
“Air terjun ini dahulu bernama air terjun Mayang karena
banyak pohon mayang (seperti pohon pinang) di area air terjun dan kemudian
masyarakat menyebutnya air terjun
Kerinjing karena adanya pohon kerinjing yang
besar di area air terjun lalu sekarang masyarakat menyebutnya air terjun
Labuhan karena banyaknya tanaman labu yang tumbuh di sekitar air terjun”,
demikian cerita singkat Sarudin Kepala Desa Gedung Agung Kecamatan Kota Agung
Kabupaten Lahat ketika kami sampaikan maksud kedatangan kami ke desa ini.
Komunitas Panoramic of Lahat yang diketuai oleh Mario dengan
team yang terdiri dari Yudha, Fachri, Deby, Dody, Agus, Bayu, Aprian dan Marlan
pada minggu kedua September ini melakukan survey air terjun di kecamatan Kota
Agung sedang minggu pertama September survey di kecamatan Mulak Ulu. Panoramic
of Lahat telah mendata air terjun di Kabupaten Lahat tak kurang dari 120 air
terjun dan data ini terus bertambah.
Perjalanan kali ini membutuhkan persiapan yang cukup matang
karena medan yang dilalui merupakan tanjakan terjal sepanjang 3 km. Sarudin dan
warga desa Gedung Agung menyiapkan sepeda motor yang telah di design agar dapat
melalui medan terjal. Kami team Panoramic of Lahat yang tidak terbiasa
mengendarai motor dengan medan terjal ini harus duduk di belakang sepeda motor
sambil membawa perlengkapan untuk mendata.
Satu persatu sepeda motor meninggalkan desa Gedung Agung
untuk melihat keindahan air terjun Labuhan. Kami menyusuri jalan setapak yang
telah di semen akan tetapi sebagian besar semen telah hilang tergerus air hujan.
Jalan setapak ini sangat membantu penduduk desa untuk mengangkut hasil bumi
seperti kopi dan lada dari kebun menuju desa. Tapi sayang jalan setapak yang
telah di semen cuma sepanjang sekitar 1,5 km sedang sisanya belum mendapat
sentuhan pembangunan sama sekali sehingga untuk melalui jalan tanah menanjak
dan berlubang sepeda motor kami sering mengalami gangguan dan beberapa kali
harus berhenti karena susahnya medan yang di lalui.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 km kami tiba di sebuah
kebun kopi dengan sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu dan lapangan kecil
ukuran 4 x 5 meter. Disini kami berhenti untuk melepas lelah setelah melewati
rintangan jalan tanah berbatu, licin dan menanjak. Kami minum air putih yang
telah kami bawa sambil menikmati air terjun dari kejauhan. Dan di sudut pondok
seorang warga mengumpulkan kayu bakar untuk memasak air.
Tak lama kemudian kami melanjutkan berjalan kaki menuju air
terjun dengan jalanan sedikit menanjak. Dari pondok kayu menuju air terjun
hanya berjarak sekitar 200 meter. Udara sedikit dingin karena kami berada di
ketinggian 1.077 mdpl. Berarti ketinggian air terjun Labuhan melebihi
ketinggian Bukit Jempol di Merapi.
Masyallah…… merupakan kata yang tepat setelah melihat lebih
dekat keindahan air terjun Labuhan. Yach air nan jernih turun secara berlahan dari
ketinggian sekitar 100 meter menerobos dinding tebing berwarna hijau bah
permadani dengan kombinasi warna jernih air membuat teduh di pandang. Permadani
hijau yang menghiasi dinding air terjun merupakan pohon cacar air. Tidak banyak
air terjun dengan dinding hijau seperti ini. Dari data yang di himpun Panoramic
of Lahat hanya ada 3 air terjun di Kabupaten Lahat yaitu air terjun Labuhan,
air terjun Maung dan air terjun di Pulau Pinang yang terletak di tepi sungai Lematang.
Pada bagian bawah air terjun terbentuk danau kecil dengan
airnya yang jernih. Kemungkinan pada awalnya danau atau lubuk di bawah air
terjun cukup luas akan tetapi akhirnya mengecil karena banyaknya sampah
kayu-kayu yang jatuh dari atas air terjun dan juga rimbunya pepohonan.
“Area lubuk ini dahulu luas karena kami bersihkan dan kayu
besar ini tidak ada” kata Sarudin ketika kami bertanya kondisi awal area ini.
Memang saat ini melintang sebuah kayu besar dengan diameter sekitar 50 cm dan
kayu-kayu mati lainya. Seandainya area ini dibersihkan kembali maka sangat luas
area lubuk ini, demikian Sarudin melanjutkan ceritanya.
Pada bagian atas air terjun Labuhan masih ada 2 air terjun
lagi akan tetapi ketinggian lebih rendah dan untuk menuju ke-2 air terjun
tersebut masih membutuhkan extra waktu dan perjuangan tidak mudah karena harus
menembus semak belukar dan menapaki tebing terjal dengan kemiringan lebih dari
45 derajat. Maka kami putuskan untuk belum melihat kedua air terjun di atas air
terjun Labuhan. Mungkin akan kami jadwalkan kemudian hari.
Sarudin sang Kepala Desa sangat antusias mengantar kami ke
air terjun sehingga mempercepat waktu beliau kondangan di acara pernikahan di
desa Gedung Agung. Sarudin dan beberapa perangkat desa dan warga sangat
membantu kami untuk melihat keindahan air terjun. Sarudin bercerita pernah
berupaya ke Jakarta mencari dana untuk pembangunan jalan dan infrastruktur air
terjun akan tetapi hingga kini belum mendapat bantuan apapun sehingga keindahan
air terjun Labuhan belum dapat dinikmati masyarakat dan wisatawan.
Kami sangat apresiasi dengan upaya keras dari kepala desa
dan warga desa Gedung Agung untuk membangun potensi air terjun menjadi obyek
wisata yang akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat desa. Bilamana jalan
menuju air terjun telah dibangun dengan baik maka bukan saja berfungsi untuk
memperlancar ratusan masyarakat yang
membawa hasil bumi akan tetapi juga dapat dijadikan jalan wisata ke air terjun
Labuhan. Dengan terbuka akses ke air terjun maka akan tumbuh warung yang
menjajakan makanan dan minuman untuk pengunjung air terjun serta usaha laninya
maka hal ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Inginnya lebih lama berada di air terjun Labuhan akan tetapi
cuaca hari ini tidak begitu bersahabat, mendung sudah terlihat pertanda akan
turun hujan. Dan kami pun bergegas kembali ke pondok kayu dimana kami
tinggalkan sepeda motor yang membawa kami ke sini dan air yang kami masak tadi.
Setiba di pondok kami menyiapkan kopi dan menikmatinya sembari menghangatkan
tubuh.
Kopi yang kami minum belum habis dan hujan telah turun
membasahi bumi, kami lalu berlindung di bawah pondok sambil menikmati kopi
hangat dan roti. Setelah menunggu sekitar 20 menit akan tetapi hujan tak reda
maka kami putuskan untuk pulang walau hujan. Dan satu per satu sepeda motor
menyusuri jalan tanah yang becek dengan perlahan untuk menghindari jatuh.
Setengah jam kemudian kami sudah tiba di desa Gedung Agung
dan kembali ke rumah Sarudin. Di rumah Sarudin, bu kades telah menyiapkan
santap siang. Nasi putih, sayur, telur, sambal dan kerupuk sangat nikmat di
santap dalam cuaca dingin lalu segelas kopi panas setelah makan siang menemani
bincang kami dengan Sarudin dan warga yang turut bersama menemani kami. Sangat
terasa suasana keakraban diantara kami dan penduduk desa walau baru beberapa
saat bertemu. Mungkin ini yang disebut kearifan lokal dimana masyarakat desa
sangat menyambut baik kedatangan orang asing di desanya. Semoga suasana seperti
ini akan terus terpelihara dan terjaga.
Selain air terjun Labuhan di desa Gedung Agung juga terdapat
beberapa rumah adat atau disebut juga rumah baghi. Tetapi hanya satu rumah adat
yang masih asli sedang lainnya telah mengalami renovasi. Ada juga rumah baghi
yang telah dibeli oleh pembeli dari pulau Bali. Kedua hal ini sangat
disayangkan dan kalau tidak ada tindakan nyata untuk menyelamatkan atau
melestarikan rumah baghi maka anak cucu kita hanya akan mendengar cerita atau
melihat photo rumah baghi peninggalan budaya moyang yang mempunyai nila-nilai
seni budaya yang sangat tinggi.
Semoga keberadaan potensi wisata berupa air terjun dan rumah
adat akan menjadi perhatian semua pihak untuk dapat dijadikan obyek wisata dan
upaya pelestarian lingkungan dan budaya selain upaya peningkatan ekonomi
masyarakat.(Mario Andramartik).