun internasional. Dalam berbagai papernya R.P.Soejono berkali-kali menyebut adanya budaya leluhur bangsa di tanah Pasemah. Begitu juga dengan Teguh Asmar telah memilih bilik batu di Jarai Kabupaten Lahat sebagai topik makalahnya yang dibacakan dalam sebuah forum seminar yang diadakan di Kota Praha, Republik Ceko.

Pada tahun 1973, tim dari Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional bekerjasama dengan University of Pennsylavania Museum yang dipimpin oleh Dr.Bennet Kempers, mengadakan penelitian di situs-situs arkeologi di Sumatera Selatan, yaitu di situs Tanjung Aro telah menemukan sebaran dolmen dan arca manusia dibelit ular. Di Gunung Megang Kecamatan Jarai  menemukan beberapa tutup kubur batu yang berkamar yang disebutnya sebagai peti batu, yang telah dibuka oleh penduduk setempat pada tahun 1972 dan menemukan beberapa alat peruggu dan manik manik.

Pada tahun 1992 Tim Penelitian Situs Jarai dan Pagar Alam mengadakan penelitian Arkeologi Ekskavasi dan Survey Situs Jarai Kabupaten Lahat, tahap II. Tujuan penelitian untuk memperoleh data lukisan dari masa tradisi megalitik.

Pada Tahun 1993 penelitian bidang arkeometri juga melakukan kegiatan penelitian di situs Kota Raya Lembak untuk melihat jenis batuan yang menyusun Budaya Pasemah dan menyusun data geologi Daerah Kabupaten Lahat. Penelitian ini dipimpin oleh Fadlan S.Intan.

Balai Arkerologi Palembang mulai mengembangkan penelitian megalitik Pasemah sejak tahun 1996, dengan melakukan survey yang diketuai oleh Drs Budi Wiyana. Pada tahun 1998 melalui ekskavasi di situs Kunduran dan Muara Betung mulailah ditemukan adanya penguburan dengan tempayan kubur dan sampai sekarang penelitian tentang budaya megalitik Pasemah masih terus dilakukan.

Haris Sukendar telah mengembangkan penelitian megalitik di kawasan Pasemah. Pada salah satu bukunya Haris Sukendar pada tahun 2003 menyatakan bahwa Situs Tinggihari telah memiliki sistem organisasi sosial serta memiliki kepercayaan kepada arwah nenek moyang. Selain itu juga sudah mengenal domestikasi hewan, teknik pembuatan gerabah, teknik pemahatan, dan seni lukis.

Pada Tahun 2002 dan 2004 Balai Arkeologi Palembang di situs Muara Payang Kabupaten Lahat dengan melakukan penggalian dan survey dan ditemukan berbagai jenis pola penguburan dengan tempayan. Bagyo Prasetyo pada tahun 2007-2009 melakukan penelitian keruangan atas peninggalan megalitik Pasemah. Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Lahat maupun Kota Pagar Alam karena wilayah tersebut berada dalam satu kesatuan budaya. Situs-situs yang teridentifikasi ada 45 situs dengan 362 peninggalan megalitik. Dari sejumlah temuan tersebut dolmen menempati 30 situs dan arca megalitik terdapat di 28 situs.

Tahun 2010 penelitian di kawasan situs-situs megalitik di kawasan Kecamatan Pajar Bulan juga pernah diteliti oleh Balai Arkeologi Palembang, dengan melakukan survei dan ekskavasi di situs Kota Raya Lembak dan situs Pulau Panggung. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 telah ditemukan: Lumpang Batu berhias dan polos sebanyak 12 buah, Lesung Batu sebanyak 23 buah, Dolmen sebanyak 79 buah, Batu Datar jumlahnya 117 buah, Batu Berelief motif manusia : jumlahnya 1 buah. Arca megalitik ibu menggendong anak ada 1 buah. Tetralith jumlahnya 10 buah. Batu Temu Gelang jumlahnya 1 buah.

Tim di Situs Batu Tiang Desa Geramat

Tahun 2011 Balai Arkeologi Palembang
melanjutkan penelitian pemukiman tradisi megalitik di situs Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat yang dipimpin oleh Kristantina Indriastuti,SS. Situs-situs yang menjadi target penelitian adalah Tanjung Menang, Jemaring, Gunung Kaya, Gunung Megang, Muara Tawi dan Pagar Dewa.

Menyikapi hasil-hasil penelitian dan laporan yang sudah ada beberapa aspek yang perlu digarisbawahi, bahwa secara umum penelitian tentang megalitik di situs-situs megalitik Pasemah lebih bersifat mikro dan cenderung menitikberatkan megalitik sebagai satu entitas bukan kepada sebaran dari benda-benda dan situs arkeologi serta hubungan antara benda dengan benda dan antara situs dengan situs.

Selanjutnya dilakukan penelitian tahun 2013 dengan melakukan survey di Dempo Utara. Tahun 2017, melakukan penggalian bilik batu di situs Tegurwangi. Tahun 2018 Penelitian yang membahas tentang tata ruang pemukiman megalitik di kawasan budaya Pasemah telah dilakukan di situs Tanjung Aro Kota Pagaralam. Hasil penelitian serupa ini selanjutnya diterapkan untuk tahun 2019 dengan jangkauan lokasi yang lebih luas yaitu dengan mengadakan penelitian di situs-situs wilayah kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat.

 

Di tahun 2019 Balai Arkeologi Sumatera Selatan melakukan penelitian tata ruang pemukiman megalitikdi situs-situs arkeologi Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat yang dipimpin oleh Kristantina Indriastuti,SS. Adapun desa-desa yang menjadi obyek penelitian adalah desa Kota Raya Lembak, Pajar Bulan, Sumur, Talang Pagar Agung, Benua Raja, Talang Padang Tinggi dan Pulau Panggung. Dari hasil penelitian ini memperoleh data tentang adanya sebaran megalitik serta tempat upacaranya sekitar halaman yang berderet memanjang yang terletak di bagian tengah dan di deretan belakang hunian permukiman mereka. Di halaman terdiri dari  berbagai sarana seperti arca megalitik, dolmen, batu datar, batu tetralith, bilik batu, batu gelang, batu berelief, sedangkan batu lesung dan batu lumpang terletak agak di sisi luar dari sebaran megalitik yang lainnya.

 

Tahun 2021 tepatnya di awal bulan Oktober juga dilakukan penelitian oleh tim dari Pusat Arkeologi Nasional yang dipimpin oleh Harry Octavianus Sofian,S.S,M.Sc seorang arkeolog lulusan S2 di Museum National d'Histoire Naturelle (MNHN) Paris tahun 2015 dan sekarang sedang menjadi  mahasiswa candidat Doktor di Paris Nanterre University. Fokus penelitian saat ini di peninggalan megalitik yang ada di Kabupaten Lahat adalah focus pada logam kuno  dan perdagangan. Dengan lokasi yang di kunjungi yaitu Situs Tinggi Hari IV di Desa Tinggi Hari, Situs Muara Dua dan  Situs Batu Tigas di Kecamatan Gumay Ulu, Situs Batu Tatahan di Desa Air Puar, Situs Batu Kerbau dan Batu Tiang di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu. Juga 2 situs megalitik di Kota Pagaralam yaitu Situs Belumai dan Tegur Wangi.

 

Tim di Situs Batu Kerbau Desa Geramat

Seperti yang telah diketahui bahwa pada arca-arca megalitik Pasemah yang berada di Kabupaten Lahat dan Kota Pagarlam merupakan hasil pahatan dalam bentuk tokoh manusia atau binatang atau keduanya. Arca megalitik di Pasemah mempunyai ciri khas yang tidak ditemukan pada arca megalitik yang lain di Indonesia bahkan di dunia. Arca megalitik terdiri dari arca manusia dalam bentuk utuh, yaitu dipahatkan dengan susunan anatomi lengkap yang terdiri dari kepala, leher, badan, tangan, kaki dan bagian lainnya serta perhiasan seperti kalung, gelang, topi, nekara dan pedang. Ada arca yang menggambarkan binatang seperti harimau, kerbau, babi dan gajah. Juga ada arca yang menggambarkan bentuk manusia bersama binatang seperti arca manusia menggapit kerbau, arca manusia menunggang gajah dan arca manusia di cengkeram harimau. Manusia prasejarah yang berkembang di Kabupaten Lahat telah mengenal peradaban seperti aksesori anting, kalung, gelang tangan, gelang kaki, topi, baju, jubah, pedang, nekara dan alat pertanian.


Kedatangan tim yang dipimpin oleh
Harry Octavianus Sofian,S.S,M.Sc lebih focus pada aksesori berbahan logam yang dipakai oleh tokoh pada arca-arca megalitik Pasemah. Penelitian ini juga didampingi oleh Wahyu Rizky Andhifani,S.S,M.M, Riri Fahlen S.Sos, Bambang Aprianto, SH,M.M, Mario Andramartik dan Taufik Hidayat.

Semoga kelak hasil penelitian akan bermanfaat untuk pengembangan daya tarik wisata budaya menjadi destinasi wisata budaya yang akan memberikan manfaat kepada masyarakat, pemerintah dan semua komponen di Kabupaten Lahat menuju Kabupaten Lahat Bercahaya. (Mario Andramartik, 02 Oktober 2021).

Kamis, 07 Oktober 2021

BATU TIANG DI KEBUN KOPI

Jupel Situs Batu Tiang Taufik bersama tim peneliti


Waktu sudah menunjukkan pukul 12.15 wib sudah waktunya untuk istirahat dan makan siang tetapi kami tidak melakukan hal itu. Kami terus menelusuri jalan ke kebun kopi dengan berjalan kaki. Sang Juru Pelihara atau Jupel yang bernama Taufik Hidayat dan dipanggil Taufik berada di depan kami dengan mengendarai sepeda motor dan berboncengan dengan Indra. Hari dan Wahyu dengan mobil mereka yang dibawa dari Jakarta sedang aku dengan Bambang di mobil satunya.

Setelah menelusuri jalan desa yang telah di cor beton sejauh lebih kurang 800 meter lalu mobil kami berhenti dan parkir kemudian kami berjalan menyusuri jalan tanah dengan kebun kopi di kiri dan kanan. Perjalanan berjalan kaki kami tempuh sejauh 600 meter dan akhirnya kami tiba di kebun kopi milik Taufik. Kami langsung di ajak ke pondok milik Taufik. Kami berteduh di dalam pondok menghindar dari teriknya matahari, Taufik langsung sibuk untuk menyiapkan minuman kopi, katanya kopi luwak asli dari kebun kopi miliknya.

Ketika Taufik sedang menyiapkan air panas untuk kopi luwak dan kawan-kawanku lainnya duduk santai sembari bercerita, aku seorang diri keliling kebun kopi. Aku tak sabar untuk melihat kembali batu-batu pahatan leluhur masa prasejarah yang bertebaran di kebun kopi ini. Aku sudah pernah kesini tahun 2013, kala itu aku bersama kawan-kawan yang tergabung di Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat dipandu oleh sang Kades kala itu Mahmud. Kondisi saat itu masih belum ada pemeliharaan dan belum ada juru pelihara sehingga keadaanya tidak terawat.

Tetralith di Situs Batu Tiang
Aku sudah keliling kebun kopi, melihat dan memotret  1 lumpang batu lubang 4 dengan pelipit/pembatas pada setiap lubang, ukuran diameter ke-4 lubang nyaris sama sekitar 15 cm dengan panjang lumpang batu 180 cm dan lebar 97 cm. Terlihat jelas lumpang batu ini sangat bersih, terpelihara dan jauh berbeda dengan keadaan ketika pertama kali aku kesini. Di sekitar lumpang batu tak ada tumbuh sebatang rumput, di sekitar lumpang sangat bersih dan bebas dari rerumputan, jamur dan lainnya. Kemudian aku terus berjalan melihat deretan batu tegak memanjang. Batu Tegak membentuk 4 bujur sangkar dan berderet lurus seperti benteng mungkin karena batu-batu ini area atau ataran ini disebut dengan Batu Tiang. Empat batu tegak yang membentuk bujur sangkar ini sering disebut dengan Tetralit yang berasal dari bahasa Yunani, Tetra berarti 4 dan lith berarti batu. Jadi Tetralit berarti batu susun empat. Aku melihat ada 4 tetralit berjajar lurus sehingga ada total 16 batu tegak yang berderet lurus yang terbagi menjadi 2 barisan masing-masing 8 batu tegak yang berada di dalam kebun kopi.

Ketika aku akan melanjutkan untuk melihat batuan lainnya dari pondok Wahyu memanggil aku untuk kembali ke pondok dan menikmati kopi luwak racikan Taufik. Dan akupun kembali ke pondok menerobos ranting-ranting pondok kopi robusta yang tumbuh subur di kawasan Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu. Dari kawasan ini kita akan melihat hamparan hijau kebun kopi dan gugusan Bukit Barisan.

Kunjungan aku ke Batu Tiang yang merupakan situs megalitik kali ini adalah mendampingi tim penelitian yang dipimpin oleh Harry Octavianus Sofian,S.S,M.Sc seorang arkeolog lulusan S2 di Museum National d'Histoire Naturelle (MNHN) Paris tahun 2015 dan sekarang sedang menjadi  mahasiswa candidat Doktor di Paris Nanterre University. Fokus penelitian saat ini di peninggalan megalitik yang ada di Kabupaten Lahat adalah focus pada logam kuno  dan perdagangan. Selain Situs Batu Tiang juga mengunjungi situs-situs lainya di Kabupaten lahat yaitu Situs Tinggi Hari IV di Desa Tinggi Hari, Situs Muara Dua dan  Situs Batu Tigas di Kecamatan Gumay Ulu, Situs Batu Tatahan di Desa Air Puar, Situs Batu Kerbau di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu. Juga 2 situs megalitik di Kota Pagaralam yaitu Situs Belumai dan Tegur Wangi. Penelitian ini juga didampingi oleh Wahyu Rizky Andhifani,S.S,M.M, Riri Fahlen S.Sos dan Bambang Aprianto, SH,M.M.


Waktu telah menunjukkan pukul 14.15 kami sudah selesai minum kopi luwak yang nikmat nian karena di minum di pondok di kebun kopi yang alami, asri, damai, tentram tanpa hirik pikuk dan polusinya udara kota. Kami melanjutkan kegiatan sesuai dengan rencana kedatangan ke situs Batu Tiang. Hari, Wahyu dan Indra pergi ke arah arca manusia. Arca ini menggambarkan seorang figure manusia menunggang seekor hewan seperti kerbau tetapi bagian kepala telah lepas dan kemudian ditemukan oleh Taufik kepala arca berada sekitar 2 meter di depan arca yang sebelumnya terkubur tanah. Hari dan Indra terus mengamati setiap sudut arca dan mendokumentasi dengan foto dan video. Aku dengan Riri, Bambang dan Taufik pergi ke arah dimana ditemukan 2 lumpang baru oleh Taufik. Lumpang batu pertama yang ditunjukkan oleh Taufik adalah lumpang batu berbentuk bulat dengan ukuran diameter lumpang 50 cm sedang diameter dalam lumpang 36 cm lalu di bagian tengah terdapat lubang dengan diameter 13 cm. Lumpang batu berwarna keputihan ini memiliki tinggi sekitar 6 cm. Lokasi penemuan lumpang sekitar 100 meter dari pondok di lahan yang lebih rendah. Selanjutnya Taufik membawa kami ke lumpang kedua yang berjarak sekitar 50 meter dari lumpang pertama yang kami datangi. Lumpang ini berbahan berbeda dari lumpang sebelumnya dengan warna batu hitam dan ukuran lebih besar sedikit, lumpang kedua ini berukuran 60 x 60 cm dengan lubang 39 cm dan tinggi lumpang 17 cm. Selain pohon kopi di area lumpang ini juga banyak pohon durian, jadi the best time berkunjung ke situs megalitik Batu Tiang adalah di musim durian. Dan tak begitu jauh dari situs Batu Tiang juga ada 2 air terjun yaitu air terjun jernih dan air terjun deghian badas. Kedua air terjun sangat indah selain bentuknya yang bertingkat juga berair jernih dan rimbunnya pepohonan di sekitar air terjun.

Di situs megalitik Batu Tiang ini secara keseluruhan saat ini telah ditemukan 26 tinggalan benda megalitik yang terdiri dari 1 arca manusia, 4 batu datar, 9 lumpang batu dan 12 tetralith. Akan tetapi melihat banyaknya onggokan batu-batu di kebun kopi ini bisa jadi masih ada benda megalitik lainnya karena sebelumnya Taufik menemukan kepala arca dan lumpang batu juga secara tidak sengaja ketika sedang meggali lubang untuk menanam bibit kopi.

Di Desa Geramat Kecamatan Mulak Ulu yang berjarak sekitar 48 km dari pusat Kota Lahat menyimpan banyak daya tarik wisata. Dari data yang dihimpun oleh Panoramic of Lahat tercatat ada 2 situs megalitik yaitu Situs Megalitik Batu Tiang dan Batu Kerbau, 2 air terjun yaitu Air Terjun Jernih dan Air Terjun Deghian Badas, 9 Ghumah Baghi yang telah berusia ratusan tahun (saat ini hanya Desa Geramat yang masih memiliki rumah adat paling banyak di Kecamatan Mulak Ulu), tebat, persawahan dan perkebunan yang semua daya tarik tersebut dapat dijadikan dan dikemas menjadi destinasi wisata.

Semoga kelak nanti ada upaya dari masyarakat desa atau pihak lain yang dapat mengembangkan daya tarik ini sehingga dapat menciptakan ekonomi baru yang akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat desa dan pendapatan asli desa. (Mario Andramartik, Geramat, 02 Oktober 2021)

Sabtu, 02 Oktober 2021

BANDAR DI KAKI DEMPO



Di awal September nan ceria kami awali dengan wisata ke desa yang belum pernah dikunjungi sebelumnya oleh keluargaku walaupun desa ini masih dalam wilayah Kabupaten Lahat. Di pagi nan cerah istriku sudah menyiapkan sarapan untuk kami makan sebelum berangkat juga menyiapkan bekal dalam perjalanan dan juga makan siang. Sengaja kami bawa sendiri makan siang dari rumah karena kami akan makan di alam terbuka dengan menggelar alas yang juga sudah kami siapkan. Aku juga menyiapkan kamera, tripot kamera dan perlengkapan dokumentasi lainnya. Kami akan berangkat sekitar pukul 08.00 wib sehingga kami tiba di lokasi pertama, menikmati suasana alam lalu makan siang dan melanjutkan ke lokasi berikutnya.

Setelah semua siap kamipun berangkat menuju lokasi pertama. Aku selalu menjadi pengemudi bagi keluargaku. Kali ini selain istri dan anak-anaku, aku juga membawa ibu dan keponakanku yang saat ini duduk di kelas 3 SD nama Aika. Kami berangkat lebih awal dan kemudian saudara sepupu istriku beserta keluarganya menyusul mengikuti perjalanan kami.

Setelah menempuh perjalanan selama 2 jam tibalah kami di lokasi pertama yang kami inginkan yaitu destinasi wisata Ayik Pacar yang baru seminggu lalu dibuka dan diresmikan oleh Bupati Lahat Cik Ujang,SH. Rupanya destinasi wisata yang baru diresmikan ini mampu menyedot wisatawan, terlihat baru seminggu diresmikan lokasi ini telah dipadati oleh wisatawan yang datang dari berbagai kota di Sumatera Selatan dan juga terpantau wisatawan dari Propinsi Bengkulu. Parkir yang telah disiapkan oleh penggelola nyaris penuh dengan kendaraan roda empat. Tidak salah bila destinasi wisata ini dibuka karena memang mampu menarik wisatawan.

Air nan jernih yang langsung keluar dari dalam bumi dan tak pernah berhenti ini yang menjadi daya tarik wisatawan kemudian air mengalir dan ditampung menjadi kolam yang dapat digunakan untuk berenang. Terlihat dari anak-anak hingga orang dewasa berenang di kolam air jernih dan dingin ini termasuk juga keponakanku dan anak sepupu istriku turun ke air dan berenang sedangkan kami hanya menikmati suasana. Selain kejernihan air juga berbagai bunga dengan daun warna warni, kebun kopi dan pemandangan indah Pegunungan Gumay di Bagian Utara dan Gunung Dempo di Bagian Selatan. Jadi selama berada di Ayik Pacar suasana sangat nyawan dan betah apalagi untuk anak-anak. Lokasi ini sangat rekomendasi untuk liburan bersama keluarga baik anak-anak maupun orang dewasa hingga lansia.

Setelah memasuki waktu makan siang kamipun makan bersama dibawah pondok yang telah disiapkan oleh penggelola. Kami membawa makan siang dari rumah karena lokasi ini hanya menyiapkan makanan berupa popmie dan belum ada menu makan siang yang memadai. Kami dengan lahap menyantap makanan yang sudah disiapkan dan tanpa menyisahkan.

Kemudian setelah makan siang kami berkemas dan berangkat ke lokasi kedua yang berjarak sekitar 9 km. Kami langsung menuju lokasi yang telah ditentukan dan setiba di lokasi di halaman rumah Kepala Desa yang sudah di rehap menjadi posko PPKM kami diterima. Kami sekeluarga yang berjumlah 11 orang disambut  oleh perangkat desa, pengurus pokdarwis dan karang taruna. Kami dipersilahkan duduk, minum dan makan snack. Suatu sambutan yang hangat dan ramah dari masyarakat desa ini dan ini merupakan ciri khas masyarakat Suku Besemah Kabupaten Lahat yang sangat hangat dan ramah menerima para tamu atau pendatang. Aku pribadi sangat sering mendapat perlakuan sangat baik dari masyarakat disini misalnya hanya bertanya tempat atau orang saja kita sudah ditawarin untuk singgah dulu dan minum kopi.

Lima belas menit kemudian kami mulai bergerak untuk melihat lebih dekat keadaan desa ini. Dari cerita awal yang kami dapat di desa ini ada peninggalan megalit tetapi beberapa bulan lalu sudah aku datangi, ada juga air terjun, kebun salak organik, kebun jeruk manis, kebun pepaya, kebun pala, kebun kopi, kebun durian, kebun lada, kolam ikan dan pembibitan ikan. Akhirnya kami bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama ke air terjun dengan aku dan beberapa perangkat desa dan pokdarwis, kelompok kedua ke beberapa kebun.

Aku bersama Ketua Pokdarwis Sehati Jhony Hidayat beserta anggota Fitri dan Hendri, perangkat desa  Irwan, Mukmin, Kandar dan Indra pergi untuk melihat air terjun atau cughup Gaung yang berjarak sekitar 6 km dari desa dengan menumpangi mobil bak terbuka dan 2 sepeda motor sedangkan istiku dan lainnya yang didampingi oleh pengurus pokdarwis Susi, Wiwik, Ica, Hery dan Rehan melihat kebun salak organik dan kebun-kebun lainnya.


Dari desa masuk ke jalan menuju ke arah cughup Gaung yang berada di bagian Utara Gunung Dempo melalui desa Penantian karena jalan melali desa ini masih dalam perbaikan. Awalnya jalan berupa jalan cor beton tetapi kemudia masuk jalan berupa jalan tanah dan sepit yang hanya cukup untuk satu mobil ditambah kiri dan kanan jalan yang dipenuhi semak belukar berupa ilalang. Dari desa menuju Cughup Gaung melalui beberapa talang yaitu Talang Tinggihari, Talang Pramuka, Talang Jini Kuni dan Talang Martige. Mobil kami parkir di Talang Martige dan melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor yang sudah didesign khusus untuk menembus jalan mendaki di sela-sela pohon kopi. Jarak tempuh dari Talang martige menuju Cughup Gaung sekitar 1 km dengan kontur jalan sedikit menanjak menerobos lebatnya kebun kopi lalu setelah melewati kebun kopi masuk ke area kawasan cughup yang masih terjaga vegetasinya, terlihat pohon besar yang melintang di jalan yang harus kami loncatan atau kami harus merunduk dibawah pohon besar. Kontur jalan menurun selama 15 menit dan keindahan Cughup Gaung dapat kita nikmati.

Cughup Gaung dengan tinggi sekitar 70 meter dengan air jatuh lurus ke bawah sehingga membentuk danau kecil dibagian bawah dengan air nan jernih kebiruan dan terus mengalir membentuk aliran sungai. Tepat di atas Cughup Gaung adalah Waterblue yang sudah jadi trending topic selama ini. Jadi wisatawan yang datang kesini dalam satu kali perjalanan dapat menikmati sekaligus keindahan Waterblue dan Cughup Gaung.

Setelah puas menikmati keindahan Cughup Gaung, berfoto ria dan mengambil beberapa video kami kembali ke Talang Martige. Perjalanan kembali lebih cepat 15 menit daripada berangkat karena jalanan menurun. Setiba di Talang Martani aku membasuh muka dari air pancuran yang mengalir deras, terasa segar sekali. Kami disuguhi air minum dan pisang oleh warga Talang Martige. Pemandangan dari Talang Martige tak kalah indahnya, dari sini terlihat dengan jelas Gunung Dempo dari sisi bagian Utara.

Kami melanjutkan perjalanan melihat kebun salak organik. Sudah sejak beberapa tahun terakhir masyarakat Desa Bandar Aji mengembangkan perkebunan salak organik kemungkinan ini yang pertama di Kabupaten Lahat. Salak disini siap panen setiap minggu. Perkebunan salak ini dapat dijadikan destinasi wisata edukasi dan agrowisata.

Dari kebun salak aku bersama tim dari Desa Bandar Aji langsung kembali ke rumah Kepala Desa Bandar Aji yang saat ini dipimpin oleh Raice Antines. Di rumah Kades sudah kumpul istriku dan keluarga. Mereka lebih awal kembali ke desa dengan membawa sejuta kenangan berwisata ke kebun salak, kebun jeruk, kebun pala dan kebun pepaya. Anggota pokdarwis yang memandu ke kebun juga memberikan edukasi tentang tanaman dan buah yang ditanam di Desa Bandar Aji. Kebun pepaya  di desa ini hampir sama luas dengan kebun kopi dan produksi pepaya Desa Bandar Aji telah dipasarkan ke Palembang hingga pulau Jawa. Selain perkebunan Desa Bandar Aji juga mengembangkan perikanan. Jadi daya tarik wisata desa ini sangat lengkap ada situs megalit, air terjun, perkebunan buah, sayur, sawah dan perikanan. Semua ini dapat dijadikan destinasi wisata yang dapat mendatangkan banyak wisatawan.

Di kaki Gunung Dempo yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau Sumatera terdapat beberapa cughup yang berada di ketinggian sekitar 1.000 mdpl di wilayah Kecamatan Sukamerindu, Jarai dan Muara Payang. Salah satu cughup tersebut adalah Cughup Gaung yang secara administrasi berada di Desa Muara Jauh Kecamatan Muara Payang akan tetapi untuk menuju ke lokasi jarak tempuh terdekat dari Desa Bandar Aji Kecamatan Jarai sehingga terkesan Cughup Gaung berada di Desa Bandar Aji.


Desa Bandar Aji berada tepat dikaki bagian Utara Gunung Dempo yang sangat subur sehingga disini banyak ditemukan perkebunan buah dan sayur. Kawasan ini telah dihuni masyarakat masa prasejarah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan peninggalan masa megalit berupa lumpang batu, dolmen, lesung, menhir, tetralit dan batu datar. Di lihat dari temuan yang ada dapat diperkirakan kawasan ini dihuni masyarakat prasejarah masa kedua megalit yaitu masa bercocok tanam.

Dengan semangat masyarakat desa untuk mengembangkan potensi desa berupa daya tarik wisata menjadi destinasi wisata yang didorong dan didukung oleh Kepala Desa dan seluruh komponen desa  insyaAllah segera terwujud. Sudah banyak desa di Indonesia yang mampu mengembangkan potensi desa menjadi destinasi wisata yang meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa seperti Desa Sekapuk di Kabupaten Gresik Propinsi Jawa Timur dengan menjadikan bekas galian tambang pasir menjadi destinasi wisata yang mampu memperkerjakan 700 warga desa dengan meraih omset pertahun pada tahun 2020 sebesar Rp.11 milyar lebih dengan keuntungan Rp.4,5 milyar. Dengan Pendapatan Asli Desa yang terus meningkat sejak tahun 2018 maka Desa Sekapuk menyiapkan fasilitas kendaraan dinas aparat desa berupa mobil Toyota Alpard untuk Kepala Desa, Xpander untuk Bumdes, Grand Livina untuk PKK, Mazda Double Cabin untuk wisata dan mobil ambulance. Semoga nantikan bakal muncul desa-desa di Kabupaten Lahat yang meraih sukses menjadi desa milyarder seperti desa lainnya.