Selasa, 20 September 2016

"PERMADANI BUKIT BARISAN" Jelajah Negeri Mengenal Alam


“Air terjun ini dahulu bernama air terjun Mayang karena banyak pohon mayang (seperti pohon pinang) di area air terjun dan kemudian masyarakat menyebutnya  air terjun Kerinjing karena adanya pohon kerinjing yang  besar di area air terjun lalu sekarang masyarakat menyebutnya air terjun Labuhan karena banyaknya tanaman labu yang tumbuh di sekitar air terjun”, demikian cerita singkat Sarudin Kepala Desa Gedung Agung Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat ketika kami sampaikan maksud kedatangan kami ke desa ini.
Komunitas Panoramic of Lahat yang diketuai oleh Mario dengan team yang terdiri dari Yudha, Fachri, Deby, Dody, Agus, Bayu, Aprian dan Marlan pada minggu kedua September ini melakukan survey air terjun di kecamatan Kota Agung sedang minggu pertama September survey di kecamatan Mulak Ulu. Panoramic of Lahat telah mendata air terjun di Kabupaten Lahat tak kurang dari 120 air terjun dan data ini terus bertambah.
Perjalanan kali ini membutuhkan persiapan yang cukup matang karena medan yang dilalui merupakan tanjakan terjal sepanjang 3 km. Sarudin dan warga desa Gedung Agung menyiapkan sepeda motor yang telah di design agar dapat melalui medan terjal. Kami team Panoramic of Lahat yang tidak terbiasa mengendarai motor dengan medan terjal ini harus duduk di belakang sepeda motor sambil membawa perlengkapan untuk mendata.
Satu persatu sepeda motor meninggalkan desa Gedung Agung untuk melihat keindahan air terjun Labuhan. Kami menyusuri jalan setapak yang telah di semen akan tetapi sebagian besar semen telah hilang tergerus air hujan. Jalan setapak ini sangat membantu penduduk desa untuk mengangkut hasil bumi seperti kopi dan lada dari kebun menuju desa. Tapi sayang jalan setapak yang telah di semen cuma sepanjang sekitar 1,5 km sedang sisanya belum mendapat sentuhan pembangunan sama sekali sehingga untuk melalui jalan tanah menanjak dan berlubang sepeda motor kami sering mengalami gangguan dan beberapa kali harus berhenti karena susahnya medan yang di lalui.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 km kami tiba di sebuah kebun kopi dengan sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu dan lapangan kecil ukuran 4 x 5 meter. Disini kami berhenti untuk melepas lelah setelah melewati rintangan jalan tanah berbatu, licin dan menanjak. Kami minum air putih yang telah kami bawa sambil menikmati air terjun dari kejauhan. Dan di sudut pondok seorang warga mengumpulkan kayu bakar untuk memasak air.
Tak lama kemudian kami melanjutkan berjalan kaki menuju air terjun dengan jalanan sedikit menanjak. Dari pondok kayu menuju air terjun hanya berjarak sekitar 200 meter. Udara sedikit dingin karena kami berada di ketinggian 1.077 mdpl. Berarti ketinggian air terjun Labuhan melebihi ketinggian Bukit Jempol di Merapi.
Masyallah…… merupakan kata yang tepat setelah melihat lebih dekat keindahan air terjun Labuhan. Yach air nan jernih turun secara berlahan dari ketinggian sekitar 100 meter menerobos dinding tebing berwarna hijau bah permadani dengan kombinasi warna jernih air membuat teduh di pandang. Permadani hijau yang menghiasi dinding air terjun merupakan pohon cacar air. Tidak banyak air terjun dengan dinding hijau seperti ini. Dari data yang di himpun Panoramic of Lahat hanya ada 3 air terjun di Kabupaten Lahat yaitu air terjun Labuhan, air terjun Maung dan air terjun di Pulau Pinang  yang terletak di tepi sungai Lematang.
Pada bagian bawah air terjun terbentuk danau kecil dengan airnya yang jernih. Kemungkinan pada awalnya danau atau lubuk di bawah air terjun cukup luas akan tetapi akhirnya mengecil karena banyaknya sampah kayu-kayu yang jatuh dari atas air terjun dan juga rimbunya pepohonan.
“Area lubuk ini dahulu luas karena kami bersihkan dan kayu besar ini tidak ada” kata Sarudin ketika kami bertanya kondisi awal area ini. Memang saat ini melintang sebuah kayu besar dengan diameter sekitar 50 cm dan kayu-kayu mati lainya. Seandainya area ini dibersihkan kembali maka sangat luas area lubuk ini, demikian Sarudin melanjutkan ceritanya.
Pada bagian atas air terjun Labuhan masih ada 2 air terjun lagi akan tetapi ketinggian lebih rendah dan untuk menuju ke-2 air terjun tersebut masih membutuhkan extra waktu dan perjuangan tidak mudah karena harus menembus semak belukar dan menapaki tebing terjal dengan kemiringan lebih dari 45 derajat. Maka kami putuskan untuk belum melihat kedua air terjun di atas air terjun Labuhan. Mungkin akan kami jadwalkan kemudian hari.
Sarudin sang Kepala Desa sangat antusias mengantar kami ke air terjun sehingga mempercepat waktu beliau kondangan di acara pernikahan di desa Gedung Agung. Sarudin dan beberapa perangkat desa dan warga sangat membantu kami untuk melihat keindahan air terjun. Sarudin bercerita pernah berupaya ke Jakarta mencari dana untuk pembangunan jalan dan infrastruktur air terjun akan tetapi hingga kini belum mendapat bantuan apapun sehingga keindahan air terjun Labuhan belum dapat dinikmati masyarakat dan wisatawan.
Kami sangat apresiasi dengan upaya keras dari kepala desa dan warga desa Gedung Agung untuk membangun potensi air terjun menjadi obyek wisata yang akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat desa. Bilamana jalan menuju air terjun telah dibangun dengan baik maka bukan saja berfungsi untuk memperlancar ratusan  masyarakat yang membawa hasil bumi akan tetapi juga dapat dijadikan jalan wisata ke air terjun Labuhan. Dengan terbuka akses ke air terjun maka akan tumbuh warung yang menjajakan makanan dan minuman untuk pengunjung air terjun serta usaha laninya maka hal ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Inginnya lebih lama berada di air terjun Labuhan akan tetapi cuaca hari ini tidak begitu bersahabat, mendung sudah terlihat pertanda akan turun hujan. Dan kami pun bergegas kembali ke pondok kayu dimana kami tinggalkan sepeda motor yang membawa kami ke sini dan air yang kami masak tadi. Setiba di pondok kami menyiapkan kopi dan menikmatinya sembari menghangatkan tubuh.
Kopi yang kami minum belum habis dan hujan telah turun membasahi bumi, kami lalu berlindung di bawah pondok sambil menikmati kopi hangat dan roti. Setelah menunggu sekitar 20 menit akan tetapi hujan tak reda maka kami putuskan untuk pulang walau hujan. Dan satu per satu sepeda motor menyusuri jalan tanah yang becek dengan perlahan untuk menghindari jatuh.
Setengah jam kemudian kami sudah tiba di desa Gedung Agung dan kembali ke rumah Sarudin. Di rumah Sarudin, bu kades telah menyiapkan santap siang. Nasi putih, sayur, telur, sambal dan kerupuk sangat nikmat di santap dalam cuaca dingin lalu segelas kopi panas setelah makan siang menemani bincang kami dengan Sarudin dan warga yang turut bersama menemani kami. Sangat terasa suasana keakraban diantara kami dan penduduk desa walau baru beberapa saat bertemu. Mungkin ini yang disebut kearifan lokal dimana masyarakat desa sangat menyambut baik kedatangan orang asing di desanya. Semoga suasana seperti ini akan terus terpelihara dan terjaga.
Selain air terjun Labuhan di desa Gedung Agung juga terdapat beberapa rumah adat atau disebut juga rumah baghi. Tetapi hanya satu rumah adat yang masih asli sedang lainnya telah mengalami renovasi. Ada juga rumah baghi yang telah dibeli oleh pembeli dari pulau Bali. Kedua hal ini sangat disayangkan dan kalau tidak ada tindakan nyata untuk menyelamatkan atau melestarikan rumah baghi maka anak cucu kita hanya akan mendengar cerita atau melihat photo rumah baghi peninggalan budaya moyang yang mempunyai nila-nilai seni budaya yang sangat tinggi.
Semoga keberadaan potensi wisata berupa air terjun dan rumah adat akan menjadi perhatian semua pihak untuk dapat dijadikan obyek wisata dan upaya pelestarian lingkungan dan budaya selain upaya peningkatan ekonomi masyarakat.(Mario Andramartik).

0 komentar:

Posting Komentar