Bukit Serelo

Icon dari kota kecil Kabupaten Lahat yang kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya dan Bahasa.

Megalith

Peninggalan sejarah yang banyak terdapat di Kabupaten Lahat.

Ayek Lematang

Aliran sungai yang terdapat di Kabupaten Lahat.

Air Terjun

Obyek keindahan alam yang terbanyak di Kabupaten Lahat.

Aktivitas Masyarakat Pedesaan

Kota Lahat yang subur kaya akan hasil perkebunan.

Jumat, 29 Desember 2017

BUKIT TERUNIK DI DUNIA (Jelajah Negeri Mengenal Alam)


Bukit Jempol sangat populer bagi masyarakat Kabupaten Lahat. Tidak ada yang tidak kenal dengan Bukit Jempol. Yach disebut Bukit Jempol untuk mempermudah penyebutan bagi orang tua ketika anak-anaknya bertanya. Begitu juga aku ketika kecil dulu aku mengenalnya dengan Bukit Jempol. Akan tetapi setelah aku dewasa aku ketahui bukit ini bernama Bukit Serelo dan juga ada yang menyebut Bukit Telunjuk.

Ketika aku berusaha pelajari mengapa disebut Bukit Jempol, yach memang ketika di lihat dari Kota Lahat bukit ini sangat persis dengan bentuk jempol manusia dan nyaris seperti jempol raksasa. Sedang ketika di lihat dari arah timur atau arah Muara Enim bukit laksana telunjuk raksasa. Dan nama Serelo di ambil dari nama sungai yang mengalir dari bukit ini yaitu sungai Serelo lalu nama Serelo sendiri berasal dari kata sehile.
Bukit ini sangat unik bentuknya dan bentuk bukit seperti ini tidak ada ditemukan di belahan dunia manapun, maka sangat wajar bila Bukit Jempol ini disebut sebagai bukit terunik di dunia.
Bukit Jempol secara administrasi terletak di desa Ulak Pandan kecamatan Merapi Barat yang berbatas dengan desa Padang Kecamatan Merapi Selatan di sebelah Barat dan berbatas dengan Kabupaten Muara Enim di sebelah Timur dan Selatan.
Untuk mencapai Bukit Jempol saat ini rutenya kalau dari arah Muara Enim, tepat di desa Telatang kec. Merapi Barat ada pertigaan di sebelah kiri jalan. Sedang dari arah Kota Lahat setelah jembatan desa Kebur belok kanan di pertigaan di desa Telatang dengan tanda 2 patung gajah. Dari simpang 3 ini ke arah Selatan menempuh jarak sekitar 7 km. Perjalanan dari simpang 3 desa Telatang sampai di kaki Bukit Jempol tidak terdapat perkampungan penduduk yang ada hanya kebun karet dan pertambangan batubara. Jalan aspal relatif bagus karena tidak dilintasi angkutan batubara. Angkutan barubara dari daerah ini melalui jalan sendiri khusus angkutan batubara. Ada beberapa tikungan dan tanjakan serta turunan yang harus diwaspadai karena jalan tidak begitu lebar.
Dalam perjalanan menuju Bukit Jempol kita akan disuguhkan pemandangan indah Bukit Barisan dengan puncak tertingginya Bukit Jempol dan perkebunan karet di tepi jalan serta pertambangan batubara. Beberapa titik tambang batubara telah selesai ditambah dan telah ditimbun kembali lubang galian tambang akan tetapi tanaman besar belum terlihat dan beberapa titik masih terlihat lubang hitam mengganga dengan aktifitas pertambangan. Sangat terasa perbedaan suasana dan suhu udara sebelum dan sesudah adanya pertambangan. Perbedaan yang sangat jelas adalah kurangnya tanaman dan panasnya udara. Inilah dampak negative dari sebuah pertambangan.
Sesampai di kaki Bukit Jempol atau Bukit Telunjuk atau Bukit Serelo kita akan memasuki gerbang bercat hijau dengan tulisan Selamat Datang di HSA PLG Bukit Serelo Lahat. Setelah melewati pintu gerbang ada sebuah rumah atau kantor penjaga wilayah ini dan siapapun yang masuk wilayah ini harus lapor. HSA adalah singkatan dari Hutan Suaka Alam dan PLG merupakan singkatan dari Pusat Latihan Gajah. Jadi wilayah ini merupakan Hutan Suaka Alam untuk perlindungan terhadap fauna dan flora yang ada di wilayah ini termasuk gajah Sumatera. Di HSA PLG Bukit Serelo Lahat terdapat beberapa fauna selain gajah seperti monyet ekor panjang, beruang madu, kancil, kijang, babi, rusa, dan ayam hutan.
Saat ini di Indonesia hanya ada 7 PLG dan semuanya berada di pulau Sumatera yaitu di PLG Lhokseumawe - Aceh, PLG Sumatera Utara, PLG Minas Kab.Siak - Riau, PLG Seblat Kabupaten Bengkulu Utara - Bengkulu, PLG Padang Sugihan Kab.Banyuasin, Sumatera Selatan, PLG Bukit Serelo Lahat - Sumatera Selatan dan PLG Way Kambas – Lampung.
PLG Bukit Serelo pada awalnya berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) seluas ± 100 ha dan berhimpitan dengan hutan lindung seluas ± 100 ha. Pada tahun 1992, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. SK. 953/Kpts-II/1992 tanggal 3 Oktober 1992 sebagian kawasan hutan yang termasuk dalam APL ditunjuk sebagai kawasan hutan dan menggabungkan dengan hutan lindung. Tahun 1993/1994 dilakukan tata batas definitif dengan luas menjadi 210 ha. Kemudian pada tahun 2001 sesuai SK Menteri Kehutanan Nomor SK. 76/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 Pusat Latihan Gajah ditunjuk menjadi Taman Wisata Alam dengan luas 210 ha. Pada tahun 2009 terbit SK Menteri Kehutanan Nomor. SK 739/Menhut-II/2009 tanggal 19 Oktober 2009 menetapkan kawasan tersebut sebagai Hutan Suaka Alam Pusat Latihan Gajah Kelompok Hutan Isau-Isau. Hingga saat ini kawasan ini sebagai habitat gajah dan mempunyai potensi ekowisata yang menarik untuk dikembangkan serta didukung dengan panorama alam yang menarik di bawah Bukit Jempol/Telunjuk sebagai ikon wisata Kabupaten Lahat.
Di masa liburan sekolah sangat banyak orang yang datang ke Bukit Serelo untuk mendaki hingga puncak bukit yang sangat unik ini. Akan tetapi sekarang banyak anak muda yang menikmati keindahan Bukit Jempol dari atas Bukit Besak yang berada di sebelah Barat Bukit Jempol. Dari Bukit Besak dapat menikmati suasana indahnya mentari di ufuk Timur yang seolah muncul di balik bukit. Di kala cuaca indah para pendaki dapat menikmati sinar mentari tetapi di kala mendung maka awan menyelimuti seluruh badan bukit akan tetapi kadang kala adanya awan putih ini akan memperindah suasana pagi ketika puncak Bukit Jempol terbebas dari awan sedang bagian bawahnya diselimuti awan. Pemandangan ini sangat menakjubkan.
Untuk dapat menikmati keindahan Bukit Jempol dari Bukit Besak pendaki menuju ke desa Tanjung Beringin kecamatan Merapi Selatan lalu melanjutkan berjalan kaki menuju ke atas bukit. Kondisi jalan masuk sangat alami dan kalau saja dapat di bangun jalan kendaraan roda empat mendekati kaki bukit lalu di bangun tangga menuju Bukit Besak maka tidak mustahil kawasan ini akan menjadi destinasi wisata yang sangat menjanjikan. Menikmati keindahan mentari pagi Bukit Jempol dari atas Bukit Besak seperti menikmati mentari pagi di Gunung Bromo dari Penanjakan di Probolinggo, Jawa Timur. Maka keindahan Bukit Jempol dapat dijadikan Bromonya pulau Sumatera.
Selain keindahannya di kaki Bukit Jempol juga terdapat gajah Sumatera yang dapat menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung. Saat ini ada 10 gajah. Akan tetapi daya tarik wisata ini belum dapat berkembang dengan baik karena status dari kawasan ini yang merupakan Taman Suaka Alam. Maka status harus dirubah dari Taman Suaka Alam menjadi Taman Wisata Alam agar kawasan ini dapat segera di tata menjadi salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Lahat. Untuk mempercepat perubahan status Pemerintah Kabupaten Lahat harus berjuang bersama dengan BKSDA Sumatera Selatan.
Begitu juga dengan akses menuju Bukit Jempol, Bukit Besak dan kecamatan Merapi Selatan masih terasa jauh dan sulit. Kalau akses jalan menuju Bukit Jempol, Bukit Besak dan kecamatan Merapi Selatan dapat dipersingkat dengan membuat jalan baru dari desa Suka Cinta di Merapi Barat yang dapat terhubung langsung ke desa Padang di kecamatan Merapi Selatan dengan melintasi sungai Lematang. Jalan tembus ini dapat mempersingkat jarak hingga 15 km. Dan hal ini bukan saja akan memotong jarak tempuh juga akan mempercepat perkembangan dan meningkatkan perekonomian masyarakat di Merapi Selatan dan pendapatan daerah Pemerintah Kabupaten Lahat.
Semoga keindahan Bukit Jempol dengan Pusat Latihan Gajah dan Bukit Besak yang sangat unik dan tak ada duanya di dunia segera di tata oleh Pemerintah Kabupaten Lahat menjadi salah satu destinasi wisata. Bila hal ini dilakukan maka Kabupaten Lahat benar-benar menjadi destinasi utama pariwisata Sumatera Selatan bahkan di pulau Sumatera.
Selama ini Kabupaten Lahat telah memiliki potensi pariwisata terbesar se Sumatera Selatan seperti megalitik terbanyak dan terbaik se Indonesia, air terjun terbanyak se Indonesia, bengkel kereta api terlengkap se Indonesia, terowongan kereta api terpanjang ke-10 se Indonesia, rumah adat terbanyak se Sumatera Selatan, jembatan gantung terpanjang se Sumatera Selatan, pohon mahoni tertua dan terbanyak se Sumatera Selatan, gereja tertua se Sumatera Selatan, heritage terbanyak se Sumatera Selatan, lokasi rafting terbanyak se Sumatera Selatan, dan tumbuh bunga tertinggi di dunia. Sungguh sangat luar biasa potensi pariwisata Kabupaten Lahat yang tiada bandingnya. (Desember 2017, Mario Andramartik)




Sabtu, 25 November 2017

"PESONA DI KAKI BUKIT BARISAN" Jelajah Negeri Mengenal Alam



Bicara keindahan alam kabupaten Lahat tak akan pernah habisnya. Kabupaten yang terletak di Bukit Barisan pulau Sumatera menyimpang sejuta pesona keindahan alam yang tiada duanya di Sumatera Selatan dan Indonesia. Di kabupaten Lahat terdapat Bukit Serelo atau Bukit Telunjuk atau Bukit Jempol. Yach disebut Bukit Telunjuk karena ketika melihatnya dari arah Timur maka akan terlihat seperti telunjuk raksasa dan sebaliknya bila di lihat dari arah Barat bak jempol raksasa. Bukit dengan bentuknya nan unik dan merupakan satu-satunya bukit di dunia yang mempunyai bentuk seperti ini. Maka bukit Serelo dijadikan ikon kabupaten Lahat dan menjadi kebanggaan masyarakat kabupaten Lahat.

Selain keindahan Bukit Serelo yang merupakan puncak tertinggi di Bukit Barisan yang berada di kabupaten Lahat juga tersimpan ratusan air terjun di kaki Bukit Barisan. Saat ini dari data Panoramic of Lahat sudah terdata lebih dari 130 air terjun di kabupaten Lahat. Dan salah satunya adalah air terjun yang kami kunjungi pada pertengahan November yang terletak di desa Talang Sawah dan Talang Sejemput kecamatan Lahat Selatan.

Untuk menuju ke air terjun yang bernama air terjun Penganingan dari kota Lahat menuju  ke arah Selatan. Dari Kawasan Benteng di tepi sungai Lematang lalu menyeberrangi jembatan sungai Lematang ke arah desa Tanjung Payang dan terus menuju desa Talang Sawah yang berjarak sekitar 15 km. Dalam perjalanan ke desa Talang Sawah jangan lewatkan untuk singgah sebentar untuk menikmati keindahan Bukit Jempol dari desa Kerung. Dari sini sangat jelas keindahan Bukit Jempol dan bukit-bukit disekitarnya dengan hamparan hijau bak permadani. Setiba di desa Talang Sawah, di pertigaan ke desa Talang Sejemput jalan lurus ikuti jalan ke arah desa Perangai kecamatan Merapi Selatan. Perjalanan 500 meter dari desa akan bertemu jembatan sungai Cawang  lalu belok kanan menyusuri jalan setapak yang telah di cor beton akan tetapi sudah sebagian rusak termakan usia.
Lalu menyusuri jalan setapak sejauh 1,5 km. Sangat mengasyikkan menyusuri jalan setapak dengan kontur berliku dan naik turun dengan pemandangan kebun karet di kanan kiri jalan. Kemudian kami harus melewati jalan setapak yang belum di cor alias jalan tanah. Karena pada malam hari hujan maka jalan tanah ini sedikit licin dan kami harus hati-hati untuk menghindari jatuh dari motor yang kami kendarai. Jalan tanah ini tidak begitu panjang hanya sekitar 200 meter saja lalu kami berhenti dan memakir sepeda motor kami di kebun kopi.

Perjalanan selanjutnya kami berjalan menyusuri kebun-kebun kopi. Beberapa kali aku memberi peringatan kepada kawan-kawanku yang ikut perjalanan ini untuk hati-hati agar tidak mematahkan ranting kopi dan buah kopi yang baru saja mulai berbuah. Kami juga melintasi kebun durian yang baru mulai berbunga. Sayang sekali perjalanan kali ini buah durian belum musim karena durian di daerah ini terkenal dengan durian berkwalitas sangat bagus yaitu durian tembaga. Durian jenis ini dengan daging buahnya yang tebal, berwarna kuning tembaga, berbiji kecil dan rasanya manis legit sehingga siapa saja yang pernah makan durian tembaga ini akan ketagihan.

Setelah menyusuri kebun kopi dan durian lalu kami menyusuri pohon bambu. Beberapa kali kami harus merunduk di bawah bambu yang roboh atau melangkahinya. Kondisi jalan seperti ini karena jalan ini jarang dijamah orang akan tetapi 3 bulan yang lalu sempat ramai pengunjung yang datang. Perjalanan dari parkir sepeda motor hingga air terjun tidaklah terlalu jauh hanya berjalan sekitar 10 menit.

Air terjun dengan airnya nan jernih dikelilingi pepohonan  nan hijau sangat indah dan sejuk di pandang mata. Pohon bambu disekitar air terjun menambah rindang dan asri air terjun Penganingan. Air terjun ini masih sangat alami dan belum sama sekali ada sentuhan bangunan modern maka sangat cocok untuk dijadikan obyek wisata alam atau ecotourism. Perpaduan kebun karet, kebun kopi, kebun durian, pohon bambu dan air terjun sangat ideal menjadi obyek wisata edukasi alam untuk anak-anak dan remaja agar mereka lebih mencintai alam.

Selain air terjun Penganingan di desa Talang Sawah kecamatan Lahat Selatan juga ada 2 air terjun lagi akan tetapi letaknya lebih jauh lagi di lereng Bukit Barisan sehingga kami belum dapat mengunjunginya.

Akhirnya kami kembali ke desa Talang Sawah dan terus melanjutkan perjalanan ke desa Talang Sejemput yang berjarak sekitar 3 km. Setiba di desa kami singgah di rumah Herson yang merupakan putra asli Talang Sejemput. Kami mendapat jamuan istimewa bukan saja makan siang dan minum kopi akan tetapi juga keramahan keluarga Herson dan masyarakat desa.

Kemudian kami yang terdiri Jamsori, Marhadi, Fajar, Rahmad, Herson dan aku sendiri melanjutkan perjalanan ke 2 air terjun yang berada di desa Talang Sejemput. Dari rumah Herson kami mengendarai sepeda motor menuju air  terjun Gegas. Hanya butuh waktu 5 menit atau 1 km perjalanan dan kami berhenti dan memarkirkan kendaraan kami lalu berjalan kaki menyusuri kebun kopi dan karet selama 5 menit dan tibalah di air terjun Gegas.

Air terjun Gegas dengan airnya yang jernih dan dikelilingi pepohonan hijau menambah asri dan indah air terjun ini selain itu air terjun Gegas juga mempunyai ketinggian yang cukup fantastik dengan total tinggi sekitar 75an meter yang terbagi menjadi 2 tingkat akan tetapi pada tingkat bagian bawah tidak terlihat jelas karena tertutup semak belukar. Kami sangat menikmati keindahan air terjun Gegas dengan mencuci muka dengan airnya yang bersih bak air yang telah melalui proses dengan WTP (Water Treatment Plant) dan berphoto ria.

Selanjutnya kami menuju ke air terjun Gunung Nyawe. Dari air terjun Gegas kami putar balik kembali ke tempat semula kami memarkir kendaraan. Karena perjalanan menuju air terjun Gunung Nyawe masih berupa jalan tanah dan susah untuk dilalui kendaraan bukan motor trail maka kami putuskan untuk meninggalkan kendaraan kami di tempat kami parkir.

Kami berjalan kaki menuju air terjun Gunung Nyawe dan setelah kami berjalan sekitar 300 meter ada seorang ibu setengah baya yang mencegat kami dan minta uang masuk sebesar Rp.5.000,- per orang lalu sekitar 400 meter kemudian ada sebuah pondok kayu dengan beberapa pemuda dan meminta uang masuk lagi sebesar Rp.5.000,- per orang dan terakhir menjelang 100 meter dari air terjun ada lagi ibu separuh baya dan seorang kaki yang minta uang masuk sebesar Rp.5.000,- per orang. Jadi dalam jarak sekitar 800 meter ada 3 kali pungutan dengan total sebesar Rp.15.000,- per orang. Menurut saya dengan kondisi jalan tanah, becek dan tanpa ada upaya perbaikan apapun sangat kurang pas bila ada pungutan sebesar itu dan apalagi tidak jelas ke mana dan untuk apa uang tersebut.

Keindahan air terjun Gunung Nyawe sangat menakjubkan dan siapapun yang melihatnya pasti terkesima. Air terjun dengan ketinggian mencapai 80 meter dengan airnya yang jatuh lurus ke bawah membentuk danau sehingga dapat digunakan untuk berenang. Tebing batu berwarna coklat kekuningan, hamparan rumput hijau dan rindangnya pepohonan disekitarnya menambah pesona keindahan air terjun Gunung Nyawe sangat memikat hati setiap orang. Bahkan keindahan air terjun ini pernah dijadikan lokasi syuting program TV nasional dan film nasional.

Keindahan kedua air terjun yang berada di desa Talang Sejemput sangat potensial dijadikan obyek wisata kabupaten Lahat. Apalagi dari sisi jarak air terjun dengan desa sangat dekat dan jarak dengan ibukota kabupaten juga relatif tidak jauh hanya sekitar 20 km. Jalan dari ibukota kabupaten juga sudah ada tinggal memperbaiki jalan dari desa menuju kedua air terjun dan fasilitas pendukung lainnya seperti toilet dan gazebo.

Kalau saja hal ini menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Lahat untuk membangun pariwisata seiring dengan telah ditetapkannya Kabupaten Lahat sebagai Kawasan Strategi Pariwisata Propinsi (KSPP) bersama 4 kabupaten/kota lainnya di Sumatera Selatan dari 17 kabupaten/kota yang ada di propinsi Sumatera Selatan.

Jika hal ini terwujud dengan baik maka kedua air terjun akan menjadi obyek wisata yang bagus dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa khususnya yang terdekat dengan air terjun. Masyarakat dapat menjual makanan, minuman dan oleh-oleh bahkan dapat menyewakan rumah mereka menjadi homestay bagi pengunjung yang berasal dari luar Lahat.

Semoga hal ini akan terwujud dan julukan Lahat sebagi Bumi Seratus Air Terjun akan terus menggema di seantero Indonesia.(Mario Andramartik)

Selasa, 12 September 2017

"SEMIDANG RINDU Air terjun di negeri di atas awan" Jelajah Negeri Mengenal Alam


Keindahan panorama  alam kabupaten Lahat tak pernah akan habis untuk di explore. Saat ini telah terdata 131 air terjun di Kabupaten Lahat dengan ketinggian dan keindahan yang bervariasi. Dalam kurun waktu 5 tahun ini Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata “Panoramic of Lahat” tak henti-hentinya mendata potensi alam dan budaya Kabupaten Lahat. Dan yang telah diakui secara nasional adalah megalitik. Pada tahun 2012 Panoramic of Lahat telah mendapat rekor MURI sebagai Kolektor Data Megalitik Terbanyak se Indonesia. Dan kali ini Panoramic of Lahat juga telah medaftarkan air terjun Kabupaten Lahat sebagai air terjun terbanyak se Indonesia.

Kali ini tim Panoramic of Lahat melanjutkan penjelajahan ke air terjun Semidang Rindu di Desa Tunggul Bute Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat. Untuk menuju ke air terjun ini dari Kota Lahat dapat menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Dari Kota Lahat ke arah Kota Pagaralam dan dipertigaan simpang Asam di kilometer 33 dari Kota Lahat belok ke kiri ke arah Kota Agung/Semendo lalu di desa Sukarame belok kanan. Setelah perjalanan 3 km di pertigaan desa Pandan Ara Ulu belok ke kiri dan menyusuri jalan berbatu menuju desa Tunggul Bute. Dari sini perjalanan menanjak menyisir tepi tebing di ketinggian 1.400an mdpl. Sering kali kami harus membunyikan klakson di setiap tikungan tajam untuk menghindari tabrakan karena jalan sangat sempit. Jalanan terus mendaki dengan pemandangan di sebelah kanan berupa tebing dan di sebelah kiri berupa jurang dengan  hamparan perkebunan kopi di lereng Bukit Barisan.  

Setelah melakukan perjalanan sejauh 10 km tibalah di batas desa Tunggul Bute dan di sebelah kiri jalan terlihat jelas pemberitahuan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dan Air Terjun Semindang Rindu. Kendaraan kami berhenti disini dan kami melanjutkan perjalanan berjalan kaki sejauh 200 meter menyusuri kebun kopi. Jika menggunakan kendaraan roda dua dapat parkir tepat di atas air terjun dan dilanjutkan dengan jalan menuruni sekitar 50 anak tangga lalu menyusuri sungai sejauh 20 meter dan akan menikmati keindahan air terjun Semidang Rindu dengan ketinggian sekitar 15 meter. Air terjun ini sangat alami dengan airnya yang sangat jernih membentuk danau kecil dibawahnya. Air terjun ini disebut Air Terjun Semidang Rindu Atas.

Sedang untuk menikmati Air Terjun Semidang Rindu Bawah maka kami kembali berjalan menaiki tangga dan kembali ke atas air terjun lalu berjalan sekitar 20 meter dan menuruni puluhan anak tangga yang terbuat dari plat baja dengan kemiringan mencapai 80 derajat. Di samping anak tangga terdapat pipa baja berwarna biru dengan diameter sekitar 30 cm sebagai sarana untuk mengalirkan air untuk membangkitkan generator dibawahnya. Yach air terjun Semidang Rindu Bawah telah berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dengan kapasitas produksi listrik sekitar 1 megawatt yang telah menerangi Desa Tunggul Bute di Kabupaten Lahat dan Desa Segamit di Kabupaten Muara Enim.

Air Terjun Semidang Rindu Bawah memiliki ketinggian sekitar 25 meter sehingga membentuk danau lebih besar di banding air terjun diatasnya. Airnya yang jernih sangat menggoda untuk berenang menikmati sejuknya air dan udara di negeri di atas awan. Di bagian air terjun ini juga terdapat gua yang belum diketahui kedalamannya.

Kami sangat menikmati suasana dan keindahan air terjun ini sehingga kami cukup lama untuk mengabadikan keindahan air terjun ini dengan kamera kami. Dan kamipun sempat berpose dengan latar belakang air terjun. Selain keindahan air terjun, hijaunya pepohonan di kawasan ini sangat menyejukkan hati dan pikiran.

Pada aliran sungai ini selain terdapat air terjun Semidang Rindu Atas dan Bawah juga terdapat air terjun Bale yang telah kami kunjungi pada waktu sebelumnya. Jadi saat ini pada aliran sungai ini terdapat 3 air terjun.

Setelah puas menikmati keindahan kedua air terjun kami kembali ke atas menaiki satu per satu anak tangga lalu dilanjutkan berjalan kaki. Jalan sedikit menanjak tapi tidak membuat kami lelah bahkan kami nikmati dengan mengambil photo bunga kopi yang sedang mekar berwarna putih. Kemudian kami beristirahat di sebuah warung dan menikmati kopi robusta asli desa Tunggul Bute. Kamipun sempat membantu pemilik warung kopi mengumpulkan biji kopi yang sedang dijemur menjadi satu tumpukkan lalu ditutup terpal agar terhindar dari hujan. Karena di Desa Tunggul Bute dengan ketinggian di atas 1.400 mdpl curah hujan sangat tinggi bahkan disini jarang terlihat matahari bersinar terik akan tetapi lebih sering terlihat kabut, maka tidak heran desa ini disebut juga negeri di atas awang.

Perjalanan kami selanjutnya adalah menuju sebuah danau di Desa Segamit Kecamatan Semendo Kabupaten Muara Enim yang berjarak sekitar 15 km dari desa Tunggul Bute. Jalanan berbatu tanpa aspal dengan lebar sekitar 22 meter, datar  dan sangat nyaman untuk dilalui. Danau Seduduk terletak sekitar 100 meter dari jalan utama. Sebuah danau yang cukup luas yang terletak di perbukitan gugusan Bukit Barisan dengan ketinggian di atas 1.500 mdpl. Di sini terlihat banyak orang memancing ikan. Danau ini masih sangat alami dan belum sama sekali ada sentuhan untuk dijadikan destinasi wisata.


Di kawasan ini juga sekarang sedang dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau Geothermal. Semoga pembangunan ini akan berhasil dan nantinya akan membantu pengembangan kawasan ini menjadi destinasi pariwisata yang juga akan berdampak positif bagi perekonomian masyarakat dan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lahat.

Jumat, 02 Juni 2017

SEJARAH PALEMBANG


Imperium Sriwijaya nyaris terlupakan dari sejarah Nusantara. Kebesarannya sempat terhapus . Adalah peneliti asal Perancis George Coedes yang berjasa mengungkapkan kembali kejayaannya melalui penelitiannya tahun 1918.
Coedes berhasil menemukan kode kuncinya lewat kata “San-fo-ts’i’’ yang banyak tercantum dalam naskah-naskah Cina, seperti laporan perjalanan I Tsing, pengelana besar dari Tiongkok abad ke-7 M. Sebelumnya “San-fo-ts’I” dibaca sebagai “Sribhoja”, yang merujuk pada satu kerajaan Melayu tua yang tak jelas riwayatnya. Coedes untuk kali pertama membaca kata-kata Cina itu sebagai Sriwijaya. Bahkan, berdasar telaahnya atas Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Bangka 1898, Coedes mengidentifikasi bahwa Kedatuan (istana) Sriwijaja ada di Kota Palembang. Teori Coedes itu makin tak terbantahkan dengan penemuan prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo di Palembang di tahun 1920.
Lokasi Kedatuan Sriwijaya diperkirakan ada di antara Bukit Siguntang dan Sabokingking, Palembang. Embrio Sriwijaya telah tumbuh sejak awal abad ke-6 di Palembang. Namun, Kebesaran Sriwijaya setidaknya mulai terpancar tahun 671, ketika I-tsing berkunjung ke ibukota negeri maritim itu yang bertahta di sana saat itu adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Prasasti Bukit Kapur menyebutkan bahwa sang prabu berhasil menaklukkan Kerajaan Menanga di Tanah Melayu, Taruma Negara (Sunda), dan Kalinga (Jawa). Raja berikutnya, Sri Indrawarman, punya visi diplomatik  yang canggih. Ia mengirimkan utusan ke Kaisar China di Beijing, juga kepada Khalifah Ummayah I di Damaskus. Sang raja ingin menjalin hubungan yang bersahabat. Begitu halnya dengan Rudra Vikraman, yang naik tahta tahun 728, tetap menjalin hubungan dengan Cina. Tradisi itu berlanjut hingga Sriwijaya runtuh. Sejak era Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Sriwijaya sudah menguasai jalur perdagangan regional. Kerajaan maritim ini mengontrol Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Karimata dan Laut Jawa.
Pada masa kejayaannya, Sriwijaya mendominasi Asia Tenggara, dan menguasai wilayah Thailand Selatan hingga Kamboja. Sejarah juga mencatat bahwa Sriwijaya sempat mengirim ekspedisi menyeberangi samudera hingga ke Madagaskar. Penguasa Sriwijaya adalah pemeluk Budha. Mereka sering disebut Wangsa Syailendra. Namun, sejak tahun 743 hingga 835, kekuasaan di Kedatuan Palembang kosong. Para sejarawan menafsirkan bahwa k
eluarga Syailendra ini hijrah ke Jawa dan mengontrol pemerintahannya dari Jawa tengah. Dalam kurun itulah mereka berhasil membangun Candi Borobudur yang megah. Kemelut politik di Jawa membuat wangsa Syailendra memilih kembali ke Palembang di tahun 835. Balaputeradewa pun tampil melanjutkan kekuasaan dinastinya. Kebesaran Sriwijaya kembali menjulang sampai satu setengah abad depan. Para pengelana Cina melaporkan bahwa keperkasaan Sriwijaya saat itu terpancang di Kerajaan Trengganu, Langkasuka, Dungun, Sungai Paka, Cheratin, Semawe – semua ada di semenanjung Malaya; kemudian Trambalingga dan Grahi di Thailand Selatan, Jambi, Lamuri di Aceh, hingga Sunda dan Silan (Kamboja).


Namun, dalam perkembangannya, pamor Sriwijaya berangsur surut. Serbuan Rajendra Cola Dewa, Raja Cola dari Tamil, India, membuat Sriwijaya ambruk tahun 1025. Raja Cola tak menduduki kedatuan Sriwijaya, dan tidak pula menempatkan wakilnya di sana. Targetnya sebatas untuk mengakhiri hegemoni Sriwijaya di Selat Malaka pun tercapai. Serangan tentara Tamil itu membuat Sriwijaya sulit bangkit. Dalam situasi ini muncul kekuatan baru, Kerajaan Dharmasraya di Jambi, yang berkedudukan di tepian Sungai Batanghari. Kedatuan Melayu ini dikuasai oleh Wangsa Mauli . Menjelang akhir abad 12 M, Kedatuan Sriwijaya yang sudah berganti nama menjadi Palembang menjadi negeri bawahan Jambi. Sejarah terus bergerak. Hegemoni Dharmasraya tergeser oleh kekuatan baru dari Jawa. Palembang jatuh di bawah pengaruh Singasari 1283, dan kemudian berpindah tangan ke imperium maritim Jawa berikutnya, yakni Majapahit. Tak mau berada di bawah panji Majapahit, Sang Nila Utama, Raja terakhir Sriwijaya, memilih hijrah ke Pulau Bintan dan membangun kekuatan di sana. Setelah cukup kuat, Sang Nila pun menyerang Tumasik (Singapura), dan menyingkirkan Tumagi, “gubernur” yang mewakili Kerajaan Ayuttha dari Thailand. Penerus wangsa Sriwijaya ini bertahan hingga empat generasi, sampai kemudian Sang Parameswara, cicit dari Raja Sang Nila Utama, memindahkan kekuasaannya ke Malaka, di Semenanjung Malaya pada tahun 1402, menghindari gesekan dengan Majapahit. Ketika itu di pesisir Timur Aceh itu telah tumbuh pula kekuatan baru : Kerajaan Islam Samudera Pasai. Prameswara memilih berdamai dengan Pasai. Ia pun memeluk Islam, menyunting salah satu puteri Raja Pasai, lantas menobatkan dirinya sebagai Sultan Iskandar Syah. Palembang sendiri tetap menjadi bandar yang hidup. Namun, Majapahit ternyata tak mengelola Palembang dengan sungguh-sungguh sehingga kota ini sempat pula jatuh ke tangan pendatang Cina di bawah pimpinan Chen Tsu-I di tahun 1370. Chen adalah saudagar kaya dari Guangzhou yang lari ke Palembang karena urusan politik. Dengan kekuatan harta dan laskarnya, Cheng menjadi penguasa Palembang, dan ia mencoba mengontrol Selat Malaka dengan armada lautnya. Aksi kekerasan oleh kaki tangannya membuat Chen dikenal sebagai bos perompak Cina yang berpangkalan di Palembang. Adalah ekspedisi Cheng Ho 1407 yang mengakhiri petualangan Chen Tsu-I. Kekuatan militernya dihancurkan dan Chen diboyong pulang ke Cina untuk menjalani hukuman mati. Cheng Ho mengangkat salah satu anak Chen sebagai kepala perwakilan dagang resmi Kerajaan Cina di Palembang. Situasi beranjak aman. Dalam kevakuman ini lahir penguasa baru di Palembang dan dikenal sebagai Sultan Mugni. Ia memimpin daerah yang plural. Di sana ada komunitas Melayu, Jawa, Cina, dan dalam jumlah terbatas ada pula orang Arab dan India. Namun, Majapahit tak melepas klaimnya atas Palembang. Setelah kemelut internnya mereda, Raja Brawijaya Kertabumi mengirim Arya Damar ke Palembang sebagai raja muda (adipati) tahun 1445. Untuk menghindari ketegangan, Arya Damar menempuh jalan damai. Ia mendekati Sultan Mugni, memeluk Islam, bahkan menyunting Puteri Semindung Biduk, anak kesayangan Sang Sultan. Berikutnya, Sultan Mugni yang telah berusia lanjut mengangkat Arya Damar menjadi penguasa Palembang. Ia berganti nama menjadi Arya Dilah (dari kata Andillah). Ia dipercaya mengasuh Raden Fatah, salah satu putera rajaMajapahit, di Palembang dan menjadikannya sebagai Muslim. Dari jauh, Arya Dillah menyaksikan pamor Majapahit memudar. Sebelum runtuh, Arya Damar mengirim Raden Fatah pulang ke Jawa. Atas seizin Raja, R. Fatah membangun kota di Demak, Jawa Tengah. Akhirnya, suratan nasib membawa Raden Fatah menjadi penguasa Jawa setelah Majapahit ambruk. Ia dinobatkan sebagai raja dengan gelar Sultan Syeh Akbar Al Fatah, dan bertahta di Keraton Demak Bintoro 1500-1518. Klaim atas Palembang tidak pernah ia lepaskan. Ia berniat mengirim puteranya Pati Unus ke Palembang sebagai adipati, namun sang pangeran gugur dalam misi penyerbuan ke Malaka, memerangi kolonialis Portugis. Sepeninggal Arya Damar, Palembang dipimpin oleh Karang Widara. Kekuasaan Demak berlangsung singkat saja dan berujung perang suksesi antara Arya Penangsang (penguasa Jipang) dan Hadiwijaya (penguasa Pajang). Arya Penangsang terbunuh. Hadiwijaya membangun kekuasaan yang sinkretis di Pajang — dan berlanjut ke Mataram. Sejumlah pengikut Arya Penangsang menyingkir ke Palembang. Mereka membangun kerajaan Islam di situ.



Kesultanan Palembang

Penguasa pertama di situ adalah Ki Gede Ing Suro. Ia mendarat di Palembang 1552. Setelah 17 tahun berkuasa, ia digantikan keponakannya karena tak punya anak lelaki. Penguasa baru ini juga bergelar Ki Gede Ing Suro. Dinasti Suro membangun keraton di suatu lokasi yang kini dikenal sebagai Kuto Gawang. Selama berkuasa di Palembang hingga 1823, Dinasti Suro itu meninggalkan empat situs keraton, yakni Kuta Gawang, Beringin Janggut, Kuta Tengkuruk, dan situs Kuta Besak yang hingga kini masih utuh, terletak di jantung kota Palembang Pengaruh tradisi keraton Jawa masih melekat pada Dinasti Suro. Kerajaan Palembang juga menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Mataram di Jawa. Maka, nama-nama penguasa Palembang pun masih berbau Jawa seperti Ki Mas Adipati, Pangeran Madi Alit, atau Pangeran Seda Ing Pura. Namun, dalam perjalannya Kerajaan Palembang melepas identitas kejawaannya, seraya mendeklarasikan sebagai kerajaan Islam pada tahun 1675 dengan nama Kesultanan Palembang Darussalam. Keengganan Mataram membantu Palembang memerangi Belanda turut mempercepat proses ini. Deklarasi Kesultanan Palembang dilakukan Sri Susuhunan Aburahman Cinde Walang yang bertahta antara 1659-1706. Para penerus tahtanya kemudian hari menyandang gelar sultan dengan nama Islam di belakangnya. Pengaruh budaya Arab dan Melayu menguat. Pada masa kejayaannya, kekuasaan Kesultanan Palembang juga hadir di pedalaman, bahkan hingga Lubuk Linggau. Di sana ada kepala daerah yang bergelar Dipati, yang membawahi para kepala adat yang disebut pasirah. Hubungan pusat dan pedalaman dilalukan melalui jalur sungai. Kesultanan Palembang pun memiliki aturan baku untuk tata pemerintahannya, yang tertuang dalamKitab Simbur Cahaya, yang ditulis dalam Bahasa Melayu di era pemerintahan Ratu Sinuhun 1639-1650. Dalam perjalanannya Simbur Cahaya ini mengalami beberapa kali perubahan sesuai perkembangan zaman. Pada edisi terakhir yang terbit abad 19, Simbur Cahaya telah mengatur pula tentang proses perkawinan yang lebih murah. Sultan-sultan Palembang ini umumnya enggan berkolaborasi dengan Belanda maupun Inggris. Gerak para pedagang asing dari Arab, Cina dan India amat dibatasi, termasuk perusahaan Belanda dan Inggris yang datang dengan membawa pengawal bersenjata.  Orang asing hanya diijinkan menggelar usaha dan bermukim di Seberang Ulu. Kawasan Ilir hanya untuk keluarga istana, pangeran, bangsawan, mantri (punggawa yang hanya diangkat oleh sultan), dan penduduk yang terikat hubungan patron-klien dengan para bangsawan. Kalau pun ada pengecualian, hanya berlaku bagi orang Arab yang menjadi guru spiritual keluarga istana (umumnya orang Arab), dan orang Arab serta Cina yang diangkat sultan sebagai mantri. Sikap keras Kesultanan Palembang itu menciptakan ketegangan dengan kaum kolonial Belanda. Konflik bersenjata beberapa kali terjadi. Sultan Mahmud Badaruddin II (1767-1852) melanjutkan tradisi dinastinya yang tak mau tunduk dengan kekuatan kolonial Barat. Ia menyelesaikan bangunan benteng besar dengan tembok setebal 1,9 meter, yang dirintis pendahulunya, untuk melawan kekuatan kolonial Barat. Bangunan besar itu kini dikenal sebagai Benteng Kuto Besak yang di pusat kota Palembang. Perang terbuka pun pecah. Setelah tiga kali melakukan serangan, serdadu Belanda akhirnya menundukkan tentara Palembang. Sultan diasingkan ke Bandaneira (Maluku) dan kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam dihapus sejak 1823. Selanjutnya, Sumatera Selatan sepenuhnya di bawah kendali Residen Belanda yang bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal.

Era Baru

Kehadiran Pemerintah Kolonial Hindia Belanda itu sontak mengubah struktur sosial di Palembang. Pengaruh para bangsawan merosot setelah mereka kehilangan hak-hak istimewa atas tanah pertanian, perniagaan, dan cukai. Sebagian besar mereka jatuh miskin, uang tunjangan yang diberikan pemerintah kolonial sebagai kompensasi atas penghapusan hak-hak istiwewa sama sekali tidak memadai. Tatanan berubah total. Di Palembang muncul kelas menengah baru, yakni para saudagar Arab dan Tionghoa. Mereka menggantikan posisi para priayi. Runtuhnya Kesultanan membuat saudagar Arab dan Cina  lebih leluasa memilih tempat tinggal. Rumah-rumah mereka tersebar di banyak kampung dengan bentuk bangunan mentereng dan dibuat dengan kayu-kayu nomor satu. Beberapa dari mereka membangun rumah tembok, hal yang ditabukan di zaman Kasultanan Palembang. Penduduk pribumi yang sukses secara ekonomi juga ikut mendobrak adat lama itu dengan membangun rumah-rumah yang mentereng. Dalam mengelola pemerintahan, Kolonial Belanda masih memanfaatkan struktur lama, dengan pasirah yang memimpin marganya di dusun masing-masing. Di atas mereka ada demang yang berada di bawah pengawasan kontrolir Belanda. Selanjutnya para kontrolir bertanggung jawab kepada residen. Dalam kepemimpinan marga ini, pasirah didampingi khatib dan lebai yang otoritasnya di bersandar pada tradisi Islam. Dengan makin terbukanya wilayah ini, Karesidenan Palembang pun dibagi menjadi 9afdeeling (semacam kabupaten di Jawa). Namun, berbeda dari pola Jawa, afdeeling Palembang tak memerlukan pejabat tradisional setingkat bupati. Afdeeling di daerah Palembang hanya dipimpin oleh pejabat kolonial dengan predikat Asisten Residen, yang ke atas bertanggung jawab pada residen, dan ke bawah memimpin sejumlah kontrolir.Tradisi Islam menjadi unsur penting dalam tatanan  masyarakat Sumatera Selatan, baik di Kota Palembang maupun didaerah pedalaman ilir dan ulu.  Maka Pemerintah Hindia Belanda perlu mengangkat Pangeran Penghulu (dari keluarga Sultan) sebagai pejabat pemangkuadat. Ia menyeleksi dan menyesahkan khatib serta lebai yang antara lain bertugas memudahkan pernikahan. Mahalnya biaya nikah dianggap menjadi pangkal rendahnya pertumbuhan penduduk. Ketika Sultan Mahmud Badaruddin II bertahta di awal abad 19, penduduk Kesultanan Palembang diperkiran baru sekitar 300.000 jiwa. Pemerintah Hindia Belanda tak banyak membuka investasi di Karesidenan Palembang hampir di sepanjang abad 19. Kehadirannya lebih untuk mengamankan pertambangan timah di Bangka yang kemudian melebar ke Belitung. Perhatiannya atas  wilayah di luar Jawa relatif tidak terlalu besar sampai menjelang pergantian abad 19 ke 20. Investasi pemerintah ketika itu diarahkan ke pengembangan infrastruktur ekonomi di Jawa yang mengalami booming pasca pemberlakukan kebijakan tanam paksa (cultuur stelsel). Perekonomian Karesidenan Palembang mulai menggeliat dengan tumbuhnya industri minyak. Eksplorasi produksi dimotori oleh perusahaan swasta Nederlandsche Indische Exploratie Maatschappij tahun 1895, yang mengelola ladang di daerah Banyuasin dan Jambi. Dengan makin meluas areal konsesi di tangannya, swata ini pun menggandeng perusahaan negara NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij atau Royal Dutch Petroleum , membentuk kongsiSumatera–Palembang Petroleum Maatschappij. Selain memproduksi minyak mentah, kongsian ini membangun kilang mini di Bayung Lincir. Sementara itu ladang-ladang minyak di Lematang Ilir dan Muara Enim dikelola oleh Muara Enim PetroleumMaatschappij. Ladang-ladang minyak baru kemudian ditemukan beberapa tempat. Jalan-jalan darat pun dibangun menuju ke depot-depot minyak mentah itu. Dengan meruahnya minyak mentah ini, dibangunlah sebuah kilang besar di Plaju, dan kilang itu mulai beroperasi tahun 1900. Industri pengolahan minyak itu dikelola oleh perusahan patunganRoyal Dutch dan Shell, perusahaan swasta Belanda yang di kemudian hari tumbuh sebagai raksasa minyak dunia. Kilang Plaju saja tidak cukup. Maka, Stanvac membuka kilang baru di Sungai Gerong, 1926. Booming minyak itu kemudian mendorong Pemerintah Hindia Belanda membangun Palembang menjadi kota modern di awal abad 20. Kebun karet yang kini menjadi komoditas unggulan di Sumsel juga baru muncul awal abad 20, tidak lama setelah tanaman bergetah itu dibudidayakan di Sumatera Timur 1902. Perkebunan lalu menjamur memanfaatkan bekas lahan perkebunan tembakau yang telah gagal secara bisnis. Rakyat tidak mau ketinggalan. Mereka menanamnya untuk mengisi sebagian lahannya yang diusahakan secara berpindah-pindah itu, dan ternyata hasilnya bagus. Tumbuhlah perkebunan rakyat di Karesidenan Palembang. Kelapa sawit sebetulnya hadir dulu di Sumsel. Namun, uji coba budidayanya gagal memberikan hasil yang memadai. Maka, setelah minyak bumi dan karet, komoditas andalan Sumsel di permukaan abad 20 adalah batu bara yang mulai digali 1918 dari Tanjung Enim. Bersama dengan kopi, yang telah dibudidayakan secara terbatas di daerah Lahat, Lubuk Linggau serta Pagar Alam, minyak bumi, batu bara, dan karet adalah penggerak ekonomi Sumsel sejak awal abad 20. 

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 pun mengantar Karesidenan Palembang sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia. Dalam perjalanannya, Karesidenan Palembang pun berubah status menjadi Provinsi Sumatera Selatan. Sesuai potensinya, Sumsel cepat tumbuh menjadi sentra industri yang penting di Indonesia. Palembang muncul sebagai kota utama, dan diperkuat dengan ikon khas Jembatan Ampera, yang ketika diresmikan 1965, merupakan jembatan terpanjang di Indonesia. Industri pengolahan minyak di Plaju terus tumbuh dan menjadi kilang utama nasional. Pupuk Sriwijaya yang mulai beroperasi 1963 menjadi tonggak bagi lahirnya industri petrokimia domestik. Karet hasil perkebunan besar dan kebunan rakyat pun memasok bagian besar dari kebutuhan karet nasional. Bisnis hutan tanaman industri (HTI) pun tumbuh secara masif sejak dekade 1990-an di Sumsel, hingga membuat provinsi ini menjadi daerah yang penting bagi industri pulp dan kertas nasional. Berbarengan dengan itu, tanaman kelapa sawit, yang diusahakan oleh rakyat maupun perkebunan besar, semakin luas, dan melahirkan banyak industri di hilir. Satu hal lagi yang sering luput dari perhatian, bahwa Sumsel adalah produsen kopi terbesar di Indonesia. Kota-kota di Sumsel tumbuh menjadi kota modern. Palembang lantas terlahir kembali sebagai bandar internasional. Bahkan, sejak 2005 Pemerintah menetapkan ‘’Mahkota Rawa Palembang’’ sebagai Kota Wisata Air. Palembang akan didorong untuk bersaing dengan Bangkok dan Phnompenh sebagai kota yang mempesona dengan panorama airnya


Rabu, 31 Mei 2017

Mario Andramartik Kembali Terima Penghargaan


Upaya Mario Andramartik dalam mempromosikan sektor pariwisata khususnya di Bumi Seganti Setungguan secara mandiri dan berkelanjutan terus mendapat apresiasi dari berbagai pihak.
Rabu (24/5) lalu bertempat di Hotel Aryaduta Palembang, salah seorang putra kebanggaan Lahat ini kembali menerima penghargaan, yang kali ini dipersembahkan oleh Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Sumatera Selatan (Sumsel), untuk kategori "Pejuang Pariwisata Mandiri" di Kabupaten Lahat.
Penghargaan bergengsi ini diraih oleh Mario bersamaan dengan penghargaan yang dipersembahkan bagi sejumlah tokoh lainnya, diantaranya Gubernur Sumsel H. Alex Noerdin, Anggota Komisi X DPR RI Hj. Sri Meliana, Walikota Palembang Harnojoyo, Walikota Lubuk Linggau Putra Prana Sohe, Bupati Muaraenim Muzakir Sai Sohar, dan Walikota Pagaralam Ida Fitriati. 
Mario Andramartik, usai menerima penghargaan mengungkapkan terkesan dengan apresiasi yang baru saja diberikan kepadanya itu.
Menurutnya, sebagai putra daerah, sudah menjadi kewajibannya mempromosikan destinasi dan objek pariwisata yang ada di Kabupaten Lahat. Terlebih dikatakannya, Kabupaten Lahat menyimpan begitu banyak destinasi dan objek wisata, bahkan diperkirakan masih banyak pula yang masih tersembunyi.
"Kita punya benda megalit terbanyak di Indonesia, jumlahnya ada ribuan dan sudah dikukuhkan dalam rekor MURI. Juga air terjun, kita punya ratusan destinasi dan jumlah ini sudah disetujui oleh MURI sebagai terbanyak di Indonesia. Selain itu, kita memiliki destinasi wisata sungai yang cocok untuk rafting, Bukit Serelo dan Bukit Besak yang cocok untuk olahraga paralayang, dan masih banyak lagi," urai pria yang juga mengetuai Panoramic of Lahat ini.
Nah, destinasi dan objek wisata yang ada itu tentu memerlukan promosi yang optimal. Sebab, menurut Mario, berbicara pariwisata adalah juga berbicara ekonomi. Dimana, jika sektor pariwisata itu dikembangkan dengan baik maka dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ekonomi daerah tujuan wisata.
Misalnya ujar Mario, kunjungan wisatawan ke suatu tempat tujuan wisata. Untuk mencapai tujuan, tentunya memerlukan sarana transportasi. Nah, ini keuntungan bagi penyedia jasa transportasi.
Di perjalanan, bukan tidak mungkin wisatawan mampir untuk membeli makanan khas tradisional yang ada di tepian jalan lintas, lagi ini keuntungan bagi para pedagang kuliner lokal. 
"Sesampainya di tempat tujuan, para pengunjung mungkin akan membeli souvenir atau cinderamata, dan lagi ini keuntungan bagi masyarakat lokal yang menyediakan souvenir. Artinya, pengembangan pariwisata sangat erat kaitannya dengan ekonomi," jelasnya.
Mario berharap, pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Lahat kedepan dapat lebih maksimal dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada.
Disamping membangun sarana penunjang seperti infrastruktur jalan menuju lokasi objek wisata dan melakukan sejumlah renovasi terhadap sarana dan prasarana yang sudah ada, sebagaimana telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lahat sejauh ini, juga perlu dilakukan upaya lainnya.
Salah satunya, disarankan Mario, perlu dibuatkannya peta geografis potensi wisata yang ada di Kabupaten Lahat, yang menampilkan secara detail lokasi-lokasi sebaran destinasi dan objek wisata bagi para calon pengunjung.
"Peta geografis nanti dapat kita pajang di gerbang atau pintu masuk Kabupaten Lahat. Sehingga, setiap orang yang masuk Kabupaten Lahat tahu apa saja dan di mana lokasi sebaran destinasi dan objek wisata yang ada di Bumi Seganti Setungguan,"terangnya.(Ehdi Amin,Sripo.com)

Kamis, 11 Mei 2017

BUMI BUKAN HANYA UNTUK HARI INI


Ketika kita berada di Kebun Raya Bogor betapa kita merasakan segarnya udara. Sejauh mata memandang hamparan rumput  dan pohon-pohon bahkan banyak pohon yang telah berusia ratusan tahun.

Di beberapa kota seperti Bandung dan Lahat dimana berdiri dengan kokoh pohon-pohon mahoni dan trembesi yang berumur ratusan tahun yang ditanam di masa Belanda. Bandung dan Lahat merupakan 2 kota di Indonesia yang masih banyak menyisakan pohon-pohon mahoni dan trembesi berukuran raksasa. Ketika kita berada di jalan Cipaganti, Bandung atau jalan Sai Sohar, Lahat terasa betapa rindangnya kawasan ini.

Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10 cm atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,50 meter di atas permukaan tanah. Kita sangat membutuhkan pohon dalam berbagai hal seperti pohon mengeluarkan O2 untuk kita bernafas, untuk kita berteduh ketika panas atau hujan, untuk menyimpang air tanah, untuk mencegah longsor dan manfaat lainnya.  Sebagai contoh sebuah pohon trembesi mampu menyerap 28 ton Co2 pertahunnya, pohon trembesi yang ditanam di lahan satu hektar dapat mengikat 0,6 ton O2 (Oksigen) perhari. Pohon ini unggul menanggulangi banjir , mampu menyimpan 900 meter kubik air juga menyalurkan 4.000 liter air perhari.  Selain sebagai tanaman penghijauan, akar Trembesi dapat digunakan sebagai obat tambahan saat mandi air hangat untuk mencegah kanker. Ekstrak daun trembesi dapat menghambat pertumbuhan mikrobakterium Tuberculosis yang dapat menyebabkan sakit perut. Trembesi juga dapat digunakan sebagai obat flu, sakit kepala dan penyakit usus.

Kita harus peduli dengan pohon karena berdasarkan survey di seluruh hutan di dunia, area pohon seluas 36 lapangan sepak bola hancur setiap menitnya. Dari udara yang kita hirup sampai kertas untuk kita menulis, sebuah masa depan yang cerah bergantung pada hutan kita. Beberapa alasan mengapa kita perlu peduli dengan pohon, sekarang untuk perubahan yang lebih baik!

1. Kita butuh pohon untuk bernapas
Kita bisa berada dalam masalah besar tanpa adanya pohon kita. Pohon mengubah karbondioksida dari atmosfir dan melepas oksigen melalui sebuah proses yang disebut fotosintesis. Pada dasarnya, seluruh makhluk hidup di bumi membutuhkan oksigen untuk bernapas dan hutan menjalankan sebuah peran yang sangat penting dalam siklus oksigen global yang kompleks. Deforestasi dan degradasi hutan menjadi suatu ancaman bagi kualitas udara kita, dan berkontribusi hingga 15% dari emisi gas rumah kaca global.

2. Pohon mengatur iklim kita dan membantu memerangi perubahan iklim
Pohon membantu mengatur perubahan iklim. Mereka berperan melakukan isolasi untuk planet ini dan membantu untuk menjaga suhu bumi agar senantiasa konsisten. Hutan tropis adalah penyerap karbon terbesar di bumi. Setiap tahunnya, hutan tropis menyimpan sekitar 2.8 miliar ton karbon—setara dengan dua kali emisi CO2 dari Amerika Serikat. Ketika pohon habis, tidak hanya CO2 yang terlepas ke atmosfer, namun hanya ada sedikit pohon yang menyerap gas rumah kaca. Perubahan iklim akan meningkatkan kemungkinan terjadinya cuaca ekstrim. Melindungi hutan kita dari deforestasi dapat membantu membatasi dampak dan tingkat keparahan bencana alam. Menyelematkan pohon berarti menyelamatkan nyawa.

3. Pohon menghasilkan air
Pohon merupakan komponen yang sangat penting dalam siklus air. 75% air dunia berasal dari hutan, yang melembabkan udara melalui suatu proses. Air yang terkandung dalam udara bergerak ke dalam dan jatuh yang sebagai hujan, yang akan menjaga perkembangan tumbuhan dan pertumbuhan pohon. Tanpa proses ini, daerah-daerah yang luas termasuk kota dan lahan pertanian akan jauh lebih kering. Hutan juga membantu mengurangi resiko banjir dengan memperlambat laju air hujan yang mengalir dari pegunungan ke sungai, membantu tanah menyerap air dan melepaskannya perlahan ke dalam suatu tempat penyimpanan. Dengan proses ini pula, pohon dapat membantu meningkatkan kualitas air dan mengurangi erosi tanah. Manfaat-manfaat ini menjelaskan bahwa pohon dan hutan dapat membantu kita untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, dan bukan hanya mengurangi besarnya perubahan iklim.

4. Manusia dan hewan bergantung pada hutan
Hutan adalah rumah bagi lebih dari setengah spesies tumbuhan dan hewan di dunia dan hutan juga turut mempertahankan mata pencaharian lebih dari 1 milyar orang—60 juta dari mereka adalah pribumi dan masyarakat adat, dan hampir dari seluruhnya bergantung pada hutan. Degradasi hutan memiliki dampak langsung pada jutaan keluarga di seluruh dunia, terkait dengan keseimbangan ekosistem hutan hujan yang ada. Sebagai contoh, petani kecil yang mengandalkan spesies-spesies tertentu dari serangga dan burung yang tinggal di sekitar hutan hujan untuk datang dan menyerbuki tanaman mereka.

5. Kehidupan sehari-hari kita tidak akan pernah sama tanpa pohon
Anda tidak harus tinggal di dekat hutan untuk memiliki hutan dalam hidup Anda. Pohon memungkinkan kita untuk menghasilkan produk-produk penting yang kita gunakan dan rasakan manfaatnya di kehidupan kita sehari-hari—dari balok kayu yang menjadi atap dimana Anda bernaung, sampai dengan halaman kertas yang menjadi bahan dasar majalah favorit Anda. Selain kayu, hutan juga menjadi tempat bernaung tanaman hidup yang dapat memberikan kita seperempat obat yang ada di dunia. Menurut Institut Kanker Nasional Amerika Serikat, dari 3.000 tanaman yang teridentifikasi aktif terhadap sel kanker, 70%-nya berasal dari hutan hujan.

Dari uraian di atas terlihat betapa pentingnya pohon bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Tetapi sangat disayangnya masih banyak terjadi penebangan pohon di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Di Indonesia sendiri penebangan pohon terjadi di banyak daerah, hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat dan kurang atau belum adanya aturan dari pemerintah yang mengatur secara detail tentang menebang pohon.

Pemerintah Indonesia telah mengatur tentang hutan akan tetapi tentang pohon yang berada di kota-kota di atur sendiri oleh daerah yang dituangkan dalam Peraturan Daerah. Ada beberapa daerah yang telah membuat perda tentang menebang pohon seperti Propinsi DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Berau. Sedang di daerah lain penebangan pohon di kawasan kota masih terjadi dan membuat kota menjadi panas karena kurangnya ruang terbuka hijau dan minimnya pohon-pohon.

Sudah seharusnya semua daerah mengatur tentang penebangan pohon dengan membuat Peraturan Daerah tentang Menebang Pohon. Dalam perda tersebut harus jelas kententuan dan sangsi menebang pohon misalnya siapapun baik masyarakat maupun pemerintah yang baru membuka lahan dan menebang pohon maka harus mengganti sejumlah pohon yang ditebang walaupun pohon tersebut milik pribadi dan di lahan sendiri. Karena satu pohon yang ditebang efeknya akan dirasakan oleh daerah di sekelilingnya.

Dengan adanya peraturan daerah di setiap daerah di Indonesia maka setiap sudut desa dan kota di Indonesia akan hijau dan rindang.  Pengaturan dalam Peraturan Daerah  adalah untuk melindungi dan melestarikan keberadaan pohon yang dimiliki Pemerintah Daerah yang berfungsi untuk menjamin keseimbangan ekosistem daerah serta dapat meningkatkan nilai estetika daerah. Sepanjang jalan desa, perumahan dan jalan perkotaan harus ditanam pohon penghijauan. Pohon di tepi jalan dapat berfungsi sebagai peneduh, pencegah erosi, penyerap polusi udara, pemecah angin, pembatas pandang, estetika dan resapan.
Mari menanam pohon, hijaukan bumi kita, bumi bukan hanya untuk hari ini. (Mario Andramartik).

Rabu, 10 Mei 2017

MEGALITIK PASEMAH


Kata "kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal".
Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.
Perkembangan kebudayaan masyarakat awal Indonesia berdasarkan pembagian masa adalah:
1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan.
Ciri-ciri manusia pendukungnya:
• Hidupnya tergantung pada alam
• Tinggalnya di gua-gua
• Berpindah-pindah tempat/nomaden
• Dalam mencari makan, mereka melakukan kegiatan berburu
• Membuat alat bantu sederahana dari batu dan tulang
• Membuat tulisan gores pada dinding gua untuk mewariskan pengalaman dan pengetahuannya
• Percaya pada kekuatan magis
• Mulai mengenal cara penguburan mayat
• Mulai menggunakan warna-warna dalam benda hasil budayanya.
2. Masa bercocok tanam
Ciri-ciri manusia pendukungnya yaitu :
a. Hidup berkelompok
b. Mulai membuka hutan untuk digunakan sebagai ladang dan tempat tinggal
c. Memlihara hewan ternak
d. Tetap menggunakan cara berburu
e. Mulai berkelompok dalam sebuah perkampungan namun masih sering berpindah-pindah
f. Populasi penduduk meningkat
g. Mulai bekerja sama dengan manusia lain
h. Muncul mutilasi bagian tubuh.
3. Masa perundagian (masa pengolahan logam)
Ciri-ciri manusia pendukungnya yaitu :
a. Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan begotong royong
b. Bertani sudah dilakukan sebagai mata pencaharian
c. Mulai membudidayakan hewan atau tanaman tertentu
d. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama
e. Muncul ikatan sosial antara masyarakat dan keluarga
f. Muncul aktifitas lain untuk mengisi waktu di sela-sela kegiatan bertani
g. Mulai muncul sistem ekonomi barter
h. Muncul hirarki kepemimpinan
Kebudayaan awal Indonesia seperti tersebut di atas peninggalannya berupa megalitik ditemukan terbanyak se Indonesia di kawasan Pasemah/Besemah (Lahat,Pagaralam & Empat Lawang). Akan tetapi peninggalan awal kebudayaan Indonesia tersebut belum mendapat tempat yang semestinya seperti masih banyak masyarakat yang belum tahu dan mengenalnya juga pemerintah daerah belum menetapkan sebagai Cagar Budaya Kabupaten/Kota sesuai dengan UU Cagar Budaya No.11 thn 2010.
Seharusnya Pemerintah Daerah membentuk Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten/Kota lalu Bupati/Walikota menetapkan menjadi Cagar Budaya Kabupaten/Kota kemudian dapat ditingkatkan menjadi Cagar Budaya Propinsi terus menjadi Cagar Budaya Nasional dan terakhir dapat menjadi Warisan Dunia yang ditetapkan oleh UNESCO.
Salam Lestari Budaya Indonesia.(Mario Andramartik)