Jumat, 07 September 2012

Kota Kuno Yang Terlupakan

“Aku menggali batu megalith ini karena mimpi dari Rorena anakku” demikian penuturan Ahlan sang juru pelihara situs yang terletak di Desa Pulau Panggung Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat. Pagi yang cerah, kami rombongan vespa atau Lahat Scooter Club (LSC) baru-baru ini melakukan touring wisata ke beberapa batu megalith yang ada disini. Rombongan kecil ini terdiri dari Deny, Cipto, Henreiner, Fitra, Siswanto dan penulis sendiri. Setahun terakhir ini LSC Lahat telah berusaha mengajak anggota dan keluarganya untuk mengunjungi beberapa tempat yang punya daya tarik wisata seperti air terjun dan batu megalith yang banyak tersebar di Kab.Lahat.


Udara yang sejuk dan segar sangat terasa ketika kami memasuki Desa Aceh kemudian Desa Pajar Tinggi sampai ke Desa Pulau Panggung. Suasana kota Lahat yang mulai hiruk pikuk dan berdebu oleh truk-truk batubara khususnya sempat terlepas dari benak kami sesaat kami memasuki Kec.Pajar Bulan yang merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Jarai.

Jarak Desa Pulau Panggung hanya sekitar 8 km dari Kota Pagar Alam atau 73 km dari Kota Lahat yang dapat ditempuh selama 1,5 jam perjalanan. Jalanan yang beraspal mulus dan sedikit berliku membuat perjalanan touring wisata ini sangat mengesankan. Kebun kopi penduduk yang hampir dipanen telah kelihatan memerah. Panorama alam pegunungan sangat mempesona. Mayoritas penduduk disini bertanam kopi dan merupakan produk andalan kawasan di kaki Gunung Dempo yang berhawa sejuk.

Sebelum menuju Desa Pulau Panggung kami mengunjungi sebuah batu berelief yang menggambarkan seseorang sedang memegang tanduk rusa yang terletak dihalaman depan rumah warga di Desa Pajar Bulan Kec.Pajar Bulan. Seorang pemuda yang kami hubungi mengatakan penduduk sekitar tidak mengetahui bahwa di batu tersebut terdapat relief disebabkan selama ini tertutup pepohonan. Kemudian kami singgah di sebuah lumpang batu berlubang 4 (empat) terletak di halaman rumah  yang cukup jelas terlihat bila kita melalui jalan raya dari Desa Pajar Bulan ke arah Desa Pulau Panggung. Sebelum perjalanan kami lanjutkan ke Desa Pulau Panggung, Kades Pajar Bulan telah siap menjamu kami dengan makan siang dan tak lupa kopi khas desa ini. Kami mendapat sambutan yang sangat hangat dari pak Kades dan keluarga juga masyarakat yang kami temui. Hal ini suatu pengalaman yang tiada tara dan tak dapat kami lupakan.

Setelah kami rasa cukup dan kami mohon diri untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Pulau Panggung. Walau di siang hari dan matahari bersinar terik tapi panasnya tak membuat kami lelah, vespa kami pacu untuk cepat dapat melihat batu megalith yang belum lama ini ditemukan di desa ini. Setelah memasuki Desa Pulau Panggung, tidaklah susah untuk menemukan kediaman Ahlan sang juru pelihara batu megalith Desa Pulau Panggung. Di pertigaan jalan disebelah kiri tertulis petunjuk  menuju batu megalith yang juga kearah rumah Ahlan.

Setelah diterima Ahlan dan kamipun langsung berjalan menuju kebun Ahlan yang juga merupakan komplek batu megalith berada. Jalan tanah selebar 2 m dengan perkebunan kopi dikanan kiri sangat menyenangkan. Sepanjang perjalanan Ahlan banyak bercerita tentang megalith yang ada di kebunnya. Kunjungan pertama kami melihat sebuah batu terletak didalam tanah berukuran 1 m, batu ini ditemukan karena mimpi dari Rorena anak sang jupel, terdapat pahatan seorang dimakan seekor ular pada bagian tangan sampai bahu, sedang seorang lagi dililit dan digigit seekor ular. Pada bagian atas batu ini terdapat genangan air. Nampaknya batu ini sebuah lumpang. Lumpang batu berukir merupakan hal yang langka, unik dan tentu mempunyai nilai budaya sangat tinggi. Lumpang batu  yang ditemukan sekitar Bulan April  2010 ini hanya berpagar bambu yang cukup melindungi lumpang batu didalamnya.

Dengan menyusuri pepohonan kopi di kanan kiri yang mulai memerah sampailah kami pada sebuah batu yang menggambarkan seseorang sedang mengapit anak pada tangan kanannya sambil menunggang seekor gajah. Pada bagian depan batu ini sangat jelas digambarkan seekor gajah dengan mata, belalai dan kedua gadingnya. Batu ini disebut Baturang mungkin singkatan dari batu orang. Batu megalith yang konon

berusia 4.000 tahun merupakan tinggalan jaman prasejarah jauh sebelum adanya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Walau batu megalith sangat tinggi nilai budayanya tapi hanya berpagar bambu yang dibuat sendiri oleh Ahlan sang juru pelihara. Sudah selayaknya benda purbakala bernilai budaya tinggi ini mendapatkan pemeliharaan yang lebih baik lagi. Selain pagar bambu yang seadanya, jalanan menuju megalith Baturang hanyalah jalan yang biasa digunakan untuk menuju kebun kopi warga. Begitupun dengan tanda atau petunjuk yang menerangkan bahwa megalith ini merupakan benda cagar budaya yang dilindungi undang-undang, seperti tertera pada Undang-Undang No.5 Tahun 1992.

Bukan hanya 2 batu megalith itu saja yang ada di kebun Ahlan tapi masih ada 1 lumpang batu berlubang satu dan 8 lesung batu yang bentuk hiasan luarnya beragam dan letaknya tersebar. Ada lesung batu berkepala kodok, berkepala kambing,berhias seekor ular dan orang. Dan semua lesung batu tersebut mempunyai lubang dengan ukuran lebar dan dalam yang sama, sepertinya mereka yang membuat telah mengenal alat ukur. Suatu temuan yang langka dan unik. Di Desa Pulau Panggung ini kami telah mengunjungi 2 lumpang batu, arca dan 12 lesung batu, sebenarnya masih ada beberapa batu megalith lainnya seperti arca manusia, lesung batu, batu tegak dan tetralith.
Sepengetahuan penulis, Kec.Pajar Bulan merupakan pusat temuan batu megalith terbesar yang ada di Kab.Lahat dan Sumatera Selatan bahkan mungkin terbesar se Indonesia. Selain Desa Pajar Bulan dan Desa Pulau Panggung batu megalith berupa bilik batu, menhir, dolmen, arca, batu tegak, tetralith juga ditemukan di Desa Talang Pagar Agung, Benua Raja, Kota Raya Darat dan Kota Raya Lembak. Bahkan Batu Gajah yang sangat terkenal, yang saat ini tersimpan di Museum Balaputradewa di Palembang berasal dari Desa Kota Raya Darat, Kec.Pajar Bulan. Maka layaklah kalau kecamatan Pajar Bulan merupakan sebuah kota megalith yang mempunyai budaya yang sangat tinggi.
Batu megalith di Dataran Tinggi Pasemah yang terdapat di Kab.Lahat telah dikunjungi untuk pertama kali pada tahun 1850 oleh L.Ullman dan yang cukup terkenal adalah Van der Hoop tahun 1932 dengan bukunya ”Megalithic Remains in South Sumatera”. Sekarang timbul sebuah pertanyaan sudah berapa banyak masyarakat Kab.Lahat  yang telah mengunjungi situs megalith yang telah tersohor sejak 160 tahun silam? Apakah kita masyarakat Kab.Lahat tahu dan menyadari bahwa di Kab.Lahat yang kita sayangi ini terdapat megalith tertua dan terbaik se Indonesia?  Semua ini menjadi tugas kita bersama untuk menjaga, memelihara, melestarikan, memanfaatkan dan mempromosikan pada dunia internasional semua yang kita miliki,sehingga bermanfaat untuk semua masyarakat Kab.Lahat. Create : By Mario

0 komentar:

Posting Komentar